KAMIS 17 AGUSTUS 2023, KHOTBAH ULANGAN 20:1-4 (PERINGATAN HUT RI)

Invocatio :

Jadi apabila anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka (Yohanes 8:36)

Bacaan I  :

Matius 24: 4-14 (tunggal)

Tema :

Tuhan Allah Memberikan Kemenengan

 

I. Pendahuluan

Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 harus disadari oleh masyarakat Indonesia sebagai bagian dari anugerah Tuhan. Artinya, kemerdekaan ini tidak lepas dari intervensi Tuhan yang telah menyempurnakan semua konsep dan rencana yang telah disusun oleh para pendiri bangsa. Tuhan memberikan anugerah ini sebagai bentuk kepedulianNya terhadap kebutuhan dasar bangsa yang ingin lepas dari penjajahan. Kemerdekaan itu dicapai dengan berjibaku, bukan saja pemikiran-pemikiran politik, tetapi juga soal nyawa yang telah dikorbankan oleh para pahlawan. Pengorbanan ini sangat berharga bagi generasi masa kini dan akan datang. 

Dalam kehidupan kemanusiaan, tentu saja setiap pribadi pada hakikatnya adalah manusia bebas. Jika kebebasannya direnggut oleh yang lain, maka secara naluriah ia akan memberontak dengan sekuat tenaga dan akan berupaya membebaskan dirinya dari kekuatan yang membelenggu. Karena sepenanggungan dan memiliki kegelisahan yang sama, maka dengan bahu membahu mencari jalan keluar. Semua dibuktikan dalam pengorbanan para pahlawan di medan perang. Bagi generasi penerus, itulah anugerah terindah yang tidak bisa dibayar oleh apapun juga. Para pahlawan memberikan hidup dan matinya demi kebebasan dan kemerdekaan.

II. Isi

Israel pada saat ini harus dipandang lebih sebagai sebuah perkemahan daripada sebuah kerajaan, karena mereka belum menetap di sebuah negeri yang menjadi milik mereka sendiri. Perang akan mereka jalani supaya mereka bisa menetap, dan bahkan setelah menetap pun, mereka tidak dapat melindungi atau memperluas daerah mereka tanpa mendengar bunyi-bunyi tanda bahaya perang. Oleh sebab itu, mereka perlu diberi beberapa petunjuk untuk urusan-urusan ketentaraan mereka. Dan dalam keseluruhan ayat-ayat dalam prikop ini, mereka diberi petunjuk untuk mengelola, menyusun, dan menghimpun pasukan-pasukan mereka sendiri.

Hal yang sangat penting bagi orang-orang yang akan menghadapi pertempuran harus disemangati melawan ketakutan-ketakutan mereka. Dalam nats kotbah kita Ulangan 20:1-4 Musa memberi semangat kepada semua prajurit. Hal yang harus diingat oleh para pemimpin dan panglima perang: “Janganlah engkau takut kepada mereka.” Sekalipun musuh tampak unggul karena jumlah mereka yang besar, melebihi jumlahmu, dan karena pasukan berkuda mereka, namun janganlah kamu mundur untuk bertempur dengan mereka. Kuda dan kereta menunjukkan tanda kekuatan suatu pasukan tentara. Pada saat itu dipakai sebagai senjata perang yang sangat penting dan menjadi suatu kekuatan yang sangat disegani. Kuda dan kereta sebagai perlengkapan perang yang kuat sering kali memberikan kemenangan dalam peperangan bagi bangsa yang memilikinya. Tetapi Musa mengatakan kepada bangsa Israel untuk tidak boleh takut melainkan harus percaya bahwa Allah ada bersama mereka. Allah yang telah membawa mereka keluar dari perbudakan di Mesir senantiasa menyertai mereka. Allah dengan kuasa-Nya dapat mengalahkan itu semua. Musa menyuruh bangsa Israel untuk tetap bersandar dan mengasihi Tuhan dan tetap percaya bahwa Allah sanggup mengalahkan musuh sekuat apapun. Dorongan semangat harus disampaikan oleh seorang imam yang ditunjuk, atau yang diurapi untuk tujuan itu. Imam harus menyemangati rakyat, memerintahkan mereka untuk tidak lemah hati, jangan takut dan jangan gemetar karena musuh mereka. Imam harus meyakinkan mereka akan hadirat Allah beserta mereka dan membela mereka. Bukan hanya untuk menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka, tetapi juga untuk memberi mereka kemenangan atas musuh-musuh itu. Orang-orang yang disertai Allah tidak mempunyai alasan untuk takut.

Banyak orang bermunculan menafsirkan beberapa kejadian yang muncul akhir-akhir ini sebagai tanda berakhirnya zaman ini. Namun kenyataannya tafsiran mereka tidak berujung realita, karena sampai kini telah gugur pendapat-pandapat tentang kepastian hari kiamat yang memang hanya sekadar perhitungan manusia belaka, yang tidak berpijak pada kebenaran firman Tuhan. Dalam bacaan kita hari ini jelas dikatakan Yesus bahwa tanda- tanda zaman memang dapat diamati tetapi tidak bermaksud membuka kesempatan bagi manusia untuk menentukan hari- Nya. Dalam percakapan Yesus dengan murid-muridNya tumbul pertanyaan dari murid-murud tentang kapan dan bagaimana kesudahan dunia (akhir zaman). Yesus tidak secara langsung menjawab pertanyaan mereka, tetapi memberikan nasihat bagi mereka untuk mengamati tanda zaman, yaitu: menjamurnya ajaran sesat yang berusaha menyelewengkan perhatian orang dari Yesus (4-5, 11), berbagai malapetaka perang dan bencana alam (6-7), penyiksaan dan pembunuhan orang beriman, permusuhan antar orang beriman karena ketidakjelasan dasar iman (10), dan kasih persaudaraan menjadi dingin (12). Dengan jelas dan tegas Yesus mengatakan bahwa semuanya ini akan terjadi sebagai permulaan penderitaan yang menimpa semua orang termasuk orang beriman. Orang percaya tidak seharusnya menjadi gelisah, kuatir, dan takut mengamati dan mengalami segala kejadian di atas, sebaliknya harus tetap teguh dan setia dalam kehidupan imannya. Di tengah kejadian-kejadian yang berakibat kemunduran, kerusakan, kehancuran, keruntuhan, dan kebinasaan, ternyata ada yang menghibur, karena berita Injil akan tetap tersiar dan berkembang ke setiap penjuru dunia sebelum zaman ini berakhir dan orang yang bertahan sampai akhir akan mendapatkan hidup kekal (13-14). Inilah misi Kristen yang tidak pernah ditelan kekacauan dan kehancuran zaman, karena firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesudahan segala sesuatu pasti, tetapi jangan goyah karena kemenangan orang yang setia sampai akhir pun pasti.

III. Aplikasi

Janji kemenangan yang Tuhan berikan, akan dinyatakan saat kita melangkah untuk berjuang dengan sungguh-sungguh dan penuh ketekunan. Tuhan berfirman kepada bangsa Israel, bahwa Tuhan akan menyertai mereka dalam peperangan yang mereka lakukan, dan Tuhan akan memberikan kemenangan kepada mereka. Jadi hari ini bangkitlah, berjuanglah, melangkahlah untuk meraih kemenangan yang sudah Tuhan janjikan.

Tema khotbah kita : Tuhan Allah memberikan kemenangan. Kemerdekaan RI yang ke 78 ini patut kita syukuri sebagai sebuah anugrah Tuhan yang luar biasa. Keberanian dan pengorbanan para pejuang, patut kita hargai, karena untuk mencapai kemerdekaan ini bukan sesuatu yang mudah diperoleh bangsa kita. Tuhan Allah telah bekerja melalui para pejuang kita, Tuhan yang memberikan keberanian bagi mereka untuk melawan para musuh walaupun perlengkapan senjata para musuh jauh lebih canggih dan lengkap dibandingkan dengan perlengakapn perang para pahlawan kita.

Kemerdekaan yang kita rasakan saat ini bukanlah akhir dari perjuangan. Banyak hal yang masih perlu kita perjuangkan dalam menjaga keutuhan NKRI dan mewujudkan cita-cita bangsa menciptakan kehidupan makmur dan adil bagi setiap warga. Pada zaman sekarang banyak masyarakat yang lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan bangsa. Hal semacam itu yang harus selalu kita hindari. Seperti kutipan yang pernah dikatakan oleh Bung Karno, "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri." Hal tersebut menandakan kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan. Saat ini kita harus tetap berjuang melawan segala hal yang dapat menghambat bangsa ini untuk menjadi bangsa yang maju dan makmur.

Ada sebuah ilustrasi untuk bias kita renungkan: Pada suatu hari seseorang berkunjung ke rumah temannya yang bekerja sebagai petani. Mereka telah lama tidak saling berjumpa. Ketika ia berjumpa dengan temanya, ia melihat temannya itu sangat menderita. Dengan penuh tanda tanya ia mulai mengajaknya bercakap-cakap. “Sobat, apakah tahun ini hasil panenmu tak baik?” “Aku tidak mempunyai hasil panen sedikit pun,” jawab petani itu. “O, maaf. Tidakkah kau dapatkan hasil dari pohon-pohon kapasmu?” tanya temannya itu dengan hati penuh iba. “Tidak, aku tidak menanam pohon kapas satupun, saya takut kalau kutu-kutu yang ada di benih kapas merusak pohon-pohon yang akan tumbuh,” jawab petani itu kembali. “Dan bagaimana dengan gandummu?” tanyanya kembali. “Aku juga tidak menanam gandum juga, karena aku pikir tahun ini tidak akan turun hujan.” “Kalau begitu kamu menanam kentang?” “Tidak, aku pun tidak memikirkan untuk menanam kentang, karena aku takut belalang akan menyerang dan memakan habis tanaman itu,” jawab petani itu lagi. Petani ini kalah perang sebelum maju berperang karena hatinya begitu dikuasai oleh ketakutan. Tidak heran jika petani tadi tidak memiliki panen sama sekali sebab karena ketakutannya ia sama sekali tidak mau melangkah untuk maju. Petani tadi tidak menyadari bahwa hidup ini adalah peperangan. Kalau ingin berhasil maka harus berani berperang. Tanpa peperangan, maka hidup ini tidak akan menghasilkan atau mencapai sesuatu yang berarti. Sama halnya dengan hidup kita, setiap hari kita haris menghadapi peperangan demi peperangan. Peperangan melawan diri kita sendiri, melawan kedagingan kita, melawan iblis, melawan semua rintangan dan hambatan untuk maju, dan masih banyak hal lagi. Hari ini kita harus menyadari bahwa kunci supaya kita bisa menang dalam peperangan adalah TIDAK TAKUT. Ingatlah bahwa Tuhan senantiasa beserta kita dan jika Tuhan beserta dengan kita, maka tidak ada satupun yang dapat melawan kita.          

Pdt Rahel br Tarigan M.Th-Runggun Denpasar

MINGGU 13 AGUSTUS 2023, KHOTBAH MAZMUR 71:17-24

Invocatio :

Kata orang: hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut usia. Padahal pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. (Ayub 12:12-13)

Ogen  :

1 Petrus 5:5-7

Tema :

Ermomo Kerna Kuasa Ras Kinimbisan Dibata/Memberitakan tentang Kekuatan dan Kemahakuasaan Allah

 

PENDAHULUAN

Topik mengenai usia dan cara berfikir sering sekali menjadi tolak ukur manusia untuk menentukan nilai dan karakter sesorang. Pertanyaan yang timbul dari sebuah artikel menyatakan, Which would you rather keep and why? The mind of a a 20 year old, while your body ages? Or The body of a 20 year old, while your mind ages? What gets better with age? What gets worse? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin dapat kita pilih dan jawab sesuai pemahaman kita masing-masing orang. Hidup memang dipenuhi dengan pendapat yang paradoks. Kadang anak-anak muda berfikir dan berharap seperti layaknya orang dewasa yang sudah seharusnya lebih bijaksana. Disisi lain, kaum orang tua dan dewasa lainnya berharap memiliki semangat dan cara pikir orang-orang muda. Minggu ini merupakan minggu Saitun, yaitu salah satu kategorial termuda di gereja kita GBKP. Disisi lain, Saitun juga merupakan perkumpulan orang tua kita yang telah dikatakan lanjut usia sesuai ketentuan yang diberikan oleh Gereja kita. Apakah menjadi Saitun merupakan hal yang tidak populer? Karena pandangan umum jika dikatakan Saitun berarti sudah lanjut usia, memiliki banyak keterbatasan dan seolah-olah orang tidak mau membicarakan tentang hal itu karena mungkin masih muda dan sebagainya. Dalam teks kita Mazmur 71 yang merupakan bagian dari produksi Davidik memperlihatkan bahwa ternyata semua orang pada waktunya akan mengalami masa tua dan pasti menuju kesana seperti Daud yang berdoa di masa tuanya. Oleh sebab itu, mari kita melihat bagaimana kesaksian iman Daud yang sudah menjadi Saitun tetapi senantiasa berserah, percaya dan memberikan pujian-pujiannya kepada Allah.

ISI

Invocatio

Invocatio kita yang di ambil dari Ayub 12 : 12-13 , “Kata orang: hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut usia. Padahal pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian.” Terjemahan LAI pada ayat ini memberikan sebuah pernyataan. Jika melihat terjemahan alkitab New Revised Standard (NRS) dan New International Version (NIV) maka kalimatnya, “Is wisdom with the aged, and understanding in length of days? (12:12) "With God are wisdom and strength; he has counsel and understanding. (12:13) Terjemahan LAI yang tadinya berbentuk sebuah pernyataan melalui terjemahan NRS dan NIV justru berbunyi pertanyaan di ayat 12 dan jawabannya di ayat 13. Ayub hendak menegaskan bahwa di bawah kemahakuasaan Allah, hikmat dan pengertian bekerja membentuk kehidupan seseorang. Ayub tidak menolak bahwa melalui pengalaman hidup dan pertambahan umur manusia, kita semakin berhikmat dan berperngertian. Ayub ingin menegaskan bahwa di dalam pertambahan umur serta pengalaman-pengalaman hidup tersebut Allah berperan sebagai sumber segalanya yang bertujuan membentuk pengalaman-pengalaman hidup manusia agar mendapatkan hikmat dan pengertian. Proses skema kehidupan manusia seluruhnya berada dalam kendali Allah. Maka dari itu, pertanyaan di ayat 12 langsung di jawab di ayat 13 yaitu,” With God are wisdom and strength; he has counsel and understanding.”Umur manusia adalah keterbatasan dan kelemahan manusia dalam menghadapi waktu, tapi pada Allah ada hikmat dan kekuatan yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Jika bersama Allah berarti hikmat berfungsi memberi kekuatan, kebranian dan hal-hal yang luar biasa dalam hidup kita. Selanjutnya penekanan bahwa Allah memiliki Counsel dan Understanding, yang artinya Allah dapat dijadikan sebagai konselor yang dapat membangun dan memperdalam pengertian kita. Kata asli yang dipakai adalah tebunah yang bisa juga berarti sebuah proses discernment. Apa itu discernment? Dalam agama Kristen, proses ini adalah kemampuan untuk memperoleh persepsi yang tajam atau menilai dengan baik. Dalam hal penilaian, proses ini dapat bersifat psikologis, moral atau estetika. Proses ini juga dapat didefinisikan dalam konteks; ilmiah, normatif dan formal.[1] Dalam proses inilah pentingnya Roh Kudus mengambil peran dan memberi hikmat agar dalam menjalani dan menghadapi tantangan hidup kita mampu melihat rancangan Allah dalam hidup kita. Allah menjadi konselor utama kita untuk sampai kepada proses discernment.

Bacaan kita yang diambil dari 1 Petrus 5:5-7, mengingatkan saya akan pintu masuk Gereja Kelahiran di Betlehem telah dua kali diperkecil. Tujuannya adalah agar para perampok berkuda tidak dapat menerobos masuk. Pintu itu sekarang disebut “Pintu Kerendahan Hati”, karena para pengunjung harus membungkuk untuk dapat masuk.

Saat kita beranjak tua, menekuk lutut menjadi semakin sulit dan sakit. Di dunia kesehatan, beberapa orang dengan berani menjalani operasi penggantian lutut. Untuk menghindari kerusakan sambungan yang semakin sakit selama bertahun-tahun, mereka rela menderita selama beberapa minggu.

Seperti lutut fisik kita, lutut rohani pun dapat menjadi kaku seiring dengan berjalannya waktu. Tahun-tahun yang penuh kesombongan dan keegoisan yang keras kepala membuat kita tidak fleksibel, sehingga semakin sulit dan menyakitkan bagi kita untuk merendahkan diri. Karena terbujuk oleh perasaan penting yang palsu saat orang lain tunduk kepada kita, kita tidak pernah belajar bahwa arti penting yang sejati muncul bila kita tunduk kepada Allah dan orang lain (Efesus 5:21; 1 Petrus 5:5).

Bacaan khotbah kita yang diambil dari Mazmur 71 : 17-24 menceritakan bagaimana seorang Daud sedang hanyut dalam kegirangan dan puji-pujian yang timbul dari iman dan pengharapannya kepada Allah. Kita bisa mendapati kedua hal itu bersama-sama (ay. 14), ketika tiba-tiba saja nada suaranya berubah. Ketakutannya mereda, pengharapannya diteguhkan, dan doa-doanya diubahkan menjadi pujian syukur. “Biar saja musuh-musuhku berkata semau-maunya untuk menjerumuskanku ke dalam keputusasaan, tetapi aku senantiasa mau berharap, berharap dalam segala keadaan, bahkan di hari yang termendung dan tergelap sekalipun. Aku akan hidup dalam pengharapan dan akan senantiasa berharap sampai akhir.” Karena kita berharap kepada Pribadi yang tidak akan pernah mengecewakan kita, maka biarlah harapan kita kepada-Nya pun tidak pernah sirna, sehingga kita akan terus memuji-Nya dengan lebih-lebih lagi.

Refleksi

Seorang ibu menemukan sebuah kepompong kupu-kupu di halaman rumahnya. Suatu hari terlihat sebuah lubang kecil. Lalu ibu ini melihat kupu-kupu sedang berjuang melalui lubang     kecil tersebut. Sudah beberapa jam berlalu tanpa hasil. Ibu ini memutuskan untuk   menolongnya. Ia mengambil gunting dan membuka kepompong tersebut. Akhirnya kupu-kupu tersebut bisa keluar dengan mudah. Kupu – kupu tersebut mempunyai badan yang besar tetapi sayap yang kecil dan lemah. Ibu ini beharap pada saatnya sayapnya akan membesar dan sanggup menopang. tubuhnya. Namun harapannya sia-sia! Kupu-kupu itu tak kunjung terbang , ia hanya bisa merayap. Ibu tersebut baikhati, tetapi terlalu tergesa -gesa sehingga tidak menyadari bahwa ia telah menjadi penghambat bagi kupu-kupu tersebut. Perjuangan kupu-kupu untuk keluar dari lubang yang kecil kepompongnya sesungguhnya adalah cara Tuhan untuk memindahkan cairan dari tubuh si kupu-kupu kesayapnya. Jadi,pada waktu kupu-kupu tersebut keluar dari kepompongmya, ia dapat segera terbang. Sama halnya dengan kupu-kupu tersebut, seringkali Tuhan izinkan ada banyak kepompong-kepompong perjuangan yang harus kita hadapi dalam hidup ini, baik itu dalam pekerjaan, karier, cita-cita, keluarga, dsb. Jika   Tuhan membiarkan hidup kita tanpa hambatan dan kesulitan, hal itu justru akan melumpuhkan kita. Kita tidak akan pernah mengembangkan potensi dan kekuatan yang sudah Tuhan tanamkan dalam diri kita. Namun,   dalam   renungan   hari   ini   dengan   sangat   jelas berkata bahwa meski Tuhan mengizinkan kesukaran dalam hidup kita, tetapi Dia juga yang akan menghibur, menaikkan, dan bahkan menambah kebesaran kita. Di setiap kesendirian kita, ada Tuhan yang menemani. Di setiap sedih kita, ada Tuhan yang menghibur. Di setiap kesusahan, ada Tuhan yang membuka jalan. Dan di setiap   kekurangan,   ada   Tuhan   yang   mencukupkan. Tuhan yang akan membawa kita mengalami hal-hal lebih besar dan lebih cepat, serta menyatakan pelangi kemulian-Nya dalam hidup kita. Dan dari kesemua ini, yang terpenting bahwa hal itu tidak hanya dilakukan semasa kita muda. Tapi sampai usia kita menua, seperti yang disaksikan Daud dalam Mazmur yang menjadi bahan khotbah kita.

Inilah yang menjadi pengharapan bagi kita dan menjadi kesaksian akan kekuatan dan kemahakuasaan Allah yang selalu menyertai seumur hidup kita

Det. Samuel Barcley. A Barus, S.Si Teol, CCM

 

[1] https://en.wikipedia.org/wiki/Discernment_(Christianity) diakses pada Selasa 13 Juni 2023

MINGGU 06 AGUSTUS 2023, KHOTBAH ULANGAN 6:1-9

Invocatio  : Lukas 2:46

Bahan Bacaan : Kisah Para Rasul 22:1-3

Tema   : Takut/berhikmat kepada Tuhan (Erkemalangan Man Tuhan)

 

I. Pengantar

Pendidikan merupakan pilar utama yang sangat penting bagi setiap orang. Pendidikan adalah suatu proses pengajaran atau pembelajaran yang diberikan kepada setiap individu. Pendidikan itu sendiri diberikan oleh bimbingan seseorang atau tenaga pendidik secara bertahap dan mengalami suatu perubahan. Pendidikan di Yahudi lebih kepada pengajaran Taurat. Sedangkan pendidikan secara umum menjelaskan bahwa pendidikan pertama dan utama itu diterapkan dalam keluarga[1]. Fakta menjelaskan bahwa pendidikan bagi orang-orang Israel ada di “sinagoge” yang secara sejarah sangat susah menemukan kapan mulai ada pendidikan di sinagoge-sinagoge; tetapi faktanya kita menemukan dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus juga para rasul sering datang dan mengajar di sinagoge. Biasanya pada hari sabat orang Yahudi akan berkumpul di sinagoge untuk mendengar guru Yahudi (rabi) membaca Kitab Suci dan Taurat. Juga dalam hari-hari lain anak-anak lelaki Yahudi di ajar di sinagoge- sinagoge untuk memperdalam pendidikan agama. Selain di rumah, setiap anak-anak mendapat pengajaran dari orang tua mereka. Daud adalah salah satu contoh hasil pendidikan Yahudi dengan pendidikan agama yang baik, tetapi juga pelajaran tata krama, music dan juga latihan keprajuritan (1 Samuel 16:18).

Dalam tradisi Yahudi pendidikan agama merupakan tanggung jawab orang tua, tanpa terkecuali apakah orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Orang tua harus mengajar anak-anak mereka; bahkan orang tua mengajar sampai kepada cucu mereka, karena memang kebanyakan keluarga Yahudi tinggal dalam satu rumah dalam keluarga besar. Nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat kepada Israel turun-temurun. Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada segala anak cucunya.[2]

Ulangan 4:9; 11:19; 32:46, memberitahukan kepada kita bagaimana Allah memerintahkan kepada setiap orangtua Yahudi untuk mengajar tentang Allah kepada anak- anak dan cucu mereka.

Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu (Ulangan 4:9)

Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ulangan 11:19)

Setelah Musa selesai menyampaikan segala perkataan itu kepada seluruh orang Israel, berkatalah ia kepada mereka: “Perhatikanlah segala perkataan yang keperingakan kepadamu pada hari ini, supaya kamu memerintahkannya kepada anak-anakmu untuk melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini, (Ulangan 32:46)

Orangtua di dalam rumah tangga Yahudi sangat berperan dalam mendidik anak- anaknya, orangtua mengajar langsung tentang kebiasaan, tatakrama dan kepercayaan kepada Allah; orangtua membawa anak-anak mereka ke Bait Allah. Kita bisa melihat bagaimana Yusuf dan Maria membawa Yesus pada waktu berumur 12 tahun ke Bait Allah (Lukas 2:41)

II. Pendalaman Teks

Berdasarkan bahan bacaan pertama dan bahan khotbah, maka berhikmat kepada Tuhan didasari dengan pendidikan atau pengenalan akan Tuhan Allah. Berkaca dengan sejarah Israel bagaimana pentingnya keluarga (oikos) yang terdiri dari Ayah, Ibu, Anak-anak dan setiap orang yang ada dalam satu rumah/kemah, menjadi bagian dalam mewariskan ajaran Iman dan segala pembelajaran hidup, maka pendidikan di dalam keluarga tidak bisa dikesampingkan, walaupun sesibuk apapun orang tua dalam pekerjaan. Karena kalau tidak mendidik anak-anak sejak dini dalam keluarga, maka suatu generasi bisa menjadi generasi yang “terhilang” dalam artian generasi yang tidak takut TUHAN dan bahkan tidak mengenal TUHAN.

Dalam Talmud Babilonia Ketubot 49[3] telah menyebutkan bahwa masa kanak-kanak itu merupakan masa dimana mereka penuh dengan kesucian, kegembiraan, serta kehormatan yang seharusnya di berikan penghargaan dan penghormatan. Anak-anak mutlak menempati posisi khusus dalam gereja. Mereka adalah benih gereja, harapan masa depan. Tuhan sendiri memberi tempat khusus bagi mereka. Ia mendatangkan kerajaan-Nya turun temurun, dari orang tua kepada anak-anak. “Lahir dalam rumah Kristen” bukanlah kebetulan, melainkan karunia dan pimpinan Tuhan yang tak dapat di sangkal. Baptisan adalah tanda dan materai yang indah dari kenyataan tersebut. Tapi baptisan itu juga mewajibkan orangtua dan gereja menjaga kualitas pendidikan ajaran Kristen, baik di rumah tangga, di sekolah maupun dalam katekisasi[4]

Pada abat-abad pertama masehi, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut “beth-ha-sefer” (beth=rumah, sefer=kitab); yang artinya “rumah sang kitab”. Di sekolah inilah pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalkan secara seksama dan harafiah. Sejak umur 6 atau 7 tahun anak-anak Yahudi sudah di bawa oleh orang tuanya ke pengajaran rabi di sekolah ini; dengan tujuan untuk mendapat pengetahuan tentang Taurat.

Tingkat yang lebih tinggi untuk pengajaran hukum di beth-ha-sefer diberikan di “beth-ha-midrashy” (beth=rumah, midrash=pengajaran) yang memiliki arti “rumah pengajaran”. Di sekolah ini bukan hanya siswa dituntut untuk menghafal Taurat secara literal, melainkan sudah diajarkan tentang manfaat dan makna Taurat itu. Pada usia 12-13 tahun anak-anak Yahudi dituntut sudah bisa sepenuhnya menaati dan melaksanakan hukum Yahudi, yaitu “mitswoth,” dan pada tahap ini anak lelaki Yahudi telah dianggap sebagai “bar- mitswa,” yang artinya “anak-anak hukum taurat.” Berbicara tentang pendidikan atau pengajaran, tentu juga harus mengerti tentang bahan dan kurikulum yang dipakai dalam belajar; termasuk juga dalam pengajaran Yahudi. Pengajaran anak-anak Yahudi mulai dari usia dini yang mendapat pendidikan langsung oleh orang tua mereka di rumah, tentang tatakrama, dan iman kepada Allah, beserta ritual keagamaan Israel.

  • Umur 5 tahun; anak-anak mulai diberi pelajaran dasar membaca Taurat. Pada umur ini anak-anak mulai membaca dan menulis, terutama membaca dan menghafalkan
  • Umur 10 tahun; mulai dengan mitswa (pengajaran); pada tataran ini anak-anak sudah diajar tentang makna dan arti dari hukum Taurat, bukan lagi hanya menghafal, tetapi sudah tahu
  • Umur 12-13 tahun; menjalani sebagai bar-mitswa, (menjalankan peraturan/hukum Mereka sudah dianggap mumpuni dalam hal hukum taurat dan melaksanakannya, sehingga anak-anak di taraf ini disebut juga anak syariat atau anak Torah (The son of law).

Pendidikan Taurat Yahudi bisa terlaksana dengan baik karena adanya komunitas (jemaat) yang beriman teguh. Pendidikan itu dilaksanakan di sinagoge, sebagai tempat berkumpul, belajar agama dan beribadah, karena mereka mau mengajar kepada anak-anak agar kelak menjadi dewasa dalam segala aspek kehidupan dan menjadi bagian dari umat di sinaoge. Ini sangat penting bagi kita untuk membawa anak-anak ke rumah Tuhan (gereja sekarang) agar anak-anak tumbuh dewasa dalam segala aspek kehidupan termasuk imannya sehingga akan menjadi bagian dan meneruskan komunitas orang percaya dalam gereja. Sesungguhnya antara orangtua di rumah, guru di sekolah umum dan guru sekolah minggu di gereja, bisa duduk bersama dalam komunitas pengajaran yang saling bergandengtangan dalam keberhasilan pengajaran kepada anak-anak, sebagai generasi penerus.

Ada pelajaran utama di Sinagoge, yaitu: Syema Yisrael artinya: “Dengarlah hai orang Israel,” yang merupakan kredo atau pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca tiap hari pada waktu pagi dan malam dalam ibadah di sinagoge. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada nak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. (Ulangan 6:4-9)

Dengarlah, hai orang Israel; adalah bagian yang sebut sebagai Syema/Shema (ibrani: Shama=mendengar). Bagian ini sangat di kenal oleh orang Yahudi pada zaman Yesus karena diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap di ibadah sinagoge. Shema ini merupakan pernyataan terbaik tentang kodrat monotheisme Allah; pernyataan ini diikuti dengan perintah ganda kepada bangsa Israel; Untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan untuk mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka

Ulangan 6:4-9 ini sering disebut sebagai Shema yang artinya mendengar. Bagian ini sangat dikenal oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap dalam kebaktiankebaktian. Shema ini merupakan pernyataan yang terbaik tentang kodrat monoteisme Allah. melalui pernyataan tersebut, disampaikanlah perintah bagi bangsa Israel diantaranya ialah:

  1. Ulangan 6:5-6, diperintahkan untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.
  2. Ulangan 6:7-9, untuk senantiasa mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka.

Jadi, disini ada tugas orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak dengan senantiasa mengajar anak-anak itu dari kecil. Orang tua di perintahkan untuk mengajarkan berulang-ulang akan hukum taurat yang telah Tuhan perintahkan. Jelas dalam (ayat 7) bahwa haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anakanakmu dan membicarkannya pada waktu engkau duduk dirumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun.  

Merrill C. Tenney mengatakan bahwa dalam Pendidikan bangsa Yahudi pribadi Allah dan hukum Taurat menjadi topik utama Pendidikan mereka, sehingga bagi generasi Yahudi buku yang wajib untuk dibaca dan dipelajari adalah Kitab Suci (Taurat) bukan yang lain.[5] Kitab Suci merupakan sumber utama pengetahuan kita mengenai pribadi Allah. Langkah awal yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam memperkenalkan pribadi Allah adalah memperkenalkan namaNya. Orang tua wajib membimbing anak-anaknya hingga mereka mengenal Allah Sebagai Pencipta dan sumber kehidupan, sehingga ia bisa menunjukkan sikap hormat kepada Allah. Karena itu sangat penting bagi orang tua untuk mendidik dan membimbing anak mereka agar dapat bertumbuh menjadi pribadi yang mengenal Allah dan berkenan kepadaNya.[6] Selain itu, tanggungjawab utama berikutnya ialah para orang tua Israel harus mengajarkan anaknyanya untuk hidup mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dengan kata lain mengasihi Allah dengan seluruh totalitas kehidupan.

III. Aplikasi

Ada bukti bahwa pelajaran menghafal Taurat ini merupakan dasar keimanan anak-anak Yahudi yang akhirnya anak-anak Yahudi sangat tahu identitasnya, keyakinannya dan sangat militan dengan imannya kepada Allah (Yahwe). Bagaimana dengan orang percaya saat ini? Apakah orang tua dan guru-guru agama baik di sekolah umum maupun di gereja mengajar anak-anak akan pentingnya menghafal firman Tuhan? Sering orangtua menyerahkan pendidikan anak-anak termasuk pendidikan agama (iman) kepada sekolah dan gereja; orangtua merasa sudah memberikan yang dibutuhkan untuk kebaikan masa depan anak. Itu sesungguhnya hanya sebagian dari keutuhan pendidikan bagi anak; karena anak-anak Kristen (orang percaya) membangun pendidikan bagi anak secara bersama, yaitu: Keluarga, Sekolah dan Gereja.

Konteks Ulangan memperlihatkan bagaimana bangsa Israel diminta untuk menunjukkan sikap loyalitasnya kepada Allah melalui tindakkan kasih. Bangsa Israel diminta untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan segenap kekuatannya. Kasih yang digambarkan dalam Ulangan 6:5 berupa ketaatan dan perasaan bangsa Israel kepada Allah. Kasih dan ketaatan memiliki kaitan yang erat. Mengasihi Allah berarti menuruti segala perintahNya. Mengasihi berarti memberi perhatian penuh kepada orang lain, dengan kata lain mengasihi Allah berarti memberi perhatian penuh kepada Allah. Jika diperhatikan dalam kitab Ulangan 6:4-9 terdapat sebuah himbauan agar bangsa Israel mengasihi Allah, satu-satunya Allah yang Esa dan belajar taurat Tuhan serta mengajarkannya kepada anak-anak generasi bangsa Israel.

Para orang tua diminta mengasihi Tuhan Allahnya dengan totalitas kehidupan mereka terlebih dahulu sebelum mereka membimbing atau mengajarkan kepada anak-anak mereka bagaimana mengasihi Tuhan Allah. Itu sebabnya Musa menyampaikan dengan tegas, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan.”Orang tua harus menjadi sosok teladan iman yang baik bagi anak-anak mereka.

Kualitas orang tua seperti kerohanian, kepribadian, kedewasaan, wawasan merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan anak-anak yang dididiknya juga berkualitas seperti dirinya. Hal itu bisa saja terjadi jika para orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya melalui teladan kehidupannya maka secara otomatis hal itu pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya.

Menjadi teladan dalam pengajaran harus menjadi komitmen para orang tua dalam upaya mereka mendidik anak-anaknya. Orang tua tidak pernah bisa memberikan apa yang mereka tidak ketahui. Mereka tidak pernah bisa mengajarkan kepada anak-anaknya apa yang belum mereka ketahui sebelum orang tua memberikan pembinaan hal-hal rohani kepada anak-anaknya, mereka terlebih dahulu harus mempunyai pengalaman rohani dengan Kristus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para orangtua untuk mengungkapkan kasih kepada Allah dapat dilakukan dengan memperhatikan kerohanian anak-anak mereka. Orang tua memegang peran utama dalam mempersiapkan anak-anak merka agar dapat hidup berkenan kepada Allah dengan memberikan asuhan dan pendidikan kerohanian kepada anak-anak mereka. Upaya Pendidikan yang dilakukan tidak hanya sekedar berlalu begitu saja namun dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus melalui praktek kehidupan atau yang lebih dikenal dengan istilah keteladanan.

Pdt. Anton Keliat, S.Th, M.A.P-Runggun Semarang

 

[1] Yohanes Krismantyo Susanta, “Tradisi Pendidikan Iman Anak Dalam Perjanjian Lama,” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no.2 (2019):148

[2] Dr.E,G. Homrighousen dan Dr.I.H.Enklaar. Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 2.

[3] Talmud (bahasa Ibrani: תלמוד) adalah catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudietika, kebiasaan dan sejarah. Talmud mempunyai dua komponen: Mishnah, yang merupakan kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis; dan Gemara, diskusi mengenai Mishnah dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Tannaim yang sering membahas topik-topik lain dan secara luas menguraikan Tanakh.

[4] G Reimer. Ajarlah Mereka. Pedoman Ilmu Katekese (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), 12

[5] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Penerbit Gandung Mas, 1997)

[6] Bergant, Dianne dan Robert J. karris. Tafsiran Perjanjian Lama.Yogyakarta:Kanisius, 2022.

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD