MINGGU 04 DESEMBER 2022, KHOTBAH FILIPI 1:3-11

Invocatio         : “Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila IA datang, IA akan memberitakan                                    segala sesuatu kepada kami.” (Yohanes 4: 25)

Bacaan            : Mazmur 24: 1-10 (R)

Tema               : Milih si Mehulina Sope Kristus Reh/ Memilih yang Baik Menjelang Hari Kristus


 

Pengantar

Minggu ini gereja memasuki Minggu Advent yang ke 2. Umumnya gereja sudah disibukkan dengan persiapan Natal supaya bisa memberi yang terbaik dalam peringatan kelahiran Kristus. Tetapi kita perlu berimbang dalam menghayati Advent yang juga merupakan masa penantian akan kedatangan Kristus kedua kali. Dalam Minggu-Minggu Advent gereja dapat memberi penekanan pada kesedian untuk mengevaluasi diri yang menghantarkan kepada pertobatan sebagai persiapan jalan bagi kedatangan Kristus.

Penjelasan Teks Filipi 1: 3-11

Ayat 3-6: Surat dari dalam penjara

Sekalipun dituliskan dalam situasi yang tidak nyaman dalam penjara, Paulus banyak mengucap syukur. Ia mengucap syukur pada Allah saat mengingat penerima suratnya ini, yang senantiasa ia doakan dengan sukacita. Paulus tahu bahwa jemaat setia dalam persekutuan sejak mereka menerima Berita Injil, terus terpelihara sampai saat penulisan surat. Saat terbelenggu secara fisik di dalam penjara, semangat Paulus tidak terbelenggu, ia terus berkarya lewat surat-suratnya kepada jemaat yang sangat ia kasihi. Ada alasan kuat dalam diri Paulus untuk melihat dan merasa lebih dari apa yang ada di depan mata. Situasi sulit tidak pernah menjadi penghalang baginya untuk mengucap syukur dan tetap berguna bagi banyak orang. Alasan itu adalah Kristus sendiri. Paulus yakin sepenuhnya bahwa Allah yang memulai pekerjaan baik akan meneruskan sampai pada akhirnya ketika Kristus Yesus datang, bukan hanya bagi jemaat Filipi tetapi juga bagi dirinya. Keyakinan akan penyertaan Tuhan memungkinkan kita untuk tetap bersyukur dalam segala situasi. Banyak pilihan respon tapi pilihlah mengucap syukur.

Ayat 7-9 Doa Paulus

Paulus mengenal Allah dan mengenal jemaat Filipi. Surat yang ia tuliskan bukanlah surat egosentris yang berisikan keluhan-keluhan dari dalam penjara, melainkan berfokus pada jemaat Filipi dalam pertumbuhan imannya. Kasihnya kepada jemaat diungkapkan dengan jujur dan tulus dalam suratnya (ayat 8). Doa yang umumnya dituliskan dalam surat-surat di masa itu adalah agar penerima surat menerima kesehatan, kemakmuran, kesuksesan. Tetapi Paulus berdoa agar jemaat Filipi berlimpah dalam kasih. Kasih yang semakin melimpah itulah yang akan membuat jemaat menjaga diri suci dan tak bercacat, penuh dengan buah kebenaran. Kasih dan pengetahuan perlu sejalan. Berbicara kasih kita berbicara di ranah afektif, tentang perasaan. Sedangkan pengetahuan cenderung bicara soal kognitif, menggunakan pikiran. Dalam mempertahankan iman percaya sampai kedatangan Yesus kelak, kita memerlukan keduanya. Sebab kasih tanpa pengetahuan adalah penipuan perasaan. Sedangkan pengetahuan tanpa kasih adalah pemupukan kesombongan.

Ayat 10-11 Tujuan Paulus

  1. Sehingga kamu dapat memilih apa yang baik. Ini berbicara tentang proses yang terjadi di dalam diri: menimbang dan menguji di dalam hati dan pikiran. Apa yang ada di dalam diri, kualitas filter seperti apa yang menyaring segala sesuatunya, tentu sangat mempengaruhi keputusan untuk melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan. Kasih yang dibarengi dengan pengetahuan dan pengertian akan menolong dalam proses ini.
  2. Supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus. Bagaimana proses di dalam diri, terlihat dari yang keluar dari perkataan dan perbuatan yang suci dan tak bercacat, agar siap kapanpun Kristus datang. Ini yang diharapkan oleh Paulus bagi jemaat Filipi. Tetapi siapakah yang bisa hidup suci dan tidak bercacat? Kesempurnaan itu sulit dicapai dengan upaya manusia, sekuat dan sehebat apapun berusaha, akan tetap ada yang kurang. Karena itu Paulus menambahkan poin ke 3.
  3. Penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Kristus. Buah adalah hasil dari sebuah proses. Jadi suci dan tak bercacat itu adalah pekerjaan Kristus dalam diri setiap orang yang mau dibentuk. Bukan usaha manusia semata-mata melainkan pekerjaan Kristus yang dilakukan dalam diri manusia, menghasilkan buah kebenaran. Pada akhirnya ini semua bertujuan untuk memuliakan dan memuji Allah. Melalui karya Roh Kudus, IA sendiri yang mempersiapkan dan membentuk manusia agar siap saat kedatangan Yesus kelak.

Hal ini senada dengan bacaan Mazmur 24, kita melihat ada syarat orang yang boleh naik ke atas gunung Tuhan dan berdiri di tempat-Nya yang kudus, yaitu orang yang bersih tangannya, murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan dan yang tidak bersumpah palsu. Menjadi layak dihadapan Tuhan berarti berjuang untuk hidup suci, tidak bercacat, bersih tangan, murni hati dan jujur. Inilah yang harusnya menjadi pilihan kita setiap hari, dari sekian banyak pilihan-pilihan yang diperhadapkan bagi kita. Berita baiknya adalah, kita tidak berusaha dengan kekuatan sendiri tetapi ada Kristus yang bekerja dalam diri setiap orang yang bersedia dipakai dan dibentuk oleh-Nya.

Pointer Aplikasi

  1. Belajar melihat dengan mata iman, bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita di tengah-tengah perjalanan. Karena itu kita mampu bersyukur dalam berbagai situasi seperti Paulus. Melihat jauh ke depan, saat kedatangan Kristus ke dunia kelak. Allah memulai pekerjaan baik dan akan meneruskannya sampai pada akhirnya. Allah adalah setia, apakah kita juga setia?
  2. Tetap bertekun dalam doa, berkarya menurut yang Tuhan percayakan, baik atau tidak baik waktu dan situasinya. Ada tipe pelayan Tuhan yang menggebu-gebu saat situasi kehidupannya baik, tetapi mundur saat kehidupannya mulai diterpa badai hidup. Kemudian berjanji akan kembali saat persoalan hidup sudah selesai. Belajarlah dari Rasul Paulus, belenggu penjara sekalipun tidak bisa menghentikannya untuk melayani Tuhan.
  3. Minggu Advent mengingatkan kita untuk bersiap-siap, Firman Tuhan dari Surat Filipi dan Mazmur memberi kita gambaran apa yang harus kita kerjakan. Berusaha hidup benar, suci dan tidak bercacat kita lakukan sebagai tanda kita mengenal siapa Allah dan siapa diri kita. Kita orang-orang yang telah ditebus mahal dengan darah Kristus, kita telah dibenarkan dan disucikan, maka menjelang kedatangan Kristus kita menjaga diri sebagaimana Allah inginkan. Bukan supaya selamat, melainkan karena tahu kita sudah diselamatkan. Kita mengenal Dia yang akan datang dengan baik dan ingin memberi yang terbaik bagi-Nya, yaitu persembahan hidup yang tidak bercacat dan bercela.

Pdt Yohana Ginting-GBKP RUNGGUN CIBUBUR

MINGGU 27 NOVEMBER 2022, KHOTBAH YESAYA 11:1-10

Invocatio        : Matius 1:23

Bacaan           : Matius 3:1-12

Thema            : Raja Damai Yang Akan Datang


  I. Pendahuluan

Gereja mengawali kalender gerejawi pada hari Minggu Adven I, bukan pada tanggal 1 Januari (Tahun Baru). Dari perspektif Tahun Liturgi, perayaan tanggal 1 Januari dihayati sebagai perayaan Yesus diberi nama. Menurut Hukum Taurat, setiap anak laki-laki Israel harus disunat dalam usia 8 hari setelah lahir. Di saat itulah anak-anak Israel diberi nama (bnd. Kej. 17:2; Im. 12:3; Luk. 2:22-23). Jadi, perayaan Tahun Baru 1 Januari didasarkan pada perayaan Yesus diberi nama. Tahun liturgi justru dimulai pada minggu Adven yang menunjuk pada kedatangan Kristus yang kedua kali dalam kemuliaanNya. Oleh karena itu, istilah Adven berkaitan dengan Parousia, yaitu kedatangan Kristus sebagai Hakim dan Raja pada akhir zaman. Gereja dengan sengaja menempatkan awal tahun Liturgi dalam perspektif Parousia (kedatangan Kristus yang kedua) agar iman umat bergerak secara eskatologis. Dengan iman yang eskatologis, selaku umat percaya, kita mengarahkan seluruh pandangan dan mata rohani yang tertuju kepada Yesus (bnd. Ibr. 12:2). Iman kepada Allah di dalam Kristus tertuju secara progresif kepada Yesus yang akan datang dalam kemuliaanNya setelah kita diselamatkan dan diperdamaikan dengan karya penebusanNya di kayu salib.

Dalam kalender Tahun Liturgi, Adven merupakan “tahun baru” (new year), “waktu baru” (new time), dan “kehidupan baru” (new life). Perayaan Adven mengundang umat untuk bangun dari berbagai pergumulan dan harapan semu, sehingga dapat disegarkan dalam anugerah dan pengharapan yang baru dari Allah. Umat perjanjian baru merupakan kelanjutan dari umat perjanjian lama. Umat Kristen dan Israel memiliki pengharapan yang sama, yaitu dunia yang baru karena dipulihkan, diberkati, dan dipedulikan Allah. Melalui diri Kristus, setiap umat ditawari suatu keberadaan hidup yang baru.

II. Isi

Keyakinan iman Kristen terhadap Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan bukanlah tanpa dasar teologis. Bahan bacaan Matius 3:1-12 menyaksikan bagaimana Yohanes Pembaptis menyampaikan firman Tuhan agar umat Israel bertobat. Teguran Yohanes Pembaptis tersebut juga ditujukan kepada orang Farisi dan Saduki yang menganggap dirinya sebagai pelayan-pelayan Allah yang telah memperoleh keselamatan. Inti dari seruan dan tegurannya adalah agar mereka membuktikan buah pertobatan daripada sekadar giat dalam ritual ibadah; juga agar mereka tidak menganggap keselamatan dari Allah diterima secara otomatis hanya karena mereka berasal dari keturunan Abraham. Karena siapa pun yang tidak menghasilkan buah pertobatan akan binasa (bnd. Mat. 3:10). Dalam konteks itulah, Yohanes membaptis mereka dengan air, yaitu agar mereka mengakui dosa dan bertobat, memperoleh pengampunan Allah. Namun yang sangat menarik, ia kemudian di hadapan orang banyak membuat suatu pernyataan “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api” (Mat. 3:11). Yohanes Pembaptis menyatakan bahwa akan segera muncul seorang yang lebih berkuasa daripadanya. Orang yang dimaksudkan oleh Yohanes Pembaptis sangatlah jelas, yaitu Yesus dari Nazaret, di Galilea.

Padahal tentang diri Yohanes Pembaptis, Tuhan Yesus menyebutnya sebagai seorang yang “lebih daripada nabi” (Mat. 11:9). Namun, di tepi Sungai Yordan, Yohanes Pembaptis malah menyebut Yesus sebagai “yang lebih berkuasa daripadaku” (Mat. 3:11). Perkataan Yohanes Pembaptis tentang Yesus ini menunjukkan kedudukan Tuhan Yesus yang jauh lebih tinggi daripada nabi, bahkan melebihi dirinya sendiri. Dia lebih berkuasa dari segala yang ada, sehingga Yohanes Pembaptis pun menyatakan bahwa ia tidak layak melepaskan kasut-Nya. Alasan teologis tentang sikapnya yang memuliakan Kristus, yaitu, “Ia (Yesus) akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api” sedangkan Yohanes Pembaptis sendiri hanya dapat membaptis mereka dengan air sebagai tanda pertobatan. Selain itu, hanya Kristus saja yang mampu menjadi Hakim yang ditentukan Allah untuk mengadili umat manusia. Itu sebabnya Yohanes Pembaptis berkata, “Alat penampi sudah di tangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan” (Mat. 3:12). Peran Kristus sebagai Hakim Allah di akhir zaman disaksikan secara figuratif, yaitu seperti seorang yang menampi bulir-bulir gandum dengan alat penampi agar Dia dapat memisahkan dan membuang kulit-kulit gandum. Lalu Dia akan mengumpulkan bulir-bulir gandum ke tempatnya, sedangkan sekam gandun itu akan dibakar-Nya. Demikian pula wewenang dan kuasa Kristus. Dia ditentukan oleh Allah sebagai penampi untuk memisahkan “yang benar” dengan “yang tidak benar”, “yang kudus” dengan “yang fasik”. Mereka yang benar di hadapan Allah akan dikaruniai keselamatan, sedangkan yang jahat dan fasik akan dibinasakan.

Pemberitaan Yohanes Pembaptis tentang Kristus yang memiliki segala kuasa dan memiliki wewenang untuk membaptis umat percaya dengan Roh Kudus dan api didasarkan pada nubuat Nabi Yesaya (bahan khotbah). Dalam Yesaya 11:1 ditegaskan bahwa identitas Mesias, orang yang diurapi Allah berasal dari keturunan Isai, ayah Raja Daud. Itulah sebabnya nubuat Nabi Yesaya tentang Mesias dimulai dengan pernyataan, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah” (Yes. 11:1). Barulah setelah itu, Nabi Yesaya menguraikan karakter utama yang dimiliki Sang Mesias pada ayat berikutnya, yaitu: seluruh hidup-Nya dikuasai oleh Roh Tuhan, memiliki roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan, dan roh takut akan Tuhan. Dengan karakter tersebut, Dia akan mampu menghakimi seluruh umat manusia dengan penuh keadilan. Dia menjadi pembela orang lemah dan tertindas. Di sisi lain, Sang Mesias akan bersikap tegas kepada orang fasik, sehingga dengan kuasa firman-Nya, “ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik” (Yes. 11:4).

Gambaran karakter Sang Mesias yang bernada “keras” tersebut perlu dipahami dalam peran utama-Nya sebagai Hakim Allah. Nubuat Nabi Yesaya tersebut tidak dimaksudkan bahwa Sang Mesias gemar menggunakan kekerasan sebagai pola kerja dan strategi pelayanan-Nya. Pemerintahan Sang Mesias sendiri pada akhirnya bermuara pada suatu kehidupan yang penuh syalom. Dalam Yesaya 11:6-9, digambarkan suatu keadaan yang tanpa permusuhan, dengan gambaran figuratif, “Serigala akan tinggal bersama domba, macan tutul akan berbaring di samping kambing, anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama, lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput, sunga akan makan jerami seperti lembu, anak yang menyusu bermain dekat liang ular tedung”. Pada intinya, pemerintahan Kerajaan Sang Mesias bertujuan agar, “Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan seperti air laut yang menutupi dasarnya” (Yes. 11:9).

III. Refleksi

Nubuat Nabi Yesaya tersebut secara khusus menunjuk kepada diri Tuhan Yesus. Dalam hal ini, Yohanes Pembaptis juga menegaskan bahwa hanya Mesias saja yang berhak dan memiliki wewenang untuk membaptis dengan Roh Kudus dan api. Ketika Yesus meminta Yohanes untuk membaptis-Nya, Yohanes Pembaptis menyatakan, “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu” (Mat. 3:14). Jadi, Kristuslah yang telah ditentukan Allah menjadi Juruselamat, sekaligus Hakim-Nya yang akan mengadili umat manusia pada akhir zaman. Dalam khotbahnya, Yohanes Pembaptis berseru, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat. 3:12). Kedatangan Kerajaan surga berarti suatu peristiwa erkatologis saat Kristus akan menghakimi umat manusia. Sebelum Kerajaan Surga tersebut datang, manusia harus segera bertobat dengan menanggalkan kehidupan lamanya.

Percaya kepada Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan dan Hakim justru membuka ruang serta dimensi spiritualitas yang lebih luas bagi pemerintahan-Nya untuk menguasai kehidupan kita, sehingga sepenuhnya dikuasai oleh kasih dan keadilan-Nya. Makna iman kepada Kristus justru menjadi manifestasi dari spiritualitas umat percaya yang ditandai oleh sikap pertobatan, yaitu kesediaan untuk membuang segala bentuk superioritas diri, kesombongan rohani dan segala hawa nafsu duniawi. Dengan spiritualitas iman yang demikian kita dimampukan untuk berlaku adil terhadap kehadiran orang yang berbeda dengan kita.

Dalam masa Adven ini, kita dipanggil untuk makin membuka diri terhadap karya Kristus sehingga pemerintahan-Nya semakin menguasai dan mengendalikan seluruh kehidupan kita secara efektif. Melalui karya dan pemerintahan Kristus, kita dimampukan untuk menghadirkan syalom dalam setiap ruang kehidupan ini. Syalom Kristus tersebut akan menciptakan karya Allah yang membebaskan setiap tirani, belenggu dan kejahatan di atas muka bumi ini. Kita dipanggil untuk makin percaya bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan dan Hakim Allah yang akan mengadili setiap umat manusia. Selain itu, dengan sikap iman yang personal dan khusus kepada-Nya, kita juga dipanggil untuk menciptakan kerukunan dengan semua pihak tanpa pernah membedakan latar belakang budaya, agama, dan etnis. Melalui kehidupan kita, orang di sekitar kita, yaitu para anggota keluarga, sesama dalam pekerjaan dan pergaulan, anggota jemaat, dan masyarakat dapat melihat kehidupan kita sebagai cermin kehidupan Kristus. Kristus yang hadir bukan untuk menciptakan ancaman terhadap yang berbeda dengan diri-Nya sendiri, melainkan mendamaikan setiap sikap permusuhan dan menghadirkan jembatan kehidupan melalui pengurbanan nyawa-Nya di atas kayu salib.

Di sini, kita dapat melihat perbedaan Kristus dengan agama yang dilembagakan melalui agama Kristen. Hakikat Kristus selalu melampaui gereja-Nya. Tidak setiap gereja mengekspresikan kedirian Kristus secara tepat, karena itu mereka dipanggil untuk selalu berubah dan diubah oleh Kristus. Semakin kita berubah dan diubah oleh Kristus, semakin kita mampu bertindak penuh kasih dan adil. Kepastian keselamatan di dalam Kristus memastikan langkah hidup kita untuk menghadirkan keadilan dan damai sejahtera tanpa syarat. Jika demikian, apakah kita kini bersedia menjadi tangan Kristus untuk mengkomunikasikan kasih-Nya? Apakah kita bersedia menjadi mulut Kristus untuk memberitakan firman Allah dan membela keadilan bagi sesama yang tertindas? Apakah seluruh kehidupan kita tertuju hanya kepada-Nya? Di dalam Kristus, Allah telah menghadirkan Kerajaan-Nya yang adil dan penuh keselamatan. Kini melalui hidup kita, Allah memanggil kita untuk menghadirkan Kerajaan Kristus di tengah zaman yang merelatifkan kebenaran dan keadilan.

 

Pdt. Andreas Pranata Meliala-GBKP Rg. Cibinong

MINGGU 20 NOVEMBER 2022, KHOTBAH I KORINTUS 15:50-58 (AKHIR TAHUN GEREJAWI)

Invocatio         : Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula (Ibrani 3:14).

Bacaan            : Pengkhotbah 8:9-17

Tema               : Maut telah ditelan dalam Kemenangan


I. PENGANTAR

Manusia pada dasarnya tidak menyukai hal-hal yang tidak bisa diprediksi dan tidak pasti, karena hal itu membuatnya merasa tidak berdaya, cemas, dan takut. Khusus menyangkut kematian dan bagaimana atau kemana perginya orang mati, ada perbedaan kejelasan antara zaman Perjanjian Lama dan zaman Perjanjian Baru.

Manusia zaman Perjanjian Lama memahami kematian adalah musuh manusia yang terbesar. Sebab dengan datangnya kematian semua menjadisia-sia, menjadi nol. Pemahaman ini dapat kita mengerti karena di zaman Perjanjian Lama, orang yang mati dipahami pergi ke dunia orang mati (syeol). Tentang sorga tidak banyak disebutkan. Berbeda dengan Perjanjian Baru, kehadiran Kristus dan karya-Nya membuat pemahaman dan harapan akan sorga semakin jelas dan pasti.

Hal ini dapat kita dalami melalui Firman Tuhan yang menjadi bahan invocatio, bacaan dan khotbah kita hari ini.

II. TAFSIRAN

A. Bacaan Pengkhotbah 8:9-17

Firman Tuhan dalam bacaan kita ini memperlihatkan bahwa pekerjaan Allah tidak dapat diselami manusia. Perbuatan manusia tidak dapat mempengaruhi apalagi menetapkan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Allah. Allah adalah berdaulat, merdeka.

Dengan memakai kapasitas hikmatnya sebagai manusia, Pengkhotbah berusaha untuk melihat, menganalisa, dan menemukan pola atau petunjuk tertentu untuk memahami segala pekerjaan Allah di tengah dunia ini. Lalu, bagaimana hasilnya ? Pengkhotbah merupakan seorang yang sangat berhikmat. Namun bagaimanapun juga ia mencoba, ia menemukan dirinya begitu terbatas, dan tidak dapat menyelami segala pekerjaan yang Allah lakukan di tengah dunia ini karena antara Allah dan manusia ada jarak dan kesenjangan yang sangat jauh, Allah ada di sorga, manusia ada di bumi (bdk 5:1). Namun satu hal yang pasti adalah Allah tidaklah jahat, Allah tahu apa yang kerjakan-Nya. Allah memiliki hikmat, pertimbangan, rencana, serta pengetahuan yang jauh melampaui hikmat, pertimbangan, dan pengetahuan manusia. Untuk lebih mengenal dan mempercayai Allah, manusia perlu mengakui keterbatasan dirinya dan jangan cemburu apabila melihat orang jahat hidup lama dan “diberkati”. Yang pasti takutlah akan Allah, sebab orang takut akan Allah yang akan beroleh kebahagiaan (ay 12). Lalu, kebahagiaan yang bagaimanakah dan kebahagiaan dimanakah yang dimaksud? Penghkotbah memang tidak menjelaskannya, apakah kebahagiaan di bumi atau setelah tidak di bumi? Mengenai hal ini kita tertolong dengan apa yang ditulis oleh Pdt Emanuel G Singging dalam bukunya “Hidup di bawah Bayang-Bayang Maut”. Beliau menuliskan, “ Kehidupan disini ( bumi) tidaklah terpisah dengan kehidupan disana (setelah meninggalkan bumi). Jika hidup disini anda bersama Allah, maka hidup disana pun anda akan bersama Allah. Hal “sorga” itu bukan soal nanti dan disana, tetapi soal kini dan disini”.

B. Khotbah I Korintus 15: 50-58

Bagian ini merupakan penghujung dari pembahasan Paulus tentang kebangkitan orang-orang mati. Sebagian jemaat di Korintus menolak kebangkitan orang mati atau kebangkitan tubuh (15:12) karena mereka terpengaruh dengan pemikiran duniawi (15:32-33). Dari perspektif dualisme Yunani yang menganggap tubuh (materi) sebagai elemen yang buruk, kebangkitan tubuh memang sukar untuk dipahami, apalagi diterima. Mengapa sesuatu yang “buruk” kelak perlu dikembalikan lagi? Bagaimana tubuh seperti sekarang bisa cocok dengan dunia roh kelak?

Jawaban Paulus terhadap persoalan ini cukup panjang (dari 15:1). Jawaban yang lebih spesifik dan konkrit mulai diberikan di ayat 35 Tetapi mungkin ada orang yang bertanya: “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?”). Realitas sehari-hari menunjukkan bahwa perubahan wujud (“tubuh”) sangat dimungkinkan (15:37-38). Allah sudah menyediakan tubuh yang khusus untuk keberadaan yang khusus pula, termasuk kemuliaan yang khusus bagi masing-masing tubuh (15:39-41). Hal yang sama berlaku pada tubuh kita. Dari Adam, kita mewarisi tubuh alamiah yang bisa binasa; di dalam Kristus, kita akan mendapatkan tubuh rohaniah yang kekal (15:42-49).

Teks khotbah ini membawa uraian Paulus lebih maju selangkah. Ada pemikiran baru yang ditambahkan. Paulus menyadari kesulitan yang dihadapi oleh jemaat Korintus seputar kebangkitan tubuh. Memang sukar untuk membayangkan bahwa tubuh yang sekarang ini akan tetap ada sampai kita kelak berada di surga dengan dimensi rohaninya. Paulus “mengamini” pandangan mereka dengan berkata: “daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa” (ayat 50).

Ayat ini berbentuk paralelisme sinonim. Frasa “daging dan darah” sejajar dengan “yang binasa”, sedangkan “Kerajaan Allah” sama dengan “yang tidak binasa”. Yang ingin disampaikan adalah ini: tubuh kita yang sekarang, entah kita berada dalam keadaan hidup atau mati, memang tidak cocok untuk Kerajaan Allah. Tidak masuk akal apabila sesuatu yang dapat binasa bisa berada dan bertahan dalam suatu realitas yang tidak dapat binasa.

Kalau demikian, bagaimana tubuh kebangkitan dapat dimungkinkan? Di mata Paulus, kunci untuk persoalan ini merupakan sebuah rahasia (ayat 51) yang merujuk pada sesuatu yang dahulu masih tersembunyi tetapi di kemudian hari dibukakan. Pembukaan rahasia ini terletak pada karya Kristus (ayat 45-49). Tanpa Kristus, misteri ini tidak akan terbuka dan dipahami. Melalui kebangkitan Kristus, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan antara tubuh lama dan baru. Ada kesinambungan dengan yang lama, namun tidak mungkin persis sama.  

Bagaimana dan kapan perubahan tubuh terjadi? Transformasi ini ditandai dengan beberapa karakteristik, yakni:

  1. Terjadi melalui kuasa ilahi (ayat 51, 52). Bentuk pasif yang tanpa subjek eksplisit menyiratkan suatu pekerjaan ilahi.
  2. Terjadi dalam sekejap ( ayat 52). Kata ini merujuk pada sesuatu yang tidak bisa dipecahkan lagi, berarti waktu tersingkat yang dapat dibayangkan. Dalam ungkapan modern biasa disebut “dalam sekejap mata”.
  3. Terjadi pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali (ayat 52). Nafiri terakhir biasanya berkaitan dengan tradisi eskhatologis.
  4. Keempat, ada kesinambungan antara tubuh lama dan tubuh baru (ayat 53). Ayat ini menyediakan gambaran yang agak konkrit tentang transformasi tubuh. Tubuh yang lama tidak dimusnahkan, hanya diberi “pakaian yang baru” (lihat kata “mengenakan” ).
  5. Perubahan ini pasti terjadi (ayat 54-55). Apa yang akan terjadi sebenarnya sudah lama direncanakan oleh Allah. Momen itu akan menggenapi (ayat 54b). Pertanyaan retoris “Hai maut, di manakah kemenanganmu, hai maut di manakah sengatmu?” berasal dari Hosea 13:14. Dalam konteks asli, dunia orang mati (Sheol) dan kematian (maut) berkaitan dengan penghukuman bagi kejahatan Efraim. Dari perspektif kebangkitan Kristus, kejahatan dan maut telah dikalahkan. Apa yang sebelumnya merupakan berita penghukuman bagi umat Tuhan, sekarang justru berubah menjadi ejekan bagi maut sendiri.

Kristus sang Terang, menerangi kegelapan. Di dalam Kristus dan karyaNya yang sempurna membuat apa yang masih tersamar dalam Perjanjian Baru menjadi terang-benderang, termasuk tentang kematian dan segala yang berhubungan dengan kematian. Kristus adalah Raja Penguasa Bumi dan Sorga, Awal dan Akhir. Kematian tidak memadamkan cahaya terang. Kematian hanyalah mematikan lampu, karena fajar telah tiba.

C. Invocatio Ibrani 3:14

Bagian ini merupakan seruan bagi penerima surat yang sedang mengalami penderitaan karena sebagai pengikut Kristus untuk tetap setia kepada Kristus. Bagian yang telah diberi Kristus tidak akan hilang jika berpegang selamanya.                   

III. APLIKASI

Minggu akhir tahun gerejawi biasanya dipakai sebagai momen untuk mengenang saudara/saudari (jemaat) yang meninggal dalam satu tahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan bahwa kita yang masih hidup juga pada saatnya akan mengalami hal itu.

Melalui khotbah kita hari ini, kita diingatkan untuk:

  1. Tetap takut akan Allah walaupun kadang cara kerja Allah tidak dapat kita mengerti.
  2. Kristus membuat keselamatan menjadi terang
  3. Apa yang telah dilakukan Kristus diresponi dengan tetap setia kepadaNya ( I Kor 15:58, Ibrani 3:14).

Pdt Pribadi S Meliala- Runggun Tambun

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD