MINGGU 21 AGUSTUS 2022, KHOTBAH MAZMUR 128:1-6 (MINGGU MAMRE)

Invocatio    :

“Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya” (Amsal 20:7).

Bacaan  :

Ibrani 12:5-8 (Tunggal)

Tema  :

BAPA YANG TAKUT AKAN TUHAN (BAPA SI MALANG MAN TUHAN)

 

I. KATA PENGANTAR

Jemaat Tuhan yang dikasihi Tuhan, sebuah sumber mengatakan bahwa bapa adalah pahlawan bagi anak-anaknya, sehingga secara umum Ketika anak-anak berkelahi maka mereka akan mengatakan, “Aku bilang sama ayahku”. Sebuah sumber mengatakan bahwa ketika seorang anak kehilangan ayahnya apakah melalui kematian atau perceraian, maka anak-anak akan merasa bahwa mereka kehilangan pahlawannya. Dalam Alkitab juga dikatakan bahwa Yusuf merebahkan dirinya mendekap muka ayahnya serta menangisi dan mencium ayahnya yang sudah mati.

Bahkan bagi orang Israel para anak laki-laki ada di bawah bimbingan sang ayah yang memagangkan mereka dalam pertanian, penggembalaan, dan keahlian umum. Dengan mendampingi sang ayah dalam aktivitas seperti pepeprangan dan perburuan, para anak laki-laki belajar bagaimana menangani persenjataan, panah, pengali-ngali dan pedang.

Tentunya melalui hal ini dapat kita bayangkan jika sosok ayah yang mengajari anak-anaknya adalah ayah yang tidak takut akan Tuhan dan hidup dalam dosa, maka anak-anaknya juga akan hidup mengikuti apa yang diajarkan oleh ayahnya yakni hidup di dalam dosa. Sedemikian pentingnya seorang ayah bagi keluarga sehingga melalui firman Tuhan dalam ibadah kita hari ini kita akan belajar bagaimana sesungguhnya peran seorang dalam keluarga untuk mendapatkan kebahagiaan.

II. PENDALAMAN TEKS

Mazmur 128 ini menekankan sikap "takut akan Tuhan" (1, 4) sebagai dasar berkat dalam keluarga. Mazmur ini dikategorikan mazmur hikmat (band. Ams. 1:7). Ada banyak penafsir yang percaya bahwa mazmur ini juga dipakai sebagai doa bagi pasangan baru dalam acara pernikahan tradisi Israel. Bagian pertama dari mazmur ini (ay. 1-4) berbicara mengenai akibat hidup takut akan Tuhan. Mereka yang takut akan Tuhan dan bekerja keras akan diberkati (1-2). Iman seseorang kepada pemeliharaan Allah, dan ketekunannya dalam berusaha mendatangkan berkat yang berkecukupan. Keluarga pun ikut diberkati (3) dengan kebahagiaan yang bersumber dari Tuhan sendiri (5a; dari Sion, tempat kediaman Allah). Bagian kedua dari mazmur ini (ay. 5-6) memberikan nuansa yang meluas karena berkat bagi mereka yang takut akan Tuhan bukan hanya dirasakan dalam lingkup rumah tangga, tetapi juga dalam masyarakat dan bangsa. Keluarga yang takut akan Tuhan merupakan pilar-pilar pembentuk bangsa yang kokoh (5) dan membawa kesejahteraan bagi generasi yang akan datang (6). Pemasmur mengatakan bahwa berkat atas rumah tangga dimulai dari kehidupan pribadi yang benar di hadapan Tuhan yaitu hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya (cara hidup yang ditunjuk Tuhan melalui hukum-hukumNya (bdk Maz 119). Sikap hidup seperti ini harus dimulai dari masing-masing pribadi anggota keluarga, sehingga keluarganya bahagia.

Pemazmur mengatakan bahwa berbahagialah setiap orang yang takut akan Tuhan. Pemazmur mengawali dengan pernyataan bahwa kebahagiaan adalah bagian atau nasib orang yang mengerti takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan-jalan-Nya, karena orang tersebut akan baik keadaannya, sebab dia makan dari hasil jerih payahnya sendiri, tidak kehilangan hasil-hasil itu pada masa kekeringan atau membaginya dengan tuan-tuan tanah yang menindas. Seorang suami sebagai kepala keluarga mengambil peran pemimpin rohani bagi keluarganya. Secara pribadi, seharusnya ia memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, sehingga dapat mengarahkan keluarganya kepada jalan-Nya. Di sini digambarkan seorang suami yang hidup benar di hadapan Tuhan dan memenuhi tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Ia memiliki istri dan keturunan yang membahagiakan keluarganya. Istrinya akan menjadi seorang wanita yang menyenangkan hati suami dan anak-anaknya, sehingga suasana rumah damai dan nyaman. Demikian pula dengan anak-anaknya, kelak akan menjadi pewaris keluarga yang berguna.

Pemazmur bukan mengatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan dan berjalan di jalan Tuhan maka mereka akan hidup dengan mudah, tanpa kekhawatiran atau penderitaan, tetapi, mereka akan memakan hasil jerih payah tangan mereka. Isteri mereka akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahnya. Artinya istrinya akan seperti pohon anggur yang tidak hanya melebar sebagai hiasan, tetapi juga yang berbuah dan yang dengan buahnya baik Allah maupun manusia disenangkan (Hak. 9:13). Pohon anggur adalah tanaman yang lemah dan lembut, perlu disokong dan dirawat, tetapi ia merupakan tanaman yang sangat berharga.

Anak-anaknya akan menjadi seperti tunas pohon zaitun. Artinya sungguh menyenangkan bagi orangtua untuk mempunyai meja yang dibentangkan, meskipun dengan makanan ala kadarnya, dan melihat anak-anak mereka duduk di sekelilingnya, untuk mempunyai banyak anak, cukup banyak untuk mengelilinginya. Dan mereka senang melihat anak-anak mereka hadir bersama mereka, tidak terpencar-pencar, atau terpaksa harus berpisah dari mereka. Ayub menjadikannya sebagai salah satu contoh dari kemakmurannya dulu bahwa anak-anaknya ada di sekelilingnya (Ayb. 29:5). Orangtua senang ditemani oleh anak-anak mereka di meja makan, menjaga suasana menyenangkan ketika bercakap-cakap di meja makan, melihat mereka sehat-sehat, mempunyai nafsu untuk makan dan bukan untuk minum obat, melihat mereka seperti tunas pohon zaitun, tegak dan hijau, menyerap getah dari pendidikan mereka yang baik, dan akan berguna pada waktunya nanti.

Oleh sebab itu dalam bahan khotbah kita ini dikatakan bahwa sumber kebahagiaan dalam hidup kita adalah hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Sehingga dalam bacaan kita Ibrani 12:5-8 dikatakan bahwa sekalipun banyak tantangan atau penderitaan jangan pernah meninggalkan hidup takut akan Tuhan karena didikan Tuhan atas orang-orang percaya dan kesukaran serta penderitaan yang diizinkan-Nya terjadi dalam kehidupan kita merupakan:

  1. Tanda bahwa kita adalah anak-anak Allah (ayat Ibr 12:7-8).
  2. Jaminan kasih dan perhatian Allah kepada kita (ayat Ibr 12:6).
  3. Agar pada akhirnya kita tidak ikut dihukum bersama-sama dengan dunia (1Kor 11:31-32)
  4. Agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah dan tetap hidup di dalam kesucian karena tanpanya kita tidak mungkin melihat Allah (ayat Ibr 12:10-11,14).

III. APLIKASI

Tema kita, “BAPA YANG TAKUT AKAN TUHAN”. Pengertian takut dalam hal ini adalah:

  1. Kesadaran akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran-Nya dan kesadaran bahwa Allah adalah Allah yang kudus, yang tabiat-Nya itu membuat Dia menghukum dosa.
  2. Memandang Dia dengan kekaguman dan penghormatan kudus serta menghormati-Nya sebagai Allah karena kemuliaan, kekudusan, keagungan, dan kuasa-Nya yang besar
  3. Menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya.
  4. Kesadaran bahwa Dialah Allah yang marah terhadap dosa dan berkuasa untuk menghukum mereka yang melanggar hukum-hukum-Nya yang adil, baik dengan segera maupun dalam kekekalan (bd. Mazm 76:8-9).

Dengan demikian tema ini mau mengajarkan kepada kita agar menjadi seorang bapa harus hidup dengan menjaga kekudusan dan hidup dengan cara hidup yang ditunjuk Tuhan melalui hukum-hukumNya. Dalam nas khutbah kita dikatakan bahwa jika seorang laki-laki hidup takut akan Tuhan dan berjalan di halan yang ditunjukkan Tuhan maka mereka akan dapat:

  1. Menikmati buah dari pekerjaan mereka
  2. Berbahagia
  3. Kehidupan yang baik
  4. Istri yang membahagiakan suami dan anak-anaknya
  5. Anak-anak yang membahagiakan orang tuanya
  6. Umur Panjang

Oleh sebab itu sebagai orang beriman hendaknyalah kita sebagai bapa sadar bahwa kebahagiaan hidup kita sesungguhnya bukan ditentukan oleh sesukses apa karier kita, sekaya apa kita, setinggi apa jabatan kita, seberapa banyak harta kita, melainkan sejauh mana sebagai seorang suami atau bapa memiliki kehidupan yang takut akan Tuhan dan sejauh mana kita berjalan di jalan yang ditujukkan oleh Tuhan. Sebuah sumber mengatakan tiga hal di dunia ini yang tidak akan pernah kita ketahui yaitu kapan kita lahir, kapan kita berumah tangga dan kapan kita mati. Kelahiran sudah jauh kita tinggalkan dan untuk bertemu dengan Tuhan maka kita pasti akan menghadapi kematian. Sudah kah kita siap meninggalkan bekal kita di dunia ini? Bekal yang mana yang akan kita tinggalkan. Apakah Ketika kita mati maka orang akan berkata, “Sungguh baik sekali anak itu. Maka orang akan menjawab, “bagaimana tidak baik karena ayah dan kakek neneknya semua baik.” Apakah yang akan kita tinggalkan, Ketika orang berkata, “Jahat sekali anak itu.” Maka orang akan menjawab. Bagaimana tidak jahat, ayah dan kakek neneknya saja lebih jahat dari itu.” Yang mana akan kita tinggalkan.

Oleh sebab itu sebagai ayah hendaknyalah kita senantiasa hidup takut akan Tuhan dan berjalan di jalan Tuhan agar kebahagiaan itu menjadi milik kita dan anak-anak kita juga dapat berbahagia karena memiliki seorang bapa yang hidup takut akan Tuhan. Seperti yang disampaikan dalam Invocatio kita bahwa Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya” (Amsal 20:7).

 

Pdt. Jaya Abadi Tarigan-Runggun Bekasi

RABU 17 AGUSTUS 2022, KHOTBAH ROMA 8:21-25 (HUT KEMERDEKAAN RI KE 77)

Invocatio :

“Kembalilah pula, TUHAN, luputkanlah jiwaku,Selamatkanlah aku oleh karena kasih setia-Mu.

Bacaan I :

Kejadian 40:13-15 (Tunggal)

Tema :

Merdeka janah ngenanami kebebasen / Merdeka supaya mengalami kebebasan

 

Pengantar

Tanggal 17 Agustus akan selalu identik dengan kata “Kemerdekaan/Merdeka”. Untuk bisa mendapat kemerdekaan harus menempuh perjuangan yang sulit dan panjang bahkan di dalamnya pun ada penderitaan dan pengorbanan. Perjuangan yang tidak mudah itu membuat tidak semua orang bisa bertahan dan mendapatkan kemerdekaan. Bisa kita lihat juga dari perjuangan Bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Dalam perjalanannya ada yang tidak bisa menanti kemerdekaan itu datang sehingga mereka meninggalkan Indonesia dan beralih bersama dengan penjajah. Namun, kita bersyukur masih banyak orang yang bisa bertahan dan memiliki pengharapan sehingga sampai saat ini kita sudah merasakan kemerdekaan selama 77 tahun. Selain kemerdekaan Indonesia, hari ini kita membahas kemerdekaan dari dosa. Sudahkah kita merdeka?

 

Isi

Tuhan Yesus sudah datang ke dunia dan menebus dosa kita di atas kayu Salib. Kita sudah dimerdekakan dari dosa. Tapi, hidup di dalam dunia berdosa, membuat kita setiap hari melihat perbuatan dosa di sekeliling kita. Kita masih bisa tergelincir ikut-ikutan berdosa. Sebagai orang yang sudah dimerdekakan dari dosa, kita harus bisa melawan dosa dan kesenangan dunia yang membuat kita kembali dikungkung oleh dosa. Menjauhi dosa tidak mudah, apalagi menjadi anak-anak Allah seperti yang ada dalam bacaan kita.

Banyak penderitaan yang kita alami saat kita hidup dalam ketaatan bersama Tuhan. Ketika Paulus menulis surat ini, sebagaian besar orang percaya di kota Roma, sedang atau akan mengalami penderitaan dahsyat. Rasul Paulus sendiri mengalami berbagai penderitaan setelah ia mengikut Tuhan. Paulus tidak menghadapu penderitaan dengan mengelakannya tetapi dihadapi dengan kebenaran firman.

Bagaimanakah orang seharusnya memandang penderitaan yang dialaminya saat ini? Penderitaan saat ini harus dipandang dalam kaitan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Di Roma 8:18 “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Ilustrasi yang dipakai oleh Paulus ialah seorang perempuan yang sakit bersalin. Sembilan bulan menderita berbagai ketidaknyamanan, Mendapatkan sukacita yang tidak terhingga saat bayi lahir. Demikian juga hidup kita yang penuh dengan penderitaan sekarang ini, tidak sebanding dengan pengharapan Sorgawi yang dijanjikan Tuhan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Dalam bacaan pertama kita mengingat kembali kisah Yusuf. Akibat memelihara integritas, Yusuf dipenjara. Statusnya dari budak menjadi penjahat karena tuduhan yang ia dapat. Penderitaan yang Yusuf alami tidak berkesudahan. Namun, ia tidak menyerah. Dalam penjara, Allah hadir dan bertindak memuwujudkan rencana-Nya bagi orang pilihan-Nya. Yusuf menjadi peka akan penderitaan orang. Di Kejadian 40:7 Yusuf bertanya kepada juru roti dan anggur di dalam penjara, “mengapakah hari ini mukamu semuran itu?”. Yusuf menaruh perhatian kepada penderitaan dan masalah orang lain. Itu bisa ia lakukan karena ia tahu bagaimana menderita dan ia mau membantu orang lain untuk tidak menederita. Dari situ juga kuasa Allah dinyatakan.

Penderitaan kini harus dihadapi dengan fakta kemuliaan kelak yang akan Tuhan nyatakan bagi anak-Nya. Penderitaan dapat menjadi alat Tuhan mengobarkan pengharapan iman yang kreatif. Menjalani kehidupan kita dengan membuka diri akan kehadiran Roh Kudus. Di tengah pergumulan dan penderitaan hidup, Roh Kudus menjadi jaminan akan berakt yang akan diterima oleh anak-anak Allah. Roh Kudus yang memberikan pengharapan karena Ia menjadi kemuliaan kekal yang kelak menanti kita.

Paulus sudah menjelaskan bahwa kita yang memiiki buah sulung Roh Allah menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu penebusan tubuh kita (ayat 23). Di ayat 25, “tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” Tubuh yang ditebus akan merupakan tubuh yang dimuliakan, bebas dari segala dosa. Dengan pengharapan semacam ini, orang percaya menantikan penggenapannya dengan sabar dan tekun.

 Refleksi

Tanpa mengalami penderitaan bagaimana Yusuf memiliki kepekaan terhadap orang yang sedang susah. Tanpa dipakai Tuhan untuk menanggapi mimpi orang lain, bagaimana mungkin ia mengantisipasi mimpi dari Allah untuknya? Jika Rasul Paulus tidak menghadapi berbagai penderitaan bagaimana ia bisa memberikan nasihat kepada jemaatnya? Hadapilah setiap babak baru dalam hidup kita dengan semangat untuk melihat apa yang Allah ingin kita pelajari dan berikan. Selamat menjalani berbagai penderitaan dengan harapan pembebasan dari Allah dan selamat menjadi saksi Tuhan untuk bisa membantu mereka yang juga menderita memiliki pengharapan akan pembebasan dari Allah.

 

Detaser Essy br Sembiring-Perpulungen Makassar

MINGGU 14 AGUSTUS 2022, KISAH PARA RASUL 8:4-13

Invocatio: Efesus 2:10

Bacaan: Yesaya 61:1-4

Thema: Bersehati Dalam Pengajaran

 

I. Pendahuluan

Beberapa hari yang lalu saya sempat membaca artikel yang dipublikasikan salah satu teman saya di akun media sosial miliknya. Artikel itu isinya tentang temuan mutakhir dari peneliti medis di Memorial Sloan Kettering Cancer Center, Nem York, di mana mereka menguji coba obat cancer dinamai MMRd atau Mismatch Repair-deficient atau disebut juga dengan Microsatellite Instability (MSI). Cara kerja obat genetik ini adalah mengidentifikasi sel kanker yang tersembunyi dan menghancurkannya melalui sel imun, dan hasilnya semua pasien yang mengikuti trial dinyatakan sembuh. Riset ini baru saja terbit di New England Journal of Medicine. Namun saat ini biayanya masih sangat mahal yaitu USD 11.000 per dosis dan diperlukan 3 minggu sekali, sampai 6 bulan. Bagi Amerika Serikat, sebagai negara dengan jumlah kematian 50.000 jiwa per tahun karena kolorektal kanker tentu temuan ini sangat menggembirakan. Ini pertama kalinya terjadi dalam sejarah ratusan tahun medis modern. Nah, point saya dalam pendahuluan ini. Berkaitan dengan teologi, kenapa membaca hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahun perlu? Agar kita paham kerja keras dan pengorbanan para medis dan peneliti ini juga adalah mujizat, jangan selaku kita ringkas, mujizat itu: sekali pukul, hanya 3 menit, lalu kita bilang mujizat itu nyata. Lalu saat mujizat tidak ada kita hakimi lagi iman kita lemah. Maka tidaklah heran, salah satu keilmuan yang paling lambat berevolusi adalah ilmu teologi. Saya meyakini di sinilah pentingnya selalu pengajaran itu ditekankan di dalam kehidupan gereja.

II. Isi

Bahan invocatio kita yaitu Efesus 2:10 merupakan penjelasan dari Paulus tentang anggapan yang salah bahwa semua yang diterima manusia itu bukan hasil usahanya. Itu adalah pemberian Allah, jangan ada yang memegahkan diri. Ungkapan memegahkan diri yang dipakai Paulus di sini secara mendasar yaitu usaha pembangunan diri sendiri, yang tidak berdasar atas pemberian allah, tetapi atas prestasi manusia, baik dalam bentuk pekerjaan/perbuatan, maupun dalam bentuk pengetahuan. Jangan memegahkan diri maksudnya jangan menyangka bahwa pekerjaan yang kita kerjakan di dalam atau di luar jemaat itu adalah suatu jasa, dan bahwa karena itu keselamatan dapat diperoleh berdasarkan jasa sehingga kita mengharapkan segala sesuatu dari diri kita sendiri. Semuanya adalah kasih karunia Allah. Penekanan dalam bahan invocatio ini salah satunya adalah kasih karunia Allah. Dalam bahan invocatio ini Paulus memberikan motivasi dari perkataannya: kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya, sebagai lingkungan hidup kita. Kita adalah ciptaan baru. Mendapat eksistensi di dalam Kristus. Kita tidak diselamatkan oleh perbuatan baik, tetapi diciptakan dalam Kristus untuk melakukan perbuatan baik. Keselamatan itu bukan pekerjaan manusia, tapi pekerjaan Allah. Segala sesuatu yang kita butuhkan untuk keselamatan kita, Allah berikan. Malahan keselamatan kita sendiri adalah pemberianNya. Tugas kita adalah menerima pemberian itu dan sebagai ucapan syukur, kita meneruskannya kepada orang lain.

Bahan bacaan kita Yesaya 61:1-4 merupakan bagian dari Trito Yesaya yang berisi tentang berita kesukaan yang sudah disaksikan oleh pemberita berita kesukaan itu sendiri. Berita ini dialamatkan kepada orang-orang sengsara, orang-orang yang berkekurangan, miskin dan tertekan. Bukan Israel seluruhnya, bukan Yerusalem, tapi orang-orang yang menderitalah yang diberi kesukaan. Pembebasan ini dikiaskan kepada tahun Sabat, tahun penghapusan hutang, di mana dibebaskan hamba-hamba dan orang miskin, dan tahun itu disebur tahun rahmat. Perubahan pada tahun pembebasan ini dilukiskan dengan kiasan yang indah: orang-orang yang berkabung menaruh debu ke atas kepalanya, dan orang-orang hina duduk di dalam debu, sedangkan orang-orang yang terhormat memakai perhiasan kepala.

Bahan khotbah kita Kisah Para Rasul 8:4-13 bercerita tentang penyebaran Injil dan keberhasilan Filipus yang digerakkan oleh Roh Kudus. Pemberitaan tentang Injil terus disampaikan dengan terang-terangan, para pengikut Kristus tidak takut menderita, bahkan mereka bangga dengan penderitaan mereka demi mengikut Yesus. Mereka sudah berpencar ke mana-mana. Tokoh Filipus di sini adalah salah satu dari 7 diaken yang dipilih oleh rasul-rasul. Tempat yang dipilih Filipus adalah kota Samaria. Filipus melayani di kota itu diutus untuk menyembuhkan pikiran manusia. Ajaran Filipus, setelah terbuktikan, diterima di Samaria. Dan ternyata mujizat yang dilakukan oleh Filipus melalui kuasa dari Tuhan adalah jalan pembuka untuk bisa mengajari orang Samaria lebih dalam lagi tentang Injil Yesus Kristus. Penduduk kota Samaria itu dengan bulat hati, mereka semuanya bersehati sepikir, bahwa ajaran Injil layak diselidiki dan didengarkan tanpa rasa curiga. Orang Samaria itu puas dalam memperhatikan dan mendengarkan khotbah Filipus, dan pekerjaan baik yang dikerjakan oleh Filipus. Hasil dari pemberitaan, pengajaran dan pelayanan yang dilakukan Filipus tanpa ragu penduduk Samaria itu mau dibaptis. Tentu saja apa yang dilakukan oleh Filipus itu tersebar ke mana-mana. Injil tidak membuat orang menjadi murung, tapi malah bersukacita. Tapi, walau begitu belajar untuk meninggalkan yang buruk sering kali merupakan pekerjaan yang lebih sulit daripada mempelajari yang baik. Orang Samaria ini, walau bukan penyembah berhala seperi bangsa non-Yahudi, ternyata tertarik untuk mengikuti Simon, seorang tukang sihir yang membuat kegaduhan di antara mereka. Dari sini bisa kita pelajari betapa kuatnya tipuan iblis yang menggerakkan mereka untuk melayani kepentingan Simon ini. Simon, menganggap dirinya luar biasa. Simon sebenarnya tidak berniat memperbarui hidup mereka, atau memperbaiki ibadah dan kesalehan mereka. Simon menyatakan dirinya sebagai Mesias. Intinya dia ingin dianggap sangat penting. Dan ternyata penduduk kota itu banyak mengakui kehebatan Simon. Tapi walau begitu, Simon si tukang sihir ini punya pengaruh atas mereka, dan penduduk kota ini percaya kepada Simon, tapi ketika mereka melihat perbedaan antara Simon dan Filipus, penduduk kota itu meninggalkan Simon dan beralih mendengarkan Filipus. Lalu Simon pun juga mau mendengarkan Filipus dan akhirnya mau dibaptis.

III. Refleksi

Yesus adalah orang Yahudi dan agamanya pun agama Yahudi. Ia setia datang ke Bait Suci, begitu juga 12 muridNya. Setelah Yesus naik ke surga, murid-murid tetap melanjutkan kebiasaan ini selama beberapa bulan ataupun beberapa tahun. Dari catatan kitab Kisah Para Rasul dan beberapa surat-surat Paulus terlihat di situ pengikut Tuhan Yesus tetap beribadah dengan orang Yahudi yang lain di sinagoge. Gereja lahir ke dunia ini sewaktu pengikut Tuhan Yesus perlahan-lahan mulai merasakan bahwa ada satu hal yang secara mendasar membedakan mereka dengan agama Yahudi. Yang membedakannya adalah pengakuan pengikut Tuhan Yesus bahwa Ia adalah Tuhan dan Juruselamat. Pengakuan ini jadi pemberitaan yang mendasar. Pengakuan ini disampaikan Petrus dengan jelas dalam khotbahnya beberapa hari setelah Yesus naik ke surga seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 2. Pengakuan ini isinya bukan hanya informasi saja, tapi pengakuan ataupun kesaksian yang masih tetap harus dicerna, digumuli, dipikirkan dan direnungkan. Oleh karena itu pengakuan perlu dijelaskan sampai kepada dampaknya di dalam kehidupan. Oleh karena itu lahirlah pengajaran yang sumbernya dari pengakuan itu sendiri. Intinya mengenai kehidupan Tuhan Yesus. Pengajaran itu sendiri banyak sekali bentuknya: pengajaran secara lisan, pengajaran secara tertulis, doa, nyanyian, pengakuan iman, doktrin, dsb. Karena ada pengakuan, maka dengan perlahan-lahan pengikut Tuhan Yesus memisahkan diri dari sinagoge. Lalu muncullah gereja. Gereja-gereja Kristen yang pertama ini bentuknya adalah gereja rumah. Dan ada dugaan, kegiatan utama gereja rumah ini adalah belajar. Siapa yang mengajari? Sudah tentu 12 rasul. Dan dalam perkembangan waktu ada jabatan guru.

Gereja sudah ada di dalam rencana Tuhan. Gereja bukanlah gedungnya. Gereja juga bukan persoalan administrasui ataupun organisasi saja. Gereja adalah tubuh Kristus. Gereja adalah pilihan Tuhan, hasil penebusan Tuhan. Gereja adalah bangsa yang kudus dan imam-imam raja. Gereja adalah garam dan terang dunia. Gereja adalah saksi Kristus di dunia, ditengah-tengah orang berdosa. Sering sekali kita melihat gereja lebih mengarah kepada gedungnya. Apakah pada saat Kristus nanti datang untuk yang kedua kalinya, gedung gereja yang bakal diangkat Kristus ke surga? Tentu tidak, yang diangkat adalah orang percaya. Di dalam gedung gereja ada orang yang terpilih, yang dituntun hatinya, dan dibersihkan. Siapa yang menuntun? Roh Kudus. Dibersihkan dengan apa? Dengan darah Kristus. Bagaimana hal ini bisa dipahami oleh jemaat? Ternyata harus ada pembinaan yang disampaikan kepada jemaat. Gereja ada dasarnya yang sangat serius yaitu mengajar. Mengajar berarti apa yang diperlihatkan, dan sekarang ini, kita diharapkan tidak lagi jadi teolog konseptor, tapi semua tubuh kita ini adalah ilmu teologi yang kita gerakkan. Kehidupan yang kita ajarkan adalah jadi budaya bersama. Bimbingan khotbah kita ini mengingatkan kita pentingnya pengajaran ataupun pendidikan. Karena manusia yang terdidiklah yang bisa membawa kehidupan ini lebih baik. Pendidikan mengubah cara berpikir. Dan tentu saja belajar juga tidak boleh tanggung-tanggung. Pesan Tuhan Yesus sebelum Dia naik ke surga: baptislah semua bangsa dan ajarlah melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan. Pekerjaan gereja tidak hanya membaptis tapi juga mengajar. Kalau sekedar dibaptis tentu itu hanya sekedar jadi anggota. Tapi dengan mengajar berarti kita disuruh Tuhan menjadikan bangsa-bangsa menjadi murid Tuhan. Tentu tidak hanya jadi anggota gereja. Tapi, jadi murid-murid Tuhan. Berarti sebelum diajari orang lain, terlebih dahulu kita sudah menerima pengajaran itu. Sebab kalau menurut Matius 28:16-20 kita menjadi guru bagi orang lain. Dan ada teolog yang mengatakan bukan hanya 3 tugas gereja, tapi mungkin 4. Kalau biasa kita tahu koinonia, marturia, diakonia. Tapi ada teolog yang mengatakan harus Tritugas gereja itu ditambahkan jadi 4 yaitu: pengajaran (pemuridan). Bagaimana menjadikan warga gereja menjadi murid-murid Tuhan. Bagaimana menjadikan warga gereja jadi orang yang mau belajar. Karena hanya orang yang tidak mau belajar yang menjadi kurang ajar. Pekerjaan gereja adalah menjadikan warganya menjadi murid. Sebab dengan menjadi muridlah maka warga gereja bakal jadi orang terpelajar. Pekerjaan gereja bukan sekedar ibadah tapi juga mengajar dan belajar. Kalau kita baca sejarah banyak sekali universitas, banyak sekali sekolah, pada awalnya gereja yang memulai. Universitas ataupun sekolah terkenal pada awalnya adalah sekolah teologi. Lembaga pendidikan yang dimulai gereja. Karena begitu pentingnya pendidikan itu. Pengajaranlah yang membentuk satu masyarakat yang maju. Kalau tidak ada pengajaran yang baik maka kualitas mental bakal menurun. Kita tahu tubuh kita ini butuh asupan gizi. Kalau tidak tercukupi gizinya tentunya berpengaruh kepada kesehatan atapun pertumbuhan tubuh. Begitu juga dengan mental, jiwa, kerohanian kita. Jiwa kita, mental kita, kerohanian kita perlu pengajaran. Untuk itulah gereja kita membuat satu lembaga yang dinamai PWG. PWG inilah sebenarnya motor penggerak pengajaran, dan untuk itu harus dikembangkan. Diterapkan dengan baik ditengah-tengah gereja kita. Warga gereja perlu asupan rohani, makanan rohani. Inilah yang perlu diajarkan.

 

Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th-Runggun Cibinong

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD