MINGGU 14 MEI 2023, KHOTBAH YEREMIA 14:1-22 (ROGATE)

Invocatio :

Ratapan 3:41

Bacaan :

Filemen 1:5-7

Tema  :

Tuhan Allah tempat Pengharapan        

                                                                   

I. PENGANTAR

Firman Tuhan yang ditulis dalam Alkitab diberi nama Perjanjian (Lama dan Baru). Tentu nama ini sesuai dengan isinya. Tulisan dalam Alkitab memang berisi janji Allah. Janji itu ada yang sudah digenapi, ada yang akan digenapi. Janji berhubungan erat dengan pengharapan. Ada janji, ada harapan. Harapan menjadi penyemangat yang melahirkan ketekunan. Sehubungan dengan pengharapan, ada ungkapan yang terkenal dari PM India Pandit J Nehru, “banyak yang hilang dalam hidupku, tapi satu yang tidak pernah kuijinkan hilang, yakni pengharapan. Pengharapan adalah modal terbesar dalam hidup.

II. TAFSIRAN

Mari kita lebih mendalami tema kita berdasarkan firman Tuhan:

A. Bacaan Pilemon ayat 4-7

Rasul Paulus memprakarsai pemulihan hubungan antara Filemon dengan Onesimus yang sudah retak sebelumnya sebagai tuan dan budak. Paulus sebagai Rasul memposisikan diri sebagai penengah. Dari kata yang dipergunakan, kita melihat strategi jitu Rasul Paulus untuk mendinginkan situasi.

Ayat 4 & 6. Kalimat ini memperlihatkan betapa mereka yang bertikai itu sangat berharga dimata Rasul Paulus. Di doakan, dalam pemahaman iman Kristen pastilah tentang yang baik, tentang mengasihi, menghormati dan menghargai. Tentu semua orang senang diperlakukan demikian

Ayat 5 & 7. Pujian akan kebaikan Filemon tentu mensugesti Filemon berbuat demikian juga kepada Onesimus. Kalimat ayat 5 ini mengandung pesan yang bernada teguran terselubung agar Filemon jangan hanya baik kepada semua orang kudus tapi juga kepada Onesimus. Mengedepankan Iman dan Kasih diyakini menjadi jalan paling tuntas untuk memperbaiki hubungan.

B. Khotbah Yeremia 14:19-22

Dalam ayat 1-7, Yeremia menyampaikan pesan Tuhan tentang hukuman musim kering yang hebat atas Yehuda. Tuhan tidak berkenan sekalipun ada perkabungan, kesedihan, jeritan, seruan, puasa, dan persembahan korban. Bahkan Yeremia dilarang berdoa untuk kebaikan umat-Nya (11), sebab Allah telah menolak mereka sebagai umat-Nya, Allah tidak berkenan atas hidup, ibadah, dan persembahan mereka.

Di balik hukuman dan penolakan Tuhan atas umat-Nya, ada teladan dari Yeremia. Ia memperjuangkan agar Tuhan tetap mengasihani umat-Nya dan mengampuni dosa mereka (13). Berbeda dari para nabi palsu yang memanfaatkan keadaan umat untuk kepentingan pribadi, mereka mengerjakan kepalsuan semata. Mereka justru melestarikan dosa. Akhirnya, mereka menuai hukuman dan penderitaan, baik untuk dirinya maupun keluarganya (14-18).

Keadaan Israel yang menyedihkan, dijadikan Yeremia menjadi bahan dan alasan untuk doa syafaatnya bagi mereka (ay. 19). Yeremia menangisi kehancuran negerinya. Allah memerintahkannya untuk berbuat demikian, supaya, dengan menunjukkan dirinya tersentuh, semoga dapat menyentuh hati mereka begitu melihat bencana-bencana yang akan menimpa mereka. Yeremia harus mengatakannya bukan hanya kepada dirinya sendiri, melainkan juga kepada mereka: Biarlah air mataku bercucuran (ay. 17). Demikianlah ia harus menunjukkan kepada mereka bahwa ia sudah melihat dengan pasti perang yang akan datang, dan suatu bencana kelaparan, yang bahkan lebih berat daripada apa yang sedang menimpa mereka pada saat itu. Bencana yang ini terjadi di pedesaan karena tidak ada hujan, sementara bencana nanti akan terjadi di perkotaan karena adanya pengepungan besar-besaran. Yeremia berbicara seolah-olah ia sudah melihat kesengsaraan-kesengsaraan yang menyertai serangan tentara Kasdim terhadap mereka: Anak dara, puteri bangsaku, yang aku kasihi seperti seorang ayah mengasihi puterinya, dilukai dengan luka parah, luka yang sama sekali tidak tersembuhkan, yang jauh lebih besar dan lebih pedih daripada apa yang ditanggungnya selama ini. Sebab di padang tergeletak banyak orang yang mati terbunuh oleh pedang, dan di kota banyak orang terkapar dan sekarat karena kekurangan makanan (ayat 18). Sungguh pemandangan yang suram! “Baik nabi maupun imam, nabi-nabi palsu yang membuai mereka dengan kebohongan-kebohongan, dan imam-imam fasik yang menganiaya nabi-nabi yang benar, sekarang diusir dari negeri mereka, dan menjelajah  sebagai tahanan dan tawanan, ke mana pun para penakluk mereka membawa mereka. Kedua mata sang nabi pasti bercucuran air mata siang dan malam melihat hal ini, supaya bangsa itu menjadi sadar, bukan hanya bahwa hari celaka ini pasti akan datang, dan pasti akan menjadi hari yang sungguh mengerikan, melainkan juga bahwa ia jauh dari menginginkannya, dan dengan senang hati ingin menyampaikan kepada mereka pesan-pesan damai seperti nabi-nabi palsu mereka, seandainya ia memang diberi perintah dari sorga untuk melakukannya. Perhatikanlah, karena Allah, meskipun menimpakan maut kepada para pendosa, tapi Allah tetap mengasihi mereka

Yeremia berdoa syafaat bagi mereka. Sebab siapa tahu Allah masih akan kembali dan menyesal. Selama ada hidup, masih ada harapan, dan ruang untuk berdoa. Dan, meskipun ada banyak di antara mereka yang tidak berdoa atau tidak menghargai doa-doa sang nabi, namun ada sebagian yang lebih terjamah hatinya, yang mau bergabung dengannya dalam ibadah-ibadahnya, dan memeteraikannya dengan mengucapkan Amin.

Sang nabi dengan rendah hati berbantah dengan Allah mengenai sengsaranya keadaan mereka pada saat itu (ay. 19). Keadaan itu sangat menyedihkan, sebab, mereka menyangka bahwa Allah sudah meneguhkan Yehuda sebagai milik-Nya, tetapi sekarang, sepertinya, Allah menolaknya sama sekali, dan mencampakkannya, tidak mau mengakui adanya hubungan apa pun dengannya dan tidak peduli terhadapnya. Mereka menyangka bahwa Sion adalah kekasih jiwa-Nya, tempat perhentian-Nya selama-lamanya. Tetapi sekarang Ia bahkan muak terhadap Sion, muak bahkan terhadap ibadah-ibadah yang dipersembahkan di sana, oleh karena dosa-dosa.

Yeremia membuat pengakuan dosa dan berbicara dalam bahasa yang kolektif (kami) mewakili umat (ay. 20): “Kami mengetahui kefasikan kami, kefasikan yang berlimpah di negeri kami dan kesalahan nenek moyang kami, yang sudah kami tiru, dan karena itu untuknya kami pantas menderita. Kami tahu, kami mengakui, bahwa kami telah berdosa kepada-Mu, dan karena itu Engkau adil dalam segala hal yang ditimpakan ke atas kami. Akan tetapi, karena kami mengakui dosa-dosa kami, kami berharap akan mendapati Engkau setia dan adil dengan mengampuni dosa-dosa kami.”

Yeremia menyanggah murka Allah, dan dengan iman berseru mengingatkan kehormatan dan janji-Nya (ay. 21). Yang dimohonkannya adalah, “Janganlah Engkau menampik kami. Meskipun menghajar kami, janganlah Engkau menampik kami. Meskipun tangan-Mu berbalik melawan kami, janganlah hati-Mu demikian, jangan pula pikiran-Mu diasingkan dari kami.” Mereka mengakui bahwa pantaslah Allah menampik mereka, sebab mereka sudah membuat diri mereka sendiri najis di mata-Nya. Namun, ketika mereka berdoa, janganlah Engkau menampik kami, yang mereka maksud adalah, “Terimalah kami ke dalam perkenanan-Mu lagi. Janganlah Engkau merasa muak terhadap Sion (ay. 19). Janganlah dupa persembahan kami menjadi kekejian.”

C. Invocatio Ratapan 3:41

Murka Allah, mengakibatkan keruntuhan dan kesunyian. Namun ketengah situasi seperti itu, Allah, melalui nabi Yeremia tetap mengedepankan KasihNya sehingga ada berita penghiburan dan janji pemulihan. Hal itu akan terjadi melalui kesediaan “mengangkat hati” dan mengangkat tangan” kepada Allah di Sorga. Perbuatan ini dapat dimaknai sebagai bentuk ibadah (mengabdi) dan komunikasi untuk menjalin relasi yang intim dengan-Nya. Penduduk Yerusalem memang tidak bertemu atau melihat Allah secara langsung, tetapi mereka dapat merasakan bahkan melihat-Nya dengan mata iman. Jalan satu-satunya untuk terjadinya pemulihan kehidupan, adalah melalui pemulihan hubungan dengan Tuhan.

III. APLIKASI

Pointer renungan :

  1. Berpengharapanlah dalam iman kepada Tuhan. Perbaikan hubungan dengan Tuhan, menghasilkan perbaikan hidup. Situasi bisa saja tidak berubah, tapi iman kita memberi cara pandang yang baru terhadap situasi.
  1. Hubungan yang tidak baik dengan sesama dapat diperbaiki dengan terlebih dahulu memperbaiki hubungan dengan Tuhan dalam iman dan kasih
  1. Harapan hari ini lebih baik dari kemaren, hari esok lebih baik dari hari ini, akan terwujud dalam harapan kepada Tuhan. Dengan menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan, memberi harapan keadaan akan menjadi lebih baik. Sebab Dialah pemilik hidup (Kisah Hendry Ford).

 

Pdt Pribadi S Meliala-Runggun Tambun

MINGGU 07 MEI 2023, KHOTBAH KISAH PARA RASUL 16:24-31

Invocatio :

Secara berbalas-balasan mereka menyanyikan bagi Tuhan nyanyian pujian dan syukur:sebab ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setianya kepada Israel! dan seluruh umat bersorak-sorai dengan nyaring sambil memuji-muji Tuhan, oleh karena dasar rumah tuhan telah diletakkan. (ezra 3:11)

Bacaan :

1 Kronika 16:8-11 (anthiponal)

Tema :

Bernyanyi memuji Allah

 

I. Pendahuluan

Minggu ini adalah minggu Paskah kelima yag disebut dalam kelender Gereja adalah minggu Kantate. Minggu Kantate sendiri berasal dari bahasa Latin yang artinya bernyanyilah. Minggu Kantate bertemakan nyanyian baru (domino canticum novum) yang artinya nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan. Adapun minggu Kantate sendiri diambil dari Mazmur 98:1a dan 95. Menurut Rasid Rachman dalam bukunya Hari Raya Liturgi, minggu Kantate sendiri bertemakan tentah hal yang baru bahwa Yesus adalah jalan, dan kebenaran, dan hidup. Jalan, kebenaran dan hidup sendiri sedang berbicara kepada kita akan pentingnya tentang bagaimana kita menempuh dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Yesus lakukan. (Yoh. 14:1-14).

Pekerjaan-pekerjaan Allah yang tinggal di dalam orang percaya yang menjadi buah kesaksian tentang perbuatan dan karya kasihNya bagi kita. ( Rasid Rachman:Hari Raya Liturgi,2016,93). Sejalan dengan apa yang di katakan oleh Rasid Rachman di atas, maka selaku jemaat gereja kita di bawa untuk menjadi pelaku aktif dalam menghadapi tantangan dan sekaligus tetap beriman dalam pemeliharaanNya atas kita, yang menjadi nyanyian baru dalam hidup kita.

 2. Pendalaman Nats khotbah, bacaan dan invocatio

  • Kisah Para Rasul 16:24-31

Latarbelakang

Kitab Kisah para Rasul, seperti halnya Injil Lukas, di alamatkan kepada seorang yang bernama Teofilus ( 1:1). Sekalipun nama pengaranya tidak disebutkan dalam kedua kitab itu, kesaksian kekristenan mula-mula dengan suara bulat, serta bukti intern yang mendukung kedua kitab ini menunjuk kepada satu orang penulis yaitu Lukas, tabib yang kekasih (Kol.4:14). Roh Kudus mendorong Lukas menulis kepada Teofilus supaya mengisi keperluan dalam gereja orang Kristen bukan Yahudi akan kisah yang lengkap mengenai awal kekristenan dalam bukunya yang pertama ialah Injil tentang kehidupan Yesus dan buku yang kemudian ialah laporannya dalam Kisah Para Rasul tentang pencurahan Roh Kudus di Yerusalem serta perkembangan gereja yang berikutnya. Dan inilah yang menjadi tema besar dalak kitab Kisah Para Rasul yang tercatat di dalam Kis. 1:8).

 Tujuan

Di dalam mengisahkan permulaan berdirinya gereja, Lukas setidak-tidaknya mempunyai dua tujuan. Pertama, Lukas menunjukkan bahwa Injil bergerak dengan kemenangan dari perbatasan Yudaisme yang sempit keduania kafir kendastipun tantangan dan penganiayaan. Kedua, Dia mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam kehidupan dan misi gereja, menekankan babtisan Roh Kudus sebagai persedian Allah dalam memperkuat gereja untuk memberitakan Injil dan melanjutkan pelayanan Yesus.

 Penggalian teks

Perbuatan Paulus mengusir roh tenung dari hamba perempuan itu berdampak pada kemarahan pemilik hamba perempuan itu yang kehilangan penghasilan mereka. Paulus dan Silaspun ditangkap dan diseret ke hadapan penguasa setempat (19). Dengan tuduhan bahwa keduanya telah mengacaukan kehidupan penduduk kota Filipi. Hal ini disebabkan banyak orang percaya akan ucapan-ucapan hamba perempuan yang dari setan itu dianggap berasal dari dewa oleh karena itu pelayanannya sebagai tukang tenung sangat dicari. Melalui Paulus Kristus menunjukkan kuasaNya atas roh jahat itu. (16). Apa yang telah dilakukan Paulus dan Silas atas hamba perempuan yang mempunyai roh tenung itu mengakibatkan mereka di lempar kepenjara setelah menerima siksaan terlebih dahulu (20-24). Menurut kebiasaan hukum penderaan Yahudi, hukuman yang mereka terima empatpuluh kurang satu pukulan (2Kor.11:24). Sementara hukum Romawi tergantung kepada hakimnya yang sering kali berakhir dengan siksaan yang kejam.

Penderitan dan penganiayaan tidak membuat Paulus dan Silas sedih dan putus asa. Di dalam penjara, justru mereka bernyanyi dan berdoa kepada Tuhan (25). Bernyanyi menolong mereka fokus pada realitas Allah yang kekal dan mulia, meskipun untuk sementara mereka diselimuti awan gelap penderitaan. Melalui doa dan nyanyian, Paulus dan Silas menyatakan kesaksian iman mereka bahwa Tuhan yang maha kuasa berdaulat atas segala sesuatu. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya peristiwa gempa bumi yang membuka semua belenggu para tahanan dan pinti penjara (26). Mereka tidak melarikan diri (28), tetapi bersaksi kepada kepala penjara sehingga ia dan seisi rumahnya menjadi percaya (30-34).

  • 1 Tawarikh 16:8-11

Latarbelakang

Sejarah yang tercatat dalam 1 dan 2 tawarikh bersifat pra pembuangan; akan tetapi asal-usul dan sudut pandang kitab-kitab ini bersifat pascapembuangan. Ditulis pada parohan kedua abad ke-5 sM, suatu waktu sesudah Ezra dan sejumlah besar orang Yahudi buangan dari Babel dan Persia kembali ke Palestina (475 sM). Penyerbuan dan pembinasaan Yerusalem oleh raja nebudkadnezar (605-586 sM) bersama dengan pembuangan dari Babel selama 70 tahun telah menghancurkan sebagian besar pengharapan dan cita-cita orang Yahudi sebagai umat perjanjian; oleh karena itu, para buangan yang kembali ke Yerusalem untuk membangun kembali kota itu dan Bait Suci memerlukan landasan rohani, yaitu: sebuah jati diri dengan sejarah penebusan yang lampau dan suatu pemahaman tentang sifat iman mereka kini dan harapan mereka akan masa depan sebagai umat perjanjian.

Kedua kitab Tawarikh dan Nehemia, semua di tulis untuk orang Yahudi yang kembali ke Palestina dari pembuangan. Kitab-kitab ini sangat mirip satu dengan yang lainnya dalam gaya, bahasa, sudut pandang dan maksud. Para sarjana pada umumnya beranggapan bahwa semua kitab ini adalah hasil karya satu orang penulis yang menurut Talmud dan ahli kitab Yahudi dan Kristen kuno adalah Ezra. (bnd. 2 Taw.36:22-23, Ezra 1:1-3).

 Tujuan

Tawarikh ditulis untuk menghubungkan orang-orang Yahudi buangan yang kembali dengan nenek moyang dan sejarah penebusan mereka. Dengan demikian Tawarikh menggaris bawahi tiga pokok: 1. Pentingnya pelestarian warisan kebangsaan dan rohani bagi orang Yahudi, 2. Pentingnya hukum taurat, bait suci dan keimaman dalam hubungan mereka yang terus menerus dengan Allah, jauh lebih penting dari kesetian kepada raja duniawi. 3. Pengharapan akan janji Allah akan seseorang Mesias dari keturunan Daud untuk duduk di atas tahta selama-lamanya (1 Taw. 17:14).

 Penggalian teks

Mazmur ini adalah gabungan dari mazmur 105:1-15;96:1-13;106:1,47-48. Cara Daud merayakan kemurahan Allah dan tindakan-tindakannya yang ajaib bagi Israel terdiri tas pujian dan ucapan syukur. Di bawah perjanjian baru semua orang percaya adalah imam Allah, dan sebagai imam seharusnya mereka mempersembahkan pelayanan rohani dalam bentuk pujian dan ucapan syukur kepada Allah. Tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Allah atas umatNya, dan inilah tanda maka allah mengikat diriNya dengan perjanjian kekal kepada umatNya. Dan Tuhan menjanjikan pemeliharanNya atas umatNya.

  • Ezra 3:11

Latarbelakang

Kitab Ezra adalah bagian dari sejarah yang berkesinambungan dari orang yahudi yang ditulis setelah masa pembuangan, terdiri atas 1 dan 2 Tawarikh, Ezra dan Nehemia semulanya satu kitab sebagaimana halnya 1 dan 2 tawarikh. Menurut tradisi, Ezralah yang mengumpulkan semua kitab PL menjadi satu unit, memulai bentuk ibadah yang dipakai di Sinagoge Besar di Yerusalem di mana kanon PL akhirnya ditetapkan. Kitab Ezra mencatat bagaimana Allah menggenapi janji nubuatNya melalui Yeremia (29:10-14) untuk memulihkan orang Yahudi setelah 70 tahun pembuangan dengan membawa mereka kembali ketanah air mereka (1:1).

Setelah dua tahun setelah kerajaan Babel dikalahkan dan diganti kerajaan Persia (539 sM), di mulailah pengembalian orang Yahudi ketanah air mereka. Kitab Ezra mencatat tahap pertama dan kedua dari pemulihan itu, yang melibatkan tiga raja Persia (Koresy, Darius, dan artahsasta) dan lima pemimpin rohani yang terkemuka., Zerubabel ( yang memimpin rombongan pertama untuk mendirikan kembali Yerusalem dan membangun kembali Bait Suci), Yesua (seorang imam besar saleh yang membantu Zerubabel),Hagai dan Zakharia ( dua nabi Allah yang menasehatkan umat untuk menyelesaikan pembangunan Bait Suci) dan Ezra ( yang memimpin rombongan yang kedua ke Yerusalem yang dipakai Allah untuk memulihkan kerohanian dan moralitas umat itu.

 Tujuan

Kitab ini ditulis untuk menunjukkan pemeliharaan dan kesetian Allah dalam memulihkan kaum sisa Yahudi dari pembuangan mereka di Babel.

 Penggalian teks

Umat itu menyanyikan pujian mereka kepada Tuhan ketika mereka menyaksikan landasan Bait Suci telah diletakkan karena itu merupakan jawaban Allah kepada doa mereka serta kemurahnNya kepada mereka. Pujian Alkitabiah meninggikan Allah dan karyaNya serta menjadi unsur ibadah yang harus diikuti oleh seluruh umat.

 Hubungan invocatio, bacaan dan khotbah:

Nyanyian baru adalah buah iman percaya kita akan kuasa dan pemeliharaan Allah atas umatNya. Dengan nyayian, kita melihat bagaimana nama Allah di tinggikan dan di agungkan dan dalam nyanyian ada kuasa Allah yang dinyatakan atas hidup umatNya. ( kita bisa membandingkan dengan 3 nyanyian dalam Alkitab, Nyanyian Mariam, nyayian Malaikat, nyayian Maria).

III. Aplikasi

Di dalam aplikasi sermon khotbah ini, saya membagi di dalam bentuk pointer:

Tema minggu, bernyanyi memuji Allah adalah satu respon iman kita akan kuasa dan pemeliharaanNya atas kita ditengah tantangan dan pergumulan hidup yang kita hadapi di dunia ini. Bernyanyi juga mampu menggerakkan hati kita dan memberi kekuatan baru bagi kita dalam perjalanan iman kita. untuk itu ada beberapa perenungan dalam Minggu Kantate ini:

  • Nyanyian adalah respon iman percaya kita kepada Kristus di dalam menghadapi tantangan hidup. Artinya, kita tahu ditengah kelemahan kita nyayian adalah doa, dan bila kita bernyanyi kepada Allah maka Tuhanlah yang bekerja atas pergumulan hidup kita, sebab di dalam nyanyian ada kuasa.
  • Nyayian adalah kesaksian iman orang Kristen, sebab di dalam nyanyian ada pemeliharaan Allah atas kita. tidak ada yang lebih di sukai Tuhan daripada pujian dan ucapan syukur yang sungguh keluar dari hati yang tulus.
  • Dalam minggu ini kita diingatkan bahwa nyanyian adalah sarana persekutuan kita atas sesama kita, lingkungan dan Allah sang pencipta, itu sebabnya kita diajarkan bagaimana seharusnya bernyanyi dengan benar, sebab nyanyian yang kita nyanyikan adalah persembahan bagi Tuhan.
  • Ilustrasi:

Pada tahun 1748 sebuah kapal dagang mengalami bencana dahsyat dalam pelayarannya ke Inggris. Ketika itu badai mengamuk kencang mengguncang seluruh awak kapal serta barang-barang bawaan mereka, semua orang yang berada di atas kapal tersebut panik dan banyak diantaranya pasrah menerima kematian sebab bencana topan diatas air laut itu tampaknya tidak memberi harapan pada kapal mereka untuk selamat dan segera akan menenggelamkan mereka ke dasar laut. Ditengah keadaan yang sulit, John Newton seorang pemuda asal Inggris yang juga berada diatas kapal tersebut menjadi sangat ketakutan. Ia menganggap dirinya seperti Yunus yang sedang berlayar membawa 'dosa' . Tak heran karena perdagangan budak kulit hitam dari Afrika adalah menjadi lahan bisnisnya selama ini. Ia kerap kali berlayar ke Afrika mencari pemuda-pemuda cakap dan menjual mereka ke Inggris untuk dijadikan budak. Di tengah malam dalam kapal yang berguncang keras tersebut akhirnya ia keluar lalu berdoa memohon kepada Allah agar menyelamatkannya.

Seperti mujizat, tak lama kemudian laut menjadi tenang seketika itu juga, dan kapal yang berada dalam bahaya itupun akhirnya selamat dari tengah badai topan yang mengamuk serta kembali berlayar dengan tenang. Peristiwa ini lalu menjadi awal titik balik pertobatan John Newton dari dunia perdagangan budak, perjudian dan dari seorang pemabuk berat. 6 tahun kemudian John Newton benar-benar memilih jalannya untuk menyerahkan diri menjadi pelayan Tuhan dengan meninggalkan dunianya yang lama dan belajar ilmu teologi Kristen untuk menjadi seorang Pendeta.

Perjumpaannya dengan kuasa Tuhan dalam badai kapal tersebut akhirnya melahirkan sebuah lagu sederhana namun sangat terkenal dari masa ke masa. Lagu indah sebagai luapan syukur hatinya atas anugerah Allah. Lagu indah yang telah menjadi penghiburan bagi banyak orang disaat sukar dan gentar.

Lagu “Amazing Grace” adalah salah satu lagu pujian yang diciptakan oleh John Newton pada tahun 1779, atas dasar kesaksiannya sebagai seorang yang pernah mengalami ajaibnya anugerah Tuhan yang telah menyelamatkan hidupnya diatas kapal yang hampir tenggelam.

 

Pdt. Walder Mazmur Ginting

Runggun Karawang

MINGGU 30 APRIL 2023, KHOTBAH WAHYU 19:5-8

Invocatio :

“Segera sesudah tabut perjanjian TUHAN sampai ke perkemahan, bersoraklah seluruh orang Israel dengan nyaring, sehingga bumi bergetar.” (1 Sam 4:5)

Ogen :

Masmur 18: 47-51 (Responsoria)

Tema :

Ersurak Janah Meriah ( Bersorak & Bersukacita)

 

Pengantar :

Saat ini, tidak banyak orang yang sungguh-sungguh dapat berbahagia, hatinya terpuaskan & melimpah dalam sukacita—sekalipun memiliki kelimpahan secara materi. Ironisnya, seringkali di dalam kelimpahan tersebut, justru hatinya semakin terasa hampa. Salah satu contoh adalah Robin Williams, aktor komedian Holywood ternama, sukses & peraih Piala Oscar, melimpah secara materi, tapi mengakhiri hidupnya dengan sangat menyedihkan yaitu bunuh diri. Pria yang dianggap paling lucu di dunia hiburan itu meninggal dunia 11 Agustus 2014.

Bagaimana caranya agar kita dapat merasakan sukacita dan sorak-sorai pada jiwa kita? Sukacita yang sejati akan kita peroleh ketika kita hidup dalam Tuhan. Dengan memuji dan melekat pada Tuhan, kita akan dapat merasakan sukacita dan kepuasan secara rohani, yang tidak dapat diukur dari segi nominal secara materi. Namun, kita dapat sungguh-sungguh merasakan dan mengalami sukacita itu secara rohani.

Minggu ini adalah Minggu ketiga setelah Paskah, disebut "Minggu Jubilate" yang artinya “bersorak-soraklah bagi Allah, hai seluruh bumi” (Mzm. 66:1), mengajak kita untuk bersorak-sorai bagi Allah karena pembebasan telah nyata. Jubilate, kata ini berkaitan dengan kata Yobel atau Jubileum yang dirayakan oleh bani Israel, merayakan tahun pembebasan. Tahun Yobel dirayakan setelah 7 kali tahun Sabath. 1 tahun Sabath adalah 7 tahun. Maka 7 kali Sabath memasuki tahun ke 50 seluruh umat Allah bersyukur dan bersorak sorai karena Pembebasan yang dilakukan Tuhan. Demikian juga kita dipanggil hari ini untuk bersorak dan bersukacita karena keselamatan & kemenangan yang telah dinyatakan Kristus yang membebaskan kita.

PENJELASAN TEKS

Teks Khotbah Wahyu 19: 5-8 adalah bagian dari perikop Wahyu 19:1-10 yang menceritakan tentang penglihatan Yohanes. Dalam penglihatannya, Yohanes melihat dan mendengar suara himpunan besar orang banyak, yang memuji Allah karena hari pernikahan Anak Domba telah tiba. Kesaksian Wahyu 19:1-10 merupakan puncak pujian para mahluk sorgawi setelah kekuasaan “Babel” diruntuhkan dan dihakimi Allah.

Empat ayat pertama dari pasal 19 ini berisi puji-pujian dari “himpunan besar orang banyak di sorga”. Diawali dengan doksologi: “Haleluya ! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, ...”. Kata Haleluya (Pujilah Tuhan) berasal dari dua kata Ibrani: halal, yang berarti “pujian” dan Yah yang berarti “Yahweh” (Tuhan). Ada empat kali kata “Haleluya” (ayat 1, 3, 4, 6), dalam teks ini, dan hanya muncul empat kali dalam PB, semuanya ada dalam paragraf ini. Inilah nyanyian pujian (doksologi) umat sorgawi yang memuji Tuhan yang telah meruntuhkan & menghakimi kekuasaan duniawi yang mendatangkan penderitaan atas umatNya. Rasul Yohanes mengungkapkan, bahwa “Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu” dan “Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (ay.2). Dari ayat ini kita tahu bahwa penghakiman dan pembalasan atas pelacur besar, Babel, atau yang disebut Kota Besar itu, sudah terjadi. Babel yang dimaksudkan di sini merujuk pada : Sebuah kota/bangsa yang mewujudkan kehidupan yang penuh dengan kejahatan dan keberdosaan, atau melambangkan seluruh sistem dunia yang berdosa di bawah pemerintahan antikristus (Alkitab Penutun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, 2003, hlm. 2180). Sementara menurut penafsir Dr J.J. de Heer, yang dimaksud dengan Babel di sini adalah Kota/bangsa Roma, sebagai penguasa terbesar pada masa itu, yang hidup masyarakatnya penuh dengan dosa, kebejatan moral dan juga penguasanya Kaisar Nero, sebagai simbol antikrist yang saat itu merajalela melakukan penindasan bagi gereja & pengikut-pengikut Kristus (Dr. J. J. De Heer, Tafsir Alkitab, Wahyu Yohanes, BPK GM, hlm.271)

Bagian Penutup di Wahyu 19:1-8 merupakan respons ucapan syukur atas tindakan Allah yang menyatakan keadilan-Nya kepada Babel, sehingga kuasa Babel yang melambangkan kuasa kejahatan; yang selama ini telah membunuh para nabi, orang-orang kudus, dan menumpahkan darah umat Tuhan, tidak akan berkuasa lagi (Why.18:24).

Ayat 5 : dilukiskan bagaimana para mahluk sorgawi bersorak: “Maka kedengaranlah suatu suara dari takhta itu: “Pujilah Allah kita, hai kamu semua hamba-Nya, kamu yang takut akan Dia, baik kecil maupun besar!”Ini juga merupakan sebuah seruan untuk menaikkan “madah pujian” kepada Allah, yang mengundang setiap umat manusia baik kecil maupun besar. Konteks yang melatarbelakangi pujian ini adalah karena penguasa kerajaan Babel yang merupakan simbol kuasa kegelapan, yang telah menganiaya & membunuh umat Allah baik kecil maupun besar, telah dikalahkan.

Dalam Ayat 6-8, menegaskan secara jelas alasan untuk memuji Allah: Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja “ (ayat 6). Puncak doksologi kepada Allah dinarasikan dalam peristiwa perjamuan kawin Anak Domba Allah. Wahyu pasal 19 ini memang berbicara tentang kedatangan Tuhan kembali sebagai Raja, bagaimana Kerajaan Allah akan diwujudkan sepenuhnya pada hari-hari terakhir.

Dalam literatur Yahudi, “pesta pernikahan” adalah simbol dari kedatangan Kerajaan Mesianik. Apabila mengacu kepada keseluruhan Alkitab, baik PL dan PB, Allah memakai pernikahan sebagai sebuah metafora untuk menggambarkan hubungan anatara Allah dengan umat-Nya. Wahyu menggunakan kata: “pengantin-Nya” telah siap sedia, ini menunjuk pada gereja Tuhan sebagai umat kepunyaan-Nya, bahwa ada relasi yang sangat intim antara gereja dan Kristus, yang mengingatkan orang percaya sebagai mempelai Kristus untuk tetap hidup setia dan tidak mendua hati, sehingga ketika Tuhan datang kembali, telah mempersiapkan diri, bertemu dengan Kristus. Dengan demikian puncak doksologi umat kepada Allah akan terjadi pada akhir zaman, yaitu umat bersekutu dengan Kristus, Sang Mempelai Pria.

Pada saat itu, orang percaya akan dianugerahkan pakaian pengantin, kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih (ayat 8). Kostum yang kita kenakan sebagai “pengantin Kristus” harus sangat berbeda dengan pelacur besar, sebagaimana yang diungkapkan dalam Wahyu 17:4: “perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.” Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan benar dari orang-orang kudus (umat percaya) selama hidupnya di dunia akan menjadi lengkap dan sempurna ketika mereka berada dalam kerajaan sorga dan dibebaskan dari segala ketidakmurnian.

Ogen : Masmur 18: 47-51 pembacaan kita yang pertama, merupakan nyanyian syukur Daud yang merasakan kemenangan karena Allah meluputkan-nya dari semua musuhnya dan juga dari upaya Saul untuk membunuhnya. Bahkan lebih dari itu, Allah meninggikannya dengan mengurapi Daud menjadi Raja atas umatnya, juga menyatakan kesetiaan-Nya kepada keturunannya. Semua itu membuat Daud mengumandangkan syukurnya, bahkan sampai menembus batas ruang lingkup bangsanya (ayat 50). Ia ingin bersaksi melalui nyanyian syukurnya, supaya bangsa-bangsa lain juga mengetahui kebesaran dan kemuliaan Allahnya.

Melalui penderitaan pun kita belajar bersyukur dan melihat kebaikan Tuhan yang dahsyat yang sanggup mengubah kesukaran dan penderitaan menjadi sukacita dan berkat.

Invocatio: mengisahkan tentang pertempuran Israel dengan Filistin tanpa adanya perintah dari Tuhan. Mereka kalah. Sekitar empat ribu orang tewas. Mereka lalu mengambil tabut perjanjian & membawanya ke medan perang. Tabut Perjanjian adalah merupakan lambang kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Mereka bersorak & berpikir bahwa kehadiran tabut itu akan menjadi jaminan kemenangan mereka. Namun yang terjadi ialah: Israel kalah, bahkan, tabut Allah dirampas orang Filistin. Dari kisah bangsa Israel ini kita belajar, bahwa percuma mulut kita bersorak memuji Tuhan tapi tidak dibarengi dengan pertobatan & sikap hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Percuma kemana-mana bawa Alkitab, seolah-olah mengandalkan Tuhan & rajin beribadah, karena bukan ritual agamawi, melainkan pertobatan sepenuh hatilah yang sesungguhnya akan menggerakkan Allah untuk bertindak dan memberi kemenangan atas kita.

 Aplikasi/Kesimpulan

Melalui ketiga bagian Firman Tuhan di Minggu Jubilate ini kita menemukan beberapa point penting yang menjadi perenungan kita bersama, yaitu :

  1. Keselamatan dan Kuasa hanya ada pada Allah kita, yang mengatasi segala kuasa dunia ini, penguasa dunia & kejahatan dunia ini sehebat apapun, akan runtuh, dan takluk dibawah kuasaNYA.

Bagaimana kita diingatkan untuk tidak takluk pada kejahatan & penguasa dunia ini, karena sesungguhnya terbatas kuasanya. Dalam situasi dan kondisi terancam sekalipun oleh penguasa dunia ini, kita dipanggil untuk tetap setia & mengandalkan Tuhan. Yesus sendiri mengingatkan kita akan hal tersebut dengan perkataanNya: “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat.10:28). Hanya di dalam Kristus yang akan datang sebagai Raja, kita akan bersukacita dan bersorak-sorai menerima kemenangan, pembebasan & keselamatan.

Pujian Doksologi dalam teks Khotbah kita ini menjadi penegasan iman bagi kita untuk tidak takut menghadapi penganiayaan dan penderitaan dunia ini, lebih baik meratap & menderita karena menjaga hidup dalam kebenaran dari pada bersorak dan bersenang-senang dalam “hiruk pikuk” dosa & kejahatan dunia ini. Walau ada istilah: ini zaman edan, kalau tidak ikutan edan tak akan kebagian, tetaplah teguh berjuang, kenakan “pakaian kebenaran” agar kita mendapat bagian dalam perjamuan kawin Anak Domba Allah dan mengalami sukacita surgawi.

  1. Kita adalah mempelai Kristus dan menjadi pengantin-Nya yang siap sedia.

Kerinduan kita semua sebagai gereja-Nya adalah menjadi mempelai Kristus pada saat Perjamuan Kawin Anak Domba nanti. Yang dapat menjadi mempelai wanita haruslah orang yang telah dewasa, bukan kanak-kanak. Begitu pula untuk bisa menjadi mempelai Kristus kita harus benar-benar telah meninggalkan semua sifat kanak-kanak kita dan menuju kepada kedewasaan rohani secara penuh, inilah tanda kesiap sediaan kita. Sebagai umat Tuhan yang siap menjadi Mempelai-Nya, kita harus semakin dewasa. Kedewasaan itu bukan tergantung seberapa lama kita sudah menjadi orang Kristen, tetapi seberapa sungguh kita mengikut & mengasihi Dia. Dan tanda-tanda “mempelai Kristus yang siap sedia” adalah ketika kita mengasihi Kristus lebih dari segalanya, sebab masih ada saja orang Kristen yang tergiur demi mendapatkan jabatan, kuasa, kedudukan bahkan demi mendapatkan jodoh meninggalkan imannya kepada Kristus. Sekaligus juga, Mari evaluasi diri kita : Apakah kita semakin bertambah mengasihi Yesus atau semakin dikuasai oleh keinginan daging kita? Karena itu menjadi tanda apakah kita sudah menjadi “mempelai Kristus yang siap sedia”.

  1. Kita harus siap berpakaian lenan halus yang putih bersih, artinya : hidup dalam kekudusan.

Lenan halus yang putih bersih berbicara tentang hidup dalam kebenaran & kekudusan. Kita dipanggil untuk terus berjuang hidup dalam kebenaran & menjaga kekudusan hidup sebagai pakaian kita. Ibrani 12:14, berkata: “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan”. Ini menjadi komitmen dan tekad kita di Minggu Jubilate ini : Kita harus mengejar kekudusan hidup. Apakah kita akan tetap hidup dalam kekudusan pada saat tidak ada seorang pun melihat perbuatan kita? Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan di saat dunia menawarkan perbuatan yang tidak kudus? Apakah kekudusan itu sudah menjadi gaya hidup kita?

  1. Hidup penuh syukur kepada Tuhan diwujudnyatakan dengan sorak pujian serta bersukacita di dalam Tuhan

Orang yang mengalami anugerah Allah atas hidupnya tidak mungkin hidup tanpa rasa syukur & pujian kepada Allah. Orang yang bersyukur, tidak mungkin berdiam diri saja atau menyimpan semua itu di dalam hati, tapi akan melahirkan sorak sorai & sukacita, mendorong kita untuk menunjukkan rasa syukur itu melalui sorak sukacita dan mewujud nyata juga dalam sikap hidup yang benar. Artinya: Jangan hanya dengan mulut, kita seolah memuji & mengandakan Tuhan, tapi hati, sikap hidup & perbuatan kita justru jauh dari padaNya, sebagaimana yang dilakukan bangsa Israel (teks Invocatio), sehingga kuasa Allah tidak nyata atas mereka. Tapi marilah meneladani Daud (ogen) yang dalam segala situasi senantiasa memuji Tuhan, bahkan menyaksikan kepada bangsa-bangsa lain bahwa Tuhanlah yang telah berkarya di dalam hidupnya, yang meluputkan dan menyelamatkannya dari semua musuh-musuhnya. Kiranya hidup kita dapat menjadi “madah pujian” yang mengumandangkan karya dan kemuliaan Allah yang hebat dan besar.

 

Pdt. Jenny Eva Karosekali

GBKP Rg. Harapan Indah

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD