SABTU 08 APRIL 2023, KHOTBAH MATIUS 27:62-66 (SABTU PENGHARAPAN)

Invocatio: “Dan didalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara (1 Petrus 3:19)

Ogen: Masmur 115:16-18 (Responsoria) 

Tema: Yesus  dalam dunia kematian/Jesus I Bas Doni Kematen

 

Pengantar:

Sabtu Pengharapan sering disebut juga dengan sabtu sunyi/sabtu sepi. Sabtu sunyi memperingati saat tubuh Yesus dibaringkan di dalam kubur setelah disalibkan pada hari jumat Agung. Ini adalah momen dimana Yesus masuk ke dalam dunia kematian. Yesus yang benar-benar  Allah dan benar-benar manusia itu, harus melewati kisah yang sangat melelahkan sejak malam dimana Yesus makan bersama dengan para murid hingga penyaliban yang berakhir dengan kematian. Sabtu sunyi membawa kita untuk lebih dalam lagi memahami betapa besarnya kasih Tuhan buat kita. Dia berada dalam dunia kematian, hal yang paling menakutkan bagi manusia. Tapi ingatlah bahwa peristiwa ini bukan memperlihatkan ketidak berdayaanNya tapi keberadanNya di sana untuk memberikan pengharapan karena Yesus pun berjuang guna menyelamatkan kita dengan menaklukan dunia kematian. Sehingga kita simpulkan bahwa sabtu pengharapan adalah jembatan penghubung antara kematian (jumat agung) dengan kebangkitan (Paskah).

Penjelasan Teks

  • Matius 27:62-66 menjelaskan bahwa, peristiwa ini terjadi pada hari persiapan. Lebih jelasnya dalam Mrk. 15:42, dikatakan bahwa saat itu terjadi ketika hari mulai malam, yaitu hari menjelang sabat, datanglah para imam-imam kepala

dan orang Farisi menghadap Pilatus. Kedatangan mereka hendak mengingatkan Pilatus karena mereka mengingat nubuatan yang pernah disampaikan oleh Yesus,”bahwa sesudah tiga hari Aku akan bangkit”, para pemimpin imam imam tidak mau mengambil resiko. Sehingga mereka menjumpai Pilatus dan mengingatkan hal itu. Ada ketakutan besar jika kabar kebangkitan itu benar- benar terjadi dan tersebar luas maka itu akan mendatangkan malapetaka bagi mereka.

Maka Pilatus mengeluarkan perintah dan memberikan “Penjaga-penjaga” bagi mereka.

Para imam dan orang Farisi berusaha melakukan tindakan pencegahan

dengan memeterai kubur itu, dengan menghubungkan batu penutup kubur dengan lubang kubur memakai tali seperti arahan Pilatus kepada mereka. Mereka juga menempatkan penjaga-penjaga Romawi di luar kubur itu, dan mereka memeterai kubur itu. Meterai itu mengandung ancaman kematian bagi siapa saja yang mungkin merusak kubur itu. Hal ini seperti kekuatan bagi mereka, karena mereka mencurigai bahwa kebangkitan Yesus ini adalah scenario yang diciptakan oleh para murid yang mungkin datang mencuri, lalu akan mengatakan bahwa IA telah bangkit. Dengan adanya materai dan penjagaan dari Pilatus ini seperti kunci mati sekaligus ancaman jika ada yang berani melanggar. Padahal para murid sendiri pun tidak mengingat pembicaraan Yesus yang sudah berulang kali mengatakan tentang kebangkitanNya pada hari ke tiga karena mereka hanya larut dalam keadaan berkabung yang sangat dalam.

Disebuah artikel dituliskan: Kesunyian pada titik tertentu dapat menjadi kesepatan bagi manusia untuk mencari, mendalami, memahami dan memaknai diri serta kehidupannya. Di dalam kesunyian, manusia, memiliki ruang untuk melakukan semua tanpa adanya gangguan dari luar. Namun kesunyian juga dapat berubah menjadi pengalaman yang menakutkan karena didalamnya manusia terasing dari segala hal yang  biasa ada disekitarnya. Kesunyian itu pula yang ada dalam kehidupan para murid pasca kematian Yesus di kayu salib. Realitas yang mereka hadapi menghilangkan keyakinan dan ingatan mereka atas apa yang dikatakan dan dijanjikan oleh Yesus. Mereka ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Segala perjalanan hidup yang mereka jalani bersama selama 3 tahun menjadi perjalanan hidup yang sekali seumur hidup dan dipenuhi dengan banyak keajaiban/mukjizat. Sedih, takut, kecewa, kesepian, kebingungan dan putus asa, itulah yang mereka rasakan pada hari itu. Tapi sekalipun itu yang terjadi, semua akan berubah besok seiring dengan bergantinya hari.

Pilatus dan orang-orang Yahudi itu tidak menyadari bahwa tidak ada penjaga, tidak ada pengamanan, yang bisa mencegah mayat Yesus untuk dibangkitkan! Alih-alih mencegah penyebaran desas-desus palsu, seperti yang mereka inginkan, bahkan pengamanan kubur itu sebenarnya berfungsi untuk membuktikan kebenaran kebangkitan Yesus. Mereka menjadi saksi yang mematahkan berbagai asumsi-asumsi kebangkitan Yesus.

  • Masmur 115:16-18, pembacaan yang pertama memperlihatkan suasana perayaan kemenangan setelah mengalahkan bangsa lain. Bangsa Israel sungguh mengakui dan menyadari perbedaan antara Allah yang mereka sembah dan allah bangsa lain. Israel melihat ilah bangs alai sebagai ilah yang memiliki segala yang seharusnya ada mulut, mata, telinga, hidung, tangan, kaki (ay.5-7), tetapi semua tidak berfungsi karena mereka tidak hidup. Walaupun dibuat dari bahan yang terbaik dan dibentuk sempurna, tapi tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya menjadi benda yang tak bergerak. Sedangkan Tuhan adalah Allah yang sanggup menolong, menjadi perisai dan yang juga memberkati bangsaNya (ay.9-14) jadi benarlah yang diserukan oleh pemasmur bahwa seharusnya kita hanya percaya kepada Tuhan karena Dia hidup serta sanggup menolong dan memberkati.Bahkan pertolongan Tuhan itu yang membuat kita tetap hidup. Kita yang seharusnya mati karena dosa, tapi beroleh kehidupan dengan kematian dan kebangkitan Yesus supaya kita hidup untuk mempermuliakan Tuhan.

Aplikasi/Kesimpulan

Injil Matius menekankan kesungguhan kematian Yesus, dan melawan sangkalan- sangkalan orang Yahudi terhadap kebangkitan-Nya. Oleh sebab itu dari teks ini ada beberapa penekanan yang bisa kita dapat:

  1. Allah berkuasa dan kuasaNya nyata baik ketika Dia hidup bahkan dalam

kematian. Ilustrasi: Angka 8.

Jika dilihat dari berbagai arah baik dari atas atau dari bawah, dari depan atau belakang tidak berubah seperti angka yang lainnya.

Kematian tidak mampu membatasi kuasa Tuhan yang bekerja dala dunia ini. Kubur yang dijaga, justru memperkuat bahwa Yesus benar-benar bangkit. Oleh sebab itu sekalipun keadaan kita seperti para murid yang terpuruk dalam keadaan, ingatlah kita punya Tuhan yang berkuasa (bnd. Pembacaan pertama), yang tidak pernah kehilangan kuasaNya. Sabtu pengharapan ada diantara masa berkabung dan sukacita. Artinya berada diantara keputusasaan dan harapan.

Berarti sabtu sunyi tidak akan bertahan lama tetapi akan segera berganti. Karena kematian tidak melenyapkan kuasa Tuhan. Kematian memang pasti, tapi kebangkitan juga adalah kepastian. Oleh sebab itu tetap arahkan hati dan pikiran kepada Yesus ditengah kesunyian yang besar dalam hidup kita. Temukan suara Tuhan ditengah kesunyian hidup. Dan orang yang membawa orang lain keluar dari kesunyian hidupnya (invocatio).

  1. Tidak ada seorangpun yg dapat menghalangi rencana Allah

Pilatus dengan segala kuasanya, orang-orang Yahudi dengan segala rencananya bersatu padu dengan 1 tujuan, yaitu bagaimana caranya agar yesus tidak bangkit dan tidak dapat keluar dari kubur. Mereka ingin melihat, bagaimana kematian Yesus merupakan akhir dari pelayanan Yesus. Hari ini kita diingatkan bahwa tidak ada yg dapat menghalangi rencana Allah. Oleh sebab itu tetaplah percaya, tetaplah dekat dan bergantung kepada Tuhan.

Karena, rencana Allah tidak dapat digagalkan oleh siapapun. Rencana Allah tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Allah tetap mengerjakan rencananya.

Berjalanlah dengan tenang dan syukur sebagai orang percaya, karena, tidak ada yg dapat menghalangi rencana Allah.

Pdt Sripinta Ginting

Rg Cileungsi

JUMAT 07 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 19:28-30 (JUMAT AGUNG)

Tema :

“Jesus Ndungi DahinNa” (“Yesus Menyelesaikan PekerjaanNya”)

Invocatio :

1 Pet. 2: 24 

Bacaan :

Mzm. 22: 12-16 

 

1. Pendahuluan

Jumat Agung adalah hari peringatan penyaliban Yesus Kristus dan wafatNya di Golgota, untuk menebus dosa manusia. Jumat agung salah satu hari yang disebut Pekan Suci, dimulai dari Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi dan Minggu Paskah. Ini adalah rentetan kisah yang memiliki makna kasih yang dalam dari seorang bapa kepada anaknya, yang rela menurunkan harga diriNya dan menunjukan cara untuk menunjukan kasih tanpa perkataan tapi langsung perbuatan, dengan mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa manusia. Jumat Agung adalah peristiwa penting dalam Kekristenan oleh sebab itu setiap kali memperingati Jumat Agung kita melakukan Perjamuan Kudus untuk mengenang peristiwa penyaliban dalam proses penebusan dosa manusia agar kembali berdamai dengan Allah dan sesama manusia.

2. Isi

Yesus adalah Anak Allah yang diutusNya untuk melakukan misiNya di dunia ini, dalam rangka penyelamatan manusia, seperti kita ketahui maka Yesus datang ke dunia ini dengan banyak keunikan, Dia di kandung oleh perawan, lahir di palungan kandang domba, dan dalam perjalanan pelayananNya banyak sekali tantangan dan goncangan yang Dia hadapi. Dalam perjalanan pelayananNya juga juga banyak melakukan muzijat dan menunjukan bahkan menegaskan bahwa IA adalah Anak Allah, sehingga ahli Taurat merasa terganggu, hingga berencana untuk menghukum Dia ke dalam hukuman mati yaitu penyaliban di bukit Golgota. Pada bagian ini Yesus menerima semua yang sudah diaturkan oleh Allah Bapa dalam rangka penyelesaian tugasNya di dunia, dalam rangka penyelamatan dunia yang sangat di kasihi oleh Allah tersebut bdk. Yoh 3:16.

Sehingga boleh kita lihat dalam Yohanes 19:28-30 adalah detik-detik akhir Yesus sebelum ia meninggal di atas kayu salib. Dalam teks ini ada dua perkataan Yesus yang menunjukan akhir dari perjalanan dalam rangka penebusan dosa manusia, ketika ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan mati, supaya genap apa yang tertulis dalam Kitab Suci maka IA mengatakan “Aku haus”.maka prajurit memberikan anggur karena disitu ada suatu bekas penuh anggur asam, sesuai dengan kebiasaan pelaksanaan hukuman seperti pada saat itu, atau seperti yang diperkirakan beberapa orang anggur yang biasanya mereka berikan kepada orang-orang yang hendak binasa. Maka mereka memberikannya dengan mencucukkan bunga karang yang telah dicelupkan dalam anggur asam, lalu mereka menaruhnya ke sebatang hisop dan memasukkannya ke mulut Yesus. Itulah yang mereka berikan ketika Yesus mengatakan “Aku haus”.

Perkataan selanjutnya yaitu “sudah selesai” adalah ungkapan yang di katakan Yesus setelah selesai minum anggur asam dan sebelum IA meninggal. Sudah selesai dalam bahasa Yunani “Tetalestai” bahasa Indonesia “Sudah selesai” karo “enggo sai” “La nadingken tegun lolo” (enggo seh sura-sura/tangungjawab, perjuangan sudah selesai). yang menunjukan atau mengarah kepada kemenangan dengan sorak sorai, yang merampungkan segalanya dengan penuh penghiburan, mengapa begitu? Karena dengan sudah selesai maka segala kepahitan dari kejahatan dan tindakan permusuhan para penganiaya telah selesai dibayar lunas. Disamping itu makna dari kata sudah selesai juga adalah rancangan dan perintah BapaNya mengenai penderitaanNya kini telah tergenapi sehingga sudah tamatlah riwayat dosa dimana pelanggaran sudah diakhiri dengan datangnya kebenaran untuk selama-lamanya. Dimana Anak Domba Allah dikorbankan untuk menghapus dosa dunia. Dan akhirnya IA menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya kepada Allah Bapa.

Semua yang dilakukan Yesus hanya untuk kesembuhan dan hubungan baik kita kepada Sang Pencipta, seperti penegasan dalam Invocatio kita : 1 Petrus 2:24; tujuan dari kematian Yesus adalah agar kita dapat dipisahkan dari kesalahan, kuasa, dan pengaruh dosa. Melalui kematianNya, Yesus melenyapkan kesalahan dan hukuman bagi kita, membuka jalan hingga kita pantas untuk kembali kepada Allah dan menerima kasih karunia untuk hidup benar di hadapanNya. Petrus menggunakan kata sembuh dalam hubungan keselamatan dengan segala berkat Tuhan.

Bahan bacaan kita Mazmur 22:12-16 menekankan betapa beratnya perasaan Pemazmur dalam menghadapi musim kehidupan yang boleh Tuhan izinkan dalam peziarahan kehidupannya. Mazmur ini adalah Mazmur yang pertama dari Mazmur-Mazmur kesengsaraan, seruan pembukaan Mazmur ini juga digunakan Yesus ketika berada di kayu salib, dengan mengatakan “Eli Eli Lama Sabakhtani” ketika ia merasa ditinggalkan Allah Bapa.

3. Aplikasi

Peristiwa Jumat Agung, yaitu peristiwa pengorbanan yang melampaui segalanya dalam sejarah dunia, karena Jumat Agung menekankan kepada kita, tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih yang rela berkorban memberikan nyawanya untuk sahabatnya. Melalui peristiwa ini kita boleh berefleksi bahwa :

  1. Allah Sang Maha Kasih selalu merancangkan yang terbaik sekalipun IA harus berkorban untuk kepentingan dunia, dalam kehidupan kita sudahkah kita mau berkorban untuk kepentingan orang lain? Tanda kita sudah mendapatkan kasihNya?
  2. Sengsara yang diterima Yesus, di jalaniNya dengan setia, Dia tidak mengandalkan orang dalam sebagai IA Anak Allah, bisa saja IA memakai kekuasaanNya untuk tidak merasakan sengsara jalan salib, tetapi tidak itu yang dijalaniNya, tapi IA mau ikut dalam proses tanpa protes untuk misi penyelamatan manusia, dalam proses peziarahan kehidupan kita manakah yang lebih banyak kita lakukan, bersyukur setia akan rencana Tuhan dalam hidup atau protes pada Tuhan?

Melalui peristiwa Jumat Agung ini marilah kita semakin bersyukur dan      menyadari dalam situasi apapun hidup kita, marilah kita tetap setia dan berharap hanya pada Tuhan saja. Yang kelihatannya kalah belum tentu kalah, karena Jumat Agung bukan kekalahan tapi awal dari kemenangan orang percaya. Kematian Yesus merupakan jalan untuk memperoleh kemenangan kekal.

Pdt. Prananta Jaya Manik

GBKP Bogor Barat

KAMIS 06 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 13:12-17 (KAMIS PUTIH)

Invocatio:

1 Petrus 2:21

Bacaan:

Markus 14:22-26

Khotbah:

Yohanes 13:12-17

Thema:

Yesus Jadi Teladan

 

I. Pendahuluan

Perayaan hari Kamis Putih adalah hari raya terakhir sebelum Triduum, yaitu Trihari Paskah yang meliputi: Kamis Putih-Jumat Agung-Sabtu Sunyi-Paskah. Dengan demikian, liturgi Kamis Putih merupakan penutup masa Prapaskah. Dalam liturgi Kamis Putih, gereja merayakan Perjamuan Malam Terakhir yang dilakukan Yesus bersama para muridNya dengan terlebih dahulu membasuh kaki para muridNya.

II. Isi

Menjelang kematian yang telah diketahuiNya, dan juga mengetahui siapa orang yang akan mengkhianatiNya, Tuhan Yesus justru memberikan ungkapan kasih dengan cara spektakuler. Dia bersedia memposisikan diriNya sebagai seorang hamba yang pada zaman itu harus membersihkan kaki tuan dan para tamunya dengan cara membasuh dengan air lalu menyeka dengan kain di pinggangnya. Untuk melakukan tugas itu, Tuhan Yesus harus bersedia berlutut, menempatkan diriNya di bawah kaki para muridNya, dan membasuh kaki dengan air serta menyekanya dengan kain yang terikat di pinggangnya. Jadi menurut Injil Yohanes, peristiwa perjamuan malam terakhir diawali dengan tindakan Tuhan Yesus dengan terlebih dahulu merendahkan diriNya dengan cara membasuh kaki para muridNya. Dia yang adalah Tuhan dan Guru bersedia memposisikan diriNya sebagai seorang hamba.

Setelah Tuhan Yesus membasuh kaki para murid, Dia berkata, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13). Sangat menarik bahwa gelar Yesus sebagai Guru dan Tuhan dikaitkan dengan tindakan merendahkan diri dan kesediaan untuk melayani sebagai seorang hamba. Dalam Yohanes 13:14, Tuhan Yesus berkata, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu”. Kepemimpinan yang diteladankan oleh Tuhan Yesus adalah pola kepemimpinan yang menghamba. Makna sebagai “Guru” dan “Tuhan” ditempatkan Tuhan Yesus sebagai suatu jabatan yang sifatnya fungsional, bukan sekadar suatu status atau kedudukan belaka. Bahkan, makna fungsional sebagai pemimpin tersebut akan menjadi efektif saat seseorang pemimpin sungguh-sungguh tulus mempraktikkan karakter seorang yang bersedia menghamba dan melayani sesamanya. Sayangnya, sikap keteladanan Tuhan Yesus itu sering hanya dihayati sebagai peristiwa ritual liturgis belaka. Umumnya, pada hari Kamis Putih beberapa gereja melaksanakan upacara pembasuhan kaki, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, anggota jemaat tersebut kembali memperlihatkan sikap superioritas, merasa diri sangat penting atau arogan, yaitu dengan cara berlaku sewenang-wenang, menindas dan bersikap kasar kepada sesama yang dianggap lebih lemah.

Marilah kita melihat apa yang dilakukan Yesus dalam Markus 14:22-26 yang menjadi bahan bacaan ini dan apa yang ditekankan Yesus kepada para muridNya. Lebih dari satu kali kita melihat bahwa para nabi Israel terpaksa melakukan tindakan-tindakan simbolik dan dramatik bila mereka merasa bahwa kata-kata saja tidak cukup. Seakan-akan perkataan itu merupakan sesuatu yang mudah dilupakan, sedangkan tindakan dramatik akan terukir terus dalam ingatan. Itulah yang dilakukan Yesus, dan Ia menghubungkan tindakan dramatik itu dengan perayaan kuno masyarakatNya sehingga akan lebih terukir lagi dalam pikiran para muridNya. Katanya, “Lihat! Sama seperti roti ini dipecah-pecahkan, demikianlah tubuhKu dipecah-pecahkan bagi kalian! Sama seperti cawan anggur merah ini ditumpahkan, demikianlah darahKu ditumpahkan bagi kalian”.

Apa yang dimaksudkan Yesus ketika Ia mengatakan bahwa cawan itu melambangkan perjanjian yang baru? Kata “perjanjian” adalah kata umum dalam agama Yahudi. Dasar dari agama Yahudi adalah bahwa Allah telah masuk ke dalam suatu ikatan perjanjian dengan bangsa Israel. Penerimaan perjanjian lama dinyatakan dalam Keluaran 24:3-8; dari teks tersebut kita melihat bahwa perjanjian itu sepenuhnya bergantung pada kesetiaan Israel mematuhi hukum Jika hukum dilanggar, perjanjian itu putus dan hubungan antara Allah dan bangsa itu berantakan. Hubungan itu sepenuhnya bergantung pada hukum dan pada kesetiaan terhadap hukum. Allah adalah Hakim. Karena tak ada seorang pun yang bisa mematuhi hukum itu sepenuhnya, manusia selalu saja gagal. Namun, Yesus berkata, “Aku memperkenalkan dan mengesahkan suatu perjanjian yang baru, suatu hubungan yang baru antara Allah dan manusia. Hubungan itu tidak bergantung pada hukum, tetapi pada darah yang Aku akan curahkan”. Yang dimaksud di sini adalah bahwa hubungan itu bergantung pada kasih semata-mata. Hubungan baru adalah hubungan antara Allah dan manusia yang bergantung bukan pada hukum, melainkan kasih. Dengan kata lain, Yesus mengatakan, “Aku melakukan apa yang Aku lakukan untuk menunjukkan kepada kalian betapa Allah mengasihi kalian”. Manusia tidak lagi berada semata-mata di bawah hukum Allah. Karena apa yang telah Yesus lakukan, manusia untuk selamanya berada di dalam kasih Allah. Itulah hakikat dari apa yang mau disampaikan oleh sakramen itu kepada kita.

III. Refleksi

Saling membasuh kaki bukanlah tindakan yang terjadi sekali-kali atau minimal setahun sekali menjelang hari Jumat Agung dan Paskah, melainkan seharusnya merupakan spiritualitas dan pola hidup orang percaya. Saling membasuh kaki merupakan ekspresi dari spiritualitas pengosongan diri. Dengan spiritualitas itu, kita akan selalu berusaha melayani orang lain dengan rasa hormat, penuh penghargaan, dan kasih sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Kita melakukan spiritualitas pengosongan diri karena Kristus telah terlebih dahulu membasuh, menguduskan, dan memurnikan hati kita; sehingga kita dimampukan untuk melakukan kasih yang mau melayani dan berkorban bagi orang lain. Spiritualitas pengosongan diri merupakan suatu kekuatan iman yang telah dianugerahkan Tuhan sehingga kita dimampukan untuk menaklukkan segala keinginan diri, ambisi, keserakahan, dan haus sanjungan, serta perasaan sebagai orang penting. Spiritualitas pengosongan diri tidak pernah memberi celah untuk merasa diri lebih berjasa, lebih senior dan lebih penting. Semua anggapan dan perasaan tersebut harus dibuktikan secara fungsional dan konkret dalam sikap yang mau menghamba. Mungkin dahulu kita pernah berjasa, tetapi apakah kini kita tetap mau mengabdikan diri dengan segenap hati dan makin tulus? Mungkin kita sekarang seorang senior, tetapi apakah saat ini kita mampu memperlihatkan kedewasaan, kematangan, dan kebijaksanaan sebagai seorang senior? Mungkin kita dianggap penting oleh banyak orang, tetapi apakah saat ini perasaan penting kita itu telah kita nyatakan secara lebih produktif dengan memberi nilai manfaat kepada lingkup yang lebih luas.

Saling membasuh kaki jelas memerlukan pelaku yang mau lebih dahulu berinisiatif. Pada waktu perjamuan malam terakhir, para murid Tuhan Yesus hanya duduk saling menunggu. Mereka mengharap teman yang lain mau membasuh kaki mereka. Mungkin di dalam hati mereka bertanya, “Siapakah yang mau mencuci kakiku?” Karena itu, mereka tidak dapat memulai perjamuan malam menjelan Paskah dengan keadaan bersih sesuai dengan Hukum Taurat. Itu sebabnya, Tuhan Yesus memulai inisiatif untuk membasuh kaki para muridNya. Ini berarti pada hari Kamis Putih ini dibutuhkan orang beriman yang mau berinisiatif lebih dahulu merendahkan diri mendatangi tiap musuhnya. Mereka datang dengan inisiatif mau berdamai lebih dahulu. Atau, yang lain juga bersedia datang dengan inisiatif lebih dahulu menolong sesama yang sedang menderita. Dalam hal ini, kita sering enggan memberi pertolongan secara langsung kepada anggota jemaat yang sedang kekurangan.

Pdt. Andreas P. Meliala-Runggun Cibinong

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD