SENIN 31 DESEMBER 2022, KHOTBAH ROMA11:33-36

Invocatio            : Langa bo keri keleng ate Tuhan perkuah ateNa tetap nge lit (Perng. 3 22)

Ogen                  : 1 Raja-Raja 8:54-61

Khotbah             : Roma 11:33-36

Thema                : Terpuji Dibata Rasa Lalap/ Terpujilah Tuhan selama-lamanya!


 

PENDAHULUAN

Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus..

Ada banyak ungkapan yang digunakan oleh orang-orang percaya sepanjang zaman untuk menggambarkan pengenalan mereka akan Tuhan. Dalam kidung pujian misalnya kita bisa menjumpai berbagai nama yang menggambarkan sifat Tuhan antara lain : Sungai Rahmat, Surya kehidupan, Yang Rahmani dan Rahimi, dan masih banyak nama-nama lain. Bahkan ada seorang pendeta yang menulis salah satu lagu dalam Kidung jemaat yaitu Pendeta Augustus M. Toplady menyebut Tuhan sebagai “Batu Karang yang teguh”/ (Rock Of Ages, Cleft for me) Pengalamannya dalam menulis lagu ini dimulai dari sebuah perjalanan yang dia lakukan sepulang pelayanan. Kala itu ia terjebak dalam badai keras dan untungnya dia menemukan sebuah celah di gunung batu yang bisa dipakai sebagai tempat berlindung hingga badai reda dan ia pulang dengan selamat. Semasa berteduh disana, ia memperhatikan bahwa celah gunung batu itu serupa seperti luka di lambung Kristus yang darahNya mengalir untuk membersihkan dosa manusia. Tuhan yang dia kenal dari pengalaman ini adalah Tuhan yang bukan saja melindungi dia dari badai alami, tapi juga Tuhan yang melindungi dengan kokoh dan teguh dari badai hidup yang disebabkan oleh dosa. Dia kemudian menggubahnya menjadi lagu pujian yang mengungkapkan pengalaman imannya bersama Tuhan.

Jemaat yang terkasih..., sebagai manusia ada beragam pengalaman yang telah kita alami, terkhusus sepanjang tahun 2022 yang akan segera berlalu ini. Karena itu beragam pula-lah pengenalan manusia akan Allah. Proses Mengenal Allah adalah sebuah perjalanan iman yang tidak akan pernah habis. Ibarat menggapai sebuah sumur yang tidak berdasar seringkali kita pikir kita sudah sampai di dasar sumur yang kita tuju, padahal masih ada lagi lapisan berikutnya dan demikian seterusnya. Kita sering berpikir kita sudah mengerti dan tahu semua tentang Tuhan, padahal masih banyak lagi hal baru yang membuat kita semakin mendalami kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Karena itu memang manusia tidak akan pernah mampu dengan sempurna dalam mengenal dan menggambarkan siapa dan bagaimana sesungguhnya Tuhan itu.

PENDALAMAN TEKS

Jemaat Tuhan yang terkasih, hal ini disadari benar oleh Rasul Paulus dimana dalam Roma 11:33-36 dia mengungkapkan pengakuan dan ketakjubannya akan Tuhan lewat kalimat “dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah” (ay. 33). Pengakuan Rasul Paulus ini tentu bukan hanya hasil perenungan semalam tetapi ia tiba kepada pengakuan akan ketidakmampuan manusia menangkap rencana Tuhan lewat perjumpaan pribadinya dengan Allah dimana ia diubahkan 180 derajat dari pembenci Yesus menjadi seorang pekabar Injil yang taat. Perjumpaan ini membuat dia terkagum-kagum bagaimana mungkin seorang pendosa besar yang telah membunuh sesama manusia dijumpai Allah dan menyatakan kasih –penyelamatan untuk dirinya? Tidak ada seorang pun yang dapat menyelami jalan Allah dan mengetahui pikiran Allah dengan akal pikiran manusia yang terbatas ini.

Dalam ayat 34-36 Rasul Paulus menunjukkan kekagumannya atas perbuatan Tuhan yang begitu mulia. Tuhan menyelamatkan seluruh ciptaan tanpa kecuali, hikmat Allah tidak tertandingi oleh hikmat apa pun juga sehingga pada pengakuan akhirnya Rasul Paulus memberikan sebuah ajakan: sebab segala sesuatu yang ada di jagad raya ini bersumber dari Allah maka patutlah semua itu dipakai demi kemuliaan namaNya. Hal ini disampaikan Rasul Paulus mengingat jemaat Tuhan di Roma yang ada dalam perselisihan dan saling menganggap rendah antara golongan Yahudi dan non-Yahudi apalagi terkait tentang paham keselamatan yang diberikan Tuhan kepada umatNya. Bila jemaat Roma dan kita semua meresapi apa yang disampaikan bagian firman Tuhan ini maka kita akan memahami bahwa kemuliaan itu adalah milik Tuhan semata, dan karena itu akan ada perubahan dalam cara kita memandang kehidupan dan cara pandang kita terhadap sesama manusia.

Raja Salomo dalam hal ini adalah salah satu contoh hidup bagaimana ia mengalami kuasa Allah yang tidak terbatas yang telah mengizinkan dia menyelesaikan pekerjaan pembangunan Bait Suci sampai berlangsungnya pentahbisan Bait Suci tersebut. Dalam doanya Raja Salomo meminta 3 hal; ia memohon agar Tuhan menyertai Israel, ia memohon agar Tuhan membuat condong hati umatNya kepada Tuhan dan yang ketiga adalah dia meminta agar Tuhan menyimpan kedua permohonannya di dalam hati Tuhan. Semua permohonan ini dia naikkan dengan sebuah tujuan yakni agar semua bangsa di bumi tahu bahwa Tuhanlah Allah, dan tidak ada lagi yang lainnya. Walau banyak tantangan dan proses yang dijalani Salomo dan bangsaNya hingga Bait Suci itu selesai, tetapi pada akhirnya kita melihat kebesaran kuasa Tuhan yang menopang segala sesuatunya. Dalam ungkapan syukur itu, Salomo mengajak bangsanya untuk tidak hanya mempersembahkan korban syukur dan memuji Tuhan, tetapi juga untuk hidup melayani Tuhan sepenuh hati dan taat mengikuti perintahNya.

APLIKASI

Jemaat Tuhan yang terkasih, kehidupan ini memang penuh misteri baik yang sudah berlalu ataupun yang akan datang di tahun yang baru. Mungkin banyak hal yang terjadi dalam hidup kita yang sampai saat ini masih sulit kita terima secara akal pikiran kita. Bisa jadi masa depan kita terasa gelap dan tidak menentu. Paulus sendiri pun bergumul dengan hal ini. Dalam pengalaman hidupnya, ia adalah orang yang tidak pernah lelah untuk mencoba memahami tentang Tuhan, tentang segala hikmat dan keputusan-Nya. Namun, tetap saja ada banyak hal yang melampaui akal pikirannya. Ada batas yang tidak bisa dilampaui untuk ia bisa memahami segala sesuatunya. Sampai di titik itu, ia belajar untuk menerimanya. Di titik itulah, ia paham betul bahwa Tuhan itu sungguh jauh lebih besar dan melampaui apa yang bisa ia pikirkan tentang-Nya. Di titik itulah, yang tetap tinggal dalam dirinya adalah iman dan percaya. Allah yang memang jauh lebih besar dari apa yang bisa kita bayangkan atau pikirkan, tidak bisa kita tangkap dengan seluruh pikiran kita yang terbatas ini. Namun, biarlah dengan seluruh hati kita, kita tetap percaya akan cinta-Nya yang senantiasa menyelenggarkan kehidupan untuk kita sekarang dan kelak.

Demikian pula sebuah ajakan telah disampaikan kepada kita yang mendengar firmanNya hari ini; apapun yang terjadi dalam kehidupan kita biarlah tujuan hidup kita adalah memuliakan Tuhan dalam segala laku kita. Saat tujuan hidup kita bukan untuk memuliakan Tuhan, maka kita akan salah memandang kehidupan ini dimana kita memuliakan diri kita sendiri, mengagungkan usaha kita dalam mecapai kesuksesan pribadi, memenuhi obsesi diri yang pada akhirnya akan semakin membawa kita merasakan kekosongan sehingga akhirnya tenggelam dalam rasa ketidakpuasan dan tidak bersyukur. Kiranya kita bisa meninggalkan tahun 2022 dengan hati yang bersyukur dan memuliakan Tuhan, sebab kehidupan kita tidak akan berlangsung tanpa kasih setiaNya dan menyongsong tahun yang baru dalam keteguhan hati. Jurgen Moltmann mengemukakan dalam salah satu karyanya: God is the God of hope (Allah adalah Allah harapan), God is the God of Future (Allah adalah Allah masa mendatang). Artinya Tuhan yang tak terselami itu telah merencanakan masa depan kita dan dari sana IA menarik kita datang kepadaNya. Dengan demikian hati kita pun diteguhkan, sebab di masa lalu Tuhan sudah menolong dan memampukan dan dimasa depan, kita dimampukan semakin memahami rancanganNya bagi hidup kita.

Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.Si (Teol)

GBKP Perpulungen Kupang

SENIN 26 DESEMBER 2022, KHOTBAH TITUS 2:11-15

Invocation       : Supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karuniaNya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikanNya terhadap kita dalam Kristus Yesus (Efesus 2:7)

Bacaan I          : Yesaya 63: 7-10 (Antiponal)

Kotbah            : Titus 2 : 11-15 (Tunggal)

Tema               : Sudah Nyata Kasih Karunia Allah


 

 

  1. Pendahuluan

Natal adalah hari yang penuh kegembiraan, karena Yesus Kristus telah lahir ke dunia. Yesus lahir untuk membawa damai dan mengajarkan kasih kepada sesama manusia, sebab itu Natal menjadi sukacita yang besar.  Sudah sepatutnya, momen Natal digunakan untuk merefleksikan diri akan karunia yang nyata dengan lahirnya Yesus ke dunia. Natal bukan cuma ucapan atau posting foto di media sosial. Kita harus menunjukKan arti natal yang sesungguhnya lewat perbuatan. Pakai momen natal untuk menyebarkan kebaikan. Dengan begitu, natal tidak hanya menjadi perayaan sekali setahun, melainkan tindakan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Isi

Kasih karunia Allah sudah nyata, tidak hanya kepada orang Yahudi saja, tetapi dinyatakan kepada semua orang. Anugerah keselamatan itu diberikan kepada semua orang. Anugerah keselamatan tidak membiarkan kita hidup semberono. Anugerah menggerakkan pola hidup kudus. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Orang fasik bukan orang kafir, tetapi orang fasik adalah orang yang tahu Firman, tahu juga kehendak-Nya tetapi tidak mau melakukan kehendak-Nya, tidak mau menjadi pelaku Firman. Sedangkan Tuhan Yesus berkata “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di surga” (Mat. 7: 21). Yang masuk ke dalam Kerajaan Sorga itu adalah orang-orang yang melakukan kehendak Bapa di Sorga. Walaupun aktif dalam pelayanan, “bernubuat .. mengusir setan ... mengadakan banyak mujijat demi nama-Mu juga” (Mat. 7:22) – tidak menjadi jaminan.

Dampak dari anugerah keselamatan adalah kemenangan atas kuasa dosa. Kita memperoleh kuasa untuk mengalahkan kuasa yang menyeret kita kepada kejahatan. Kristus mengurbankan diri-Nya di kayu salib untuk membebaskan kita dari ikatan dosa serta tidak akan membiarkan kita kembali pada keadaan itu. Kematian Yesus membebaskan kita dari perbudakan Iblis, dipisahkan dari dunia, dan dikhususkan untuk melayani Tuhan dalam kekudusan dan kebenaran. Dengan kasih karunia itu, kita harus mengalami perubahan hidup. Kita harus rajin berbuat baik, artinya sangat bergairah dan tekun melakukannya. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya (Ef. 2:10). Kita diwajibkan beribadah selama hidup di dunia ini. Kesempatan hanya satu kali yaitu selama kita hidup di dunia ini. Rasul Paulus berkata “mempersembahkan tubuhmu ... berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah..” (Rm. 12: 1-2). Ini adalah penyerahan diri secara total tubuh dan jiwa (roh kita milik Tuhan) agar supaya dikuduskan atau dipisahkan dari kejahatan dunia ini “bagi diri-Nya ... umat kepunyaan-Nya”; 

Di ayat 15 Paulus mengingatkan Titus untuk: pertama, memberitakan kabar kesukaan tentang kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua orang, bahwa Kristus telah menyerahkan diri-Nya untuk memebebaskan kita dari segala kejahatan. Kedua, menasihatkan atau membina orang-orang yang telah dimenangkan untuk membangun karakter kehidupan Kristiani yang baik, yang berbeda dengan dunia ini. Dengan kata lain, sebetulnya Paulus berbicara tentang dua jenis perubahan yaitu menerima kasih karunia Allah yaang menyelamatkan, serta perubahan kehidupan dari kehidupan yang bersifat duniawi menjadi kehidupan yang berkenan kepada Tuhan.

Melalui bacaan kita di Yesaya 63:7-10 dapat kita lihat betapa besarnya kasih setia Tuhan kepada umatnya. Walaupun bangsa Israel telah memberontak melawan Dia dan sudah tidak setia. Tetapi Allah tetap sama. Ia selalu setia kepada segala janji-Nya. Yesaya menggambarkan sikap Allah terhadap Israel di sepanjang sejarah mereka, 'Kasih' dan "belas kasihan-Nya" tetap tidak berubah terhadap mereka.

3. Aplikasi

Mungkin kitapernah mendengar pertanyaan bernada miring seperti ini: “Enak sekali ya menjadi orang Kristen? Tinggal percaya kepada Yesus kemudian diselamatkan. Boleh seenaknya berbuat apa saja kemudian dosa-dosanya diampuni.” Inilah anggapan sementara orang yang tidak mengerti ajaran kekristenan yang sesungguhnya. Memang benar kekristenan mengajarkan bahwa keselamatan adalah anugerah Tuhan semata. Hal ini berarti tidak ada peran serta atau usaha manusia sedikitpun, semua murni pekerjaan Tuhan. Anugerah diperlukan karena tidak ada cara lain, termasuk perbuatan baik manusia sekalipun, untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Tetapi bukan berarti orang Kristen setelah diampuni dan diselamatkan kemudian boleh berbuat apa saja. Orang yang sudah mendapatkan anugerah Allah akan belajar siapakah Allah, karakter dan kehendak-Nya. Pengenalan akan Allah selanjutnya memberi kita motivasi untuk hidup seturut dengan kehendak-Nya.

Orang yang menerima keselamatan berarti diubah oleh kasih karunia Tuhan. Kasih karunia yang menyelamatkan itu terjadi melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Maka kasih karunia mendorong penerimanya untuk menyenangkan Tuhan dalam segala sesuatu yang dilakukan. Bukan hanya bicara masalah hidup tak bermoral atau keinginan duniawi yang jahat, bisa saja orang yang tampak baik-baik tidak memiliki tempat bagi Tuhan dalam hidupnya. Maka perubahan hidup yang dimaksud adalah perubahan hingga seseorang menempatkan Tuhan sebagai yang terutama di dalam hidupnya. Konsekuensinya, segala sesuatu yang dapat menggeser tempat Tuhan akan disingkirkan.

Orang Kristen yang sungguh telah mengalami perubahan menolak keegoisan, kesombongan, ketamakan, dan segala kesenangan hidup dalam dosa. Perubahan hidup berarti hidup dalam pengendalian diri, dalam kebenaran, dan dalam kesalehan. Pengharapan akan kedatangan Kristus yang kedua kali juga mendorong orang beriman untuk memiliki sikap siap sedia menyambut kedatangan Dia. Itu menghasilkan buah-buah perbuatan baik. Keselamatan memang seharusnya menghadirkan dampak positif yang mewujud pada aspek-aspek praktis dalam hidup orang yang telah dibebaskan Kristus. Karena memang untuk itulah Kristus mengorbankan diri-Nya. Namun tak cukup sampai di situ. Bicara tentang kasih karunia bukan hanya bicara tentang manfaatnya bagi diri sendiri, melainkan juga bicara tentang memberitakannya kepada orang lain agar mereka pun menikmatinya juga.

Bagaimana hidup kita setelah menerima kasih karunia Tuhan? Adakah yang dikikis dan adakah yang bertumbuh? Tunjukkanlah syukur kita atas kasih karunia yang kita peroleh dengan meninggalkan kefasikan dan keinginan duniawi, belajar hidup bijaksana, adil, serta rajin berbuat baik.

MINGGU 25 DESEMBER 2022, KHOTBAH YOHANES 1:1-14 (KHOTBAH NATAL)

Invocatio         : Lukas 2:7

Bacaan            : Yesaya 9:1-6

Thema             : Firman Itu Telah Menjadi Manusia


 

I. Pendahuluan

Apakah makna Natal yang sebenarnya? Natal yang sebenarnya adalah Allah menjadi manusia, berkemah dalam kemah kita. Allah memberikan kebenaran, keselamatan dan penyertaan. Natal bukanlah pohon Natal terang, walaupun terangnya mengingatkan kita pada Terang kemuliaan Kristus. Natal bukanlah bingkisan kado, walaupun bingkisan itu mengingatkan kita pada kado Allah yang istimewa. Natal bukanlah sekadar hari libur (holiday), walaupun hari kelahiran-Nya memang sebuah hari yang kudus (holy day). Natal bukan pula sekadar setumpuk karakter dengan pesan retoris, walaupun ia mengingatkan kita pada pesan keselamatan. Semua aksesori natal itu menjadi tidak bermakna ketika kita kehilangan esensinya. Makna natal akan hilang ketika kita justru kehilangan pesan sesungguhnya: “Firman itu telah menjadi manusia dan berkemah di antara kita”. Kita sudah terlalu lama hidup dalam budaya natal yang menjauhkan kita dari tenda tempat Terang itu hadir. Ketika kita berkata, “Merry Christmast” kita tidak lagi merayakan kelahiran Yesus Kristus. Kita tidak lagi terpesona pada kado kehidupan dari Allah yang dihadiahkan dalam kehinaan. Kita tidak lagi perlu bertanya, apakah khotbah dan firman diberitakan ketika malam natal atau pada saat natal, asalkan lagu Malam Kudus tidak dihapus dari liturgi. Banyak gereja yang lebih suka menghamburkan dan mengeluarkan uang sebesar apapun agar tampil indah ketika natal daripada menyerahkan seluruh hidup pada Sang Bayi Kudus itu.

II. Isi

Bahan invocatio kita yang diambil dari Lukas 2:7 saya sebagai penulis bahan sermon mencoba melihat pendekatan yang berbeda dari penafsiran bahan invocatio ini. Siapa orang yang paling patut dikasihani selama drama-drama natal? Sebenarnya bukan Maria atau Yusuf, melainkan pemilik penginapan yang selalu digambarkan galak, tidak kasihan pada Maria yang hamil, dan malah mengusir mereka. Kenapa si pemilik penginapan yang dikasihani? Bukankah Maria dan Yusuf tidak mendapatkan penginapan sama sekali? Memang tidak terlalu jelas penyebabnya, entah karena penginapannya penuh atau pasangan ini pada dasarnya tidak diterima. Bukankah Alkitab mengatakan itu dalam Lukas 2:7 (silahkan baca teks bahan invocatio). Sebenarnya terjemahan ayat 7 ini tidak terlalu tepat. Kalau kita lihat secara utuh Lukas 2 ini, ayat 1-2 menyatakan, di negeri Siria tengah dilaksanakan sensus penduduk. Semua orang lalu balik ke kampung halaman masing-masing. Jadi, bisa dibayangkan semua orang mudik, seperti lebaran atau mulih kerja tahun. Biasanya masyarakat kini, dulu keluarga yang merantau juga akan kembali ke rumah orangtua atau sanak saudara mereka. Bisa dibayangkan, ada banyak orang kembali menuju Betlehem, termasuk Yusuf dan Maria (ay. 3-4), karena kampong Yusuf memang di sana. Dengan kondisi Maria yang mengandung, tentu mereka berjalan sangat perlahan. Sesampai di Betlehem, banyak ahli menafsir, mereka ingin menginap di tempat keluarga atau kerabat mereka. Bukan penginapan. Bukan juga kandang. Penginapan dalam bahasa aslinya dipakai kata pandocheion (misalnya, dalam kisah orang Samaria, Luk. 10:34). Kata yang dipakai di Lukas 2:7 ini adalah kataluma. Artinya, ruang tamu atau ruang atas. Biasanya, ruang tamu orang Israel berada di bagian atas. Ketika Yesus mengadakan perjamuan terakhir, Dia mengadakannya di kataluma (Luk. 22:12). Sekarang, ruang tamu itu penuh oleh kunjungan orang yang mudik dan hendak menginap. Tiba-tiba Yusuf dan Maria datang. Padahal, sudah tidak ada lagi ruangan kosong dalam rumah-rumah. Tapi, si pemilik rumah, keluarga itu, tetap menyambut Yusuf dan Maria. Mereka memaksa diri untuk membuka rumah demi pasangan ini. Satu-satunya ruangan tersisa hanya ruang bawah. Memberi ruang bawah justru adalah sebuah keputusan yang luar biasa, supaya Bayi yang nanti lahir tidak terganggu kebisingan banyak orang dan ibu yang baru melahirkan pun dapat beristirahat. Singkat kata, itu tempat terbaik untuk kondisi Maria. Hal menarik lainnya, ternak adalah harta yang sangat berharga bagi orang Israel saat itu. Setiap malam lazimnya ternak-ternak itu dibawa masuk ke rumah, karena dikhawatirkan akan dicuri orang. Jadi, tidak heran jika ada palungan tempat makan ternak di dalam rumah. Palungan itulah yang akhirnya dipakai untuk meletakkan Yesus. Segalanya serba darurat. Serba apa adanya. Akan tetapi, yang terpenting Yusuf dan Maria bisa ditampung, diterima dan disambut.

Kita dapat mengetahui gambaran yang tepat dari suatu peristiwa ketika kita mampu memahami latar belakangnya. Demikian pula kita akan dapat memahami nubuat nabi dalam Yesaya 9 tatkala kita dapat memahami latar belakang umat Israel dan Yehuda pada waktu itu. Dari pasal 8, kita dapat membaca bahwa Kerajaan Israel selatan, yaitu Yehuda, saat itu sedang berada dalam situasi bahaya. Kerajaan Yehuda telah dikepung dan akan diserbu oleh kerajaan Asyur. Semula, kerajaan Yehuda dan Asyur adalah sekutu. Kerajaan Asyur dijadikan pelindung bagi kerajaan Yehuda. Kemudian, kerajaan Asyur berbalik dan ingin merebut serta menguasai kerajaan Yehuda. Sebelumnya Allah menawarkan pertolongan dan perlindungan, namun Raja Ahaz menolak. Sebaliknya, ia lebih memilih berlindung pada kerajaan Asyur. Ternyata kemudian, kerajaan Asyur berubah menjadi musuh mereka. Selain itu, umat Israel juga ikut berpaling meninggalkan Tuhan Allah. Mereka lebih percaya kepada petunjuk orang mati dan roh-roh peramal (Yes. 8:19). Itu sebabnya seluruh umat Israel di wilayah kerajaan Yehuda berada dalam kesuraman. Mereka terancam oleh serangan militer kerajaan Asyur. Secara politis, mereka berada dalam situasi kritis. Sedang dalam kehidupan religius dan moral, mereka telah kehilangan pegangan iman sehingga mereka lebih cenderung berjalan menurut kehendak mereka sendiri. Itu sebabnya kehidupan umat Israel di kerajaan Yehuda penuh ditandai dengan kekacauan, kegelisahan, dan situasi yang gelap. Mereka telah terpuruh tanpa harapan dan tidak lagi mempunyai penolong.

Tapi, sangat ajaib! Di tengah situasi yang kelam dan gelap itu, Allah berkenan menunjukkan anugerah-Nya. Kerajaan Yehuda menerima nubuat dari Allah yang memberi pengharapan yang baru. Kerajaan Yehuda yang sedang terhimpit oleh ancaman dan serbuan tentara Kerajaan Asyur ternyata tidak ditinggalkan Allah. Mereka memang telah berpaling meninggalkan Allah dengan menyandarkan diri kepada kekuatan politik dan militer kerajaan Asyur. Umat Israel juga telah berpaling dengan mencari nasihat roh-roh peramal dan orang mati. Tetapi, kasih setia Allah melampaui segala dosa dan pemberontakan mereka. Allah bertindak menyelamatkan umat-Nya berdasarkan anugerah dan kemurahan-Nya sendiri. Allah mau menyatakan keselamatan-Nya sehingga bangsa yang berjalan di dalam kegelapan melihat terang yang besar dan mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar (Yes. 9:1). Umat Israel yang semula berada dalam kekelaman dan kegelapan memperoleh anugerah Allah sehingga memiliki pengharapan. Terang dari Allah tersebut kelak akan mengubah kesedihan dan penderitaan mereka menjadi sukacita yang besar (Yes. 9:2). Tentunya, nubuat Nabi Yesaya ini memberikan gairah pengharapan yang sama sekali berbeda kepada umat Israel yang semula terpuruk dan menderita. Mereka diajak untuk melihat ke masa depan, yaitu kepada janji Allah yang akan mengaruniakan kepada mereka suatu “sukacita besar”. Zaman eskatologis dengan datangnya Sang Mesias akan ditandai oleh lenyapnya kekerasan dan kekuatan militer. Apabila semula, kondisi perdamaian sering dipertahankan dengan penggunaan kekerasan dan militer, saat datangnya Sang Mesias, perdamaian tidak lagi dipertahankan atau diperoleh dengan kekerasan dan kekuatan militer. Perdamaian yang kekal akan dikaruniakan oleh Allah melalui kelahiran Sang Mesias. Dialah yang akan memutuskan mata rantai kekerasan, kekejaman, dan kejahatan yang selama ini telah membelenggu kehidupan umat manusia.

Di tengah kesuraman hidup dan rasa terluka karena mereka dikhianati oleh Kerajaan Asyur, umat Israel memperoleh penghiburan dan pengharapan dari Allah. Allah menjanjikan datangnya seorang Mesias yang akan lahir dari tengah mereka (Yes. 9:5). Sang Mesias yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya tersebut sangat jelas bukan sekadar seorang tokoh sejarah dan raja duniawi. Dia yang dinubuatkan itu memiliki sifat-sifat ilahi dan wibawa Allah yang menaungi-Nya sehingga Dia dapat menjalankan pemerintahan Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Selain itu nubuat tersebut mengungkapkan identitas nama dari Sang Mesias, yaitu: Penasihat Ajaib: Sang Mesias memiliki Roh hikmat Allah yang melampaui segala pengertian dan kebijaksanaan manusia sepanjang zaman. Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sehingga seluruh dunia akan dipengaruhi oleh hidup-Nya. Jadi, seluruh hidup Sang Mesias dipenuhi oleh pengertian dan kehendak Allah sehingga Dia mampu memerankan diri sebagai Sang Hikmat yang hadir dalam realitas sejarah. Allah yang perkasa: ungkapan gelar ini berlatar belakang dari para pahlawan pada zaman dahulu yang mampu memimpin perang dan memenangkan peperangan secara gemilang sehingga pahlawan itu disebut pahlawan perkasa. Demikian pula sebagai Mesias, Dia akan menjadi pahlawan Allah yang mampu memenangkan “peperangan” dengan musuh utama manusia, yaitu kuasa dosa. Seluruh hidup-Nya dikuasai oleh wibawa Allah yang luar biasa, baik perkataan maupun tindakan-Nya sehingga kuasa dosa dan kegelapan akan takluk di hadapan-Nya. Hanya Dia yang mampu mengalahkan kuasa kegelapan dan dosa yang menguasai dan membelenggu hidup manusia. Bapa yang kekal: dengan karakter-Nya yang khas, Sang Mesias akan menampilkan pemerintahan Allah sebagai Bapa. Ciri utama dari pemerintahan-Nya adalah kasih seorang Bapa. Umat manusia bukan dijadikan “hamba” atau “budak” melainkan sebagai “anak-anak Allah”. Pemerintahan kasih-Nya tidak pernah berkesudahan. Ini sangat berbeda dengan pola pemerintahan dunia yang cenderung didasarkan pada kekerasan dan kekejaman sehingga umumnya terbukti tidak pernah bertahan lama. Raja Damai: kehadiran Sang Mesias sebagai Raja akan menciptakan damai sejahtera dan keselamatan yang utuh bagi seluruh umat manusia. Dalam pemerintahan-Nya, seluruh umat manusia mampu berdamai dengan Allah, sesama dan alam, serta diri mereka sendiri.

Injil Yohanes tidak memulai kesaksian Injilnya dari kelahiran Kristus, tetapi dengan praeksistensi Kristus yang telah berada sejak kekal bersama dengan Allah. Kristus dalam hakikat diri-Nya adalah Firman Allah. Dia telah bersama dengan Allah sejak kekal. Hubungan Allah dengan Kristus merupakan relasi Allah dengan Sabda-Nya (Yoh. 1:1-2). Dengan demikian, Kristus adalah Tuhan, bukan karena Kristus telah berhasil mencapai kesempurnaan sehingga Dia dimuliakan dan menjadi ilahi atau Tuhan, melainkan karena pada hakikatnya Dia adalah Firman Allah yang telah sejak kekal bersama dengan Allah. Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta serta sumber segala yang hidup (Yoh. 1:3-4). Dalam wujud inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus mampu membuktikan diri-Nya sebagai pengejawantahan diri dari Sang Firman. Allah dan Firman-Nya tentunya saling berbeda, tetapi pada saat yang sama Sang Firman itu adalah Allah (Yoh. 1:1).

Di dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus sungguh berada di dalam sejarah umat manusia, dan Dia berkenan menjadi bagian dari manusia yang senantiasa mengalami pergumulan hidup yang sulit dan penuh penderitaan. Melalui inkarnasi-Nya, Firman Allah sebagai sumber hidup dan terang manusia (Yoh. 1:4-5) masuk dalam sejarah manusia yang gelap, kelam dan tanpa pengharapan akan keselamatan, agar kehidupan umat manusia ditransformasikan dan diperbarui. Kini di dalam inkarnasi Kristus, manusia memiliki pengharapan, jaminan keselamatan, dan hidup kekal. Manusia tidak lagi sendirian berjuang dengan usaha dan pengumpulan amal ibadahnya untuk menyelamatkan diri. Melalui inkarnasi Kristus, Allah telah menyediakan pengharapan dan keselamatan bagi setiap orang.

Kita mengetahui bahwa usaha manusia dengan ritual agama dan amal ibadahnya telah gagal untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, yaitu kehidupan yang lebih berkualitas dan beradab. Justru kini agama-agama telah dijadikan pembenaran untuk melakukan berbagai perbuatan keji, pembantaian, tindakan merusak, dan menghancurkan kemanusiaan. Hakikat manusia yang berdosa membuatnya tidak mungkin mampu berlaku benar di hadapan Allah. Setiap manusia membutuhkan pertolongan dan keselamatan yang dikerjakan sendiri oleh Allah. Itu sebabnya, Allah mengaruniakan Kristus agar melalui kehidupan dan karya Kristus, hidup kita makin diperbarui, dikuduskan, diteguhkan, dan diselamatkan. Alkitab menyatakan bahwa inkarnasi Kristus sesungguhnya merupakan wujud dari kasih karunia Allah yang paling agung (Yoh. 1:16-17). Dengan demikian, hakikat dan makna keselamatan dalam iman Kristen bukan merupakan usaha, hasil perjuangan, dan prestasi rohani manusia, melainkan anugerah Allah. Kristus adalah anugerah bagi seluruh umat manusia. Itu sebabnya dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus yang ilahi berkenan menjadi daging. Firman itu telah menjadi manusia (Yoh. 1:14). Nilai “kemanusiaan” atau kedirian manusia yang terbungkus oleh daging dan darah tidak lagi ditempatkan sebagai sesuatu yang hina dan rendah. Hidup manusia secara total, fisik, dan rohani diangkat oleh karya Kristus dalam predikat yang mulia sebagai anak-anak Allah.

Kristus berinkarnasi menjadi manusia dan sungguh mengalami berbagai persoalan hidup manusia secara riil dan langsung. Melalui Kristus, Allah rela merasakan penderitaan. Di dalam Kristus, Allah berempati dengan umat-Nya yang sedang menderita serta hidup tanpa pengharapan. Realitas penderitaan, kesedihan, kesakitan, duka cita dan pergumulan manusia bukan sekadar dilihat dan dimengerti Allah, melainkan sungguh ikut dirasakan dan dialami oleh-Nya. Di dalam Kristus Allah berada di tengah setiap orang yang sedang menderita dan hidup tanpa pengharapan. Allah beserta dan tinggal bersama dengan manusia. Allah di dalam Kristus adalah Sang Imanuel. Dengan demikian, inkarnasi Kristus dalam pemikiran dan iman Kristen justru merupakan wujud dari kasih karunia dan keselamatan Allah yang memberikan jaminan hidup kekal dan pengharapan.

III. Refleksi

Jadi, siapakah yang menyambut Bayi Yesus untuk pertama kalinya? Bukan gembala dan orang Majus melainkan pemilik rumah yang menyediakan diri dibuat repot oleh seorang perempuan mengandung dengan tunangannya. Sang perempuan bahkan melahirkan di rumahnya yang sudah penuh sesak. Natal berarti Allah membuka diri bagi manusia berdosa. Natal berarti keramahtamahan Allah ditunjukkan sepenuhnya di dalam Yesus Kristus. Natal berarti Allah percaya bahwa manusia masih bisa diharapkan untuk menunjukkan keramahtamahan kepada sesamanya, sekalipun memiliki konsekuensi-konsekuensi yang merugikan. Di rumah itu, ketika Yesus lahir, keramahtamahan ilahi dan keramahtamahan manusiawi bertemu. Di rumah yang penuh seorang Bayi Kudus lahir. Pada masa kini, bukankah keramahtamahan sudah mulai hilang? Orang membangun rumah besar dengan pagar yang tinggi dan tebal. Asing satu sama lain. Tetangga sudah mulai tidak kenal. Keramahtamahan pada peristiwa Natal ditunjukkan dalam sikap menerima kehadiran Yesus, serta memberi tempat bagi Yusuf dan Maria yang tidak punya tempat tinggal. Lalu, apa arti keramahtamahan bagi kita sekarang? Pertama, sadar bahwa hidup bukan untuk diri sendiri melainkan untuk Allah dan sesama. Kedua, sadar bahwa semua manusia berharga dan dihargai Allah. Ketiga, sadar bahwa semua manusia, sekalipun berharga bagi Tuhan, juga berdosa. Keempat, sadar bahwa yang ada pada kita bukan milik kita melainkan milik Allah yang dipercayakan kepada kita.

Allah kita adalah Allah empati. Empati berarti menyeberangi jurang. Suka orang lain menjadi suka kita; dukanya menjadi duka kita. Allah kita adalah Allah yang berempati dengan manusia, karena Dia bergerak menyeberangi jurang yang lebar dan dalam antara manusia dan Allah. Dia turun ke dunia dan bukan hanya menjadi sama dengan manusia. Ini berita terbesar segala masa. Sementara dunia menganggap Allah begitu jauh, Natal justru menegaskan Dia dekat, bahkan begitu dekat. Itu sebabnya Yohanes 1:14 penting. Dalam ayat ini hanya dikatakan “Firman itu telah menjadi manusia”, tetapi dilanjutkan, “dan diam di antara kita”. Dalam bahasa aslinya, frasa “diam di antara kita” yang dipakai adalah “berkemah di antara kita”. Ketika manusia berziarah di padang gurun yang tandus dan malam pun tiba, para peziarah berkemah. Mereka sekarang berada di tengah-tengah kegelapan yang tergelap. Ilustrasi ini yang dipakai Yohanes ketika ia berkata “Firman itu telah menjadi manusia dan berkemah di antara kita”. Itu sebabnya Yohanes meneruskan pada ayat 14 ini, “dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Di dalam kemah yang diselubungi kegelapan, Terang diberikan. Allah tidak menawarkan Terang itu dari surga yang jauh dan mengundang manusia berusaha menjangkau walau sudah pasti tidak akan mungkin meraihnya. Terang itulah yang kini turun, menerobos pekatnya dosa dan memasuki tenda hidup kita. Itu sebabnya pada ayat 5-9 ditegaskan bahwa Firman yang menjadi manusia itu adalah terang yang menerobos tenda kemanusiaan yang gelap. Pertanyaannya, mengapa Allah mau menjadi manusia? Saya sebagai penulis bahan sermon ini tidak mampu menggambarkan betapa besar kasih Allah. Alkitab sudah cukup memenuhi halaman tulisannya dengan gambaran kasih Allah. Saya tidak mampu lebih baik lagi menggambarkan kasih Allah. Namun, yang terpenting sekarang ada dua hal. Pertama, sudahkah kita menyediakan ruang hati kita untuk menerima kasih Allah? Sudahkah kita mengizinkan Bayi Kudus itu berkemah dalam sudut hati kita yang paling gelap? Kita sudah terlalu lama hanya berusaha memahami dan mengerti makna kasih Allah, tetapi gagal untuk merasakan dan mengalaminya. Kasih Allah pertama-tama bukan untuk dimengerti, melainkan dialami. Kedua, ketika kita sudah mengalami kasih Allah, apa yang berubah dalam hidup kita? Sudahkah pola kasih Allah mengubah cara pola pikir, hati dan sikap hidup kita? Sudahkah empati Allah juga menjadi empati kita?

 

Pdt. Andreas Pranata Meliala-GBKP Cibinong

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD