SUPLEMEN PJJ TANGGAL 10-16 AGUSTUS 2025, MAZMUR 85:1-10
DIBATA ENGKELINI BANGSANA
Masmur 85:1-10
(Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia)
Pendahuluan
Setiap tahun, tanggal 17 Agustus menjadi momen penting yang mengingatkan kita akan satu titik balik dalam perjalanan bangsa Indonesia: hari ketika kemerdekaan diproklamasikan. Dan tahun ini, kita memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke‑80. Kita bersyukur atas anugerah kemerdekaan yang telah kita nikmati sejak tahun 1945. Namun, kita juga menyadari bahwa kemerdekaan tidak hanya soal lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga perjuangan terus-menerus untuk mengalami kemerdekaan sejati: dari kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, polarisasi, dan moralitas yang merosot. Mazmur 85 membawa kita pada satu pesan yang kuat: pemulihan bangsa hanya mungkin karena kasih setia Tuhan yang tidak pernah hilang “Dibata engkelini bangsana.”
Maka, dalam PJJ ini, kita tidak hanya mengenang kemerdekaan secara historis, tetapi juga memperbaharui tekad iman untuk terus berjalan bersama Tuhan dalam membangun bangsa: dengan persatuan, kedaulatan, kesejahteraan rakyat, dan kemajuan yang berlandaskan kasih dan kebenaran Allah.
Penjelasan Teks
Mazmur 85 merupakan bagian dari kumpulan mazmur bani Korah, yaitu sekelompok orang Lewi yang bertugas dalam pelayanan bait suci (lih. 2 Tawarikh 20:19). Mazmur ini diyakini muncul setelah masa pembuangan Babilonia, yakni saat umat Israel kembali ke tanah mereka, tetapi belum sepenuhnya mengalami pemulihan nasional. Walaupun mereka telah pulang, kenyataan hidup masih sulit, tembok kota belum selesai dibangun, ekonomi belum pulih, dan bangsa mereka masih berada di bawah pengaruh kekuasaan asing (bdk. Ezra-Nehemia). Dalam konteks ini, Mazmur 85 menjadi doa syafaat dan pujian, yang mengenang kasih setia Tuhan di masa lalu sambil memohon pemulihan yang lebih penuh di masa kini dan mendatang.
Ayat 1–3: Pemazmur membuka dengan mengingat kembali kasih Tuhan yang besar di masa lalu: Tuhan telah menunjukkan kerelaan-Nya (ay.1), mengembalikan keadaan Israel, mengampuni kesalahan, dan menutupi dosa umat-Nya (ay.2). Istilah “mengembalikan” (Ibrani: šûb) juga bisa diartikan sebagai “memulihkan,” yang menjadi tema sentral mazmur ini. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa pemulihan di masa lalu terjadi karena kemurahan Tuhan, bukan karena jasa umat.
Ayat 4–7: Setelah mengenang kebaikan Tuhan, pemazmur kini memohon agar Tuhan kembali menunjukkan belas kasihan-Nya. Ia berbicara seolah-olah murka Tuhan masih berlangsung, dan umat belum sepenuhnya dipulihkan. Pertanyaan retoris pada ayat 5–6 menegaskan kerinduan akan pengampunan dan pemulihan rohani yang mendalam. Seruan “Pulihkanlah kami, ya Allah penyelamat kami” (ay.4) adalah pengakuan iman bahwa hanya Tuhan sumber keselamatan sejati. Ayat 7 menutup bagian ini dengan permohonan akan kasih setia dan keselamatan sebagai dasar pemulihan bangsa.
Ayat 8–10: Bagian ini mengandung pengharapan profetik. Pemazmur bersiap untuk mendengar apa yang Tuhan firmankan (ay.8), dengan keyakinan bahwa Tuhan akan menyampaikan damai kepada umat-Nya yang setia. Dalam ayat 9–10, ditampilkan gambaran puitis tentang keadaan ideal ketika pemulihan Tuhan terjadi sepenuhnya: kasih dan kesetiaan bertemu, keadilan dan damai bercium-ciuman. Ini bukan sekadar ungkapan indah, melainkan deskripsi teologis tentang visi damai sejahtera ilahi (shalom), di mana relasi manusia dan Tuhan serta sesama mengalami keharmonisan sejati. “Kasih” di sini adalah ḥesed (kasih setia Allah), sedangkan “kesetiaan” adalah respons manusia dalam hidup benar. Kedamaian sosial dan keadilan moral tidak dipisahkan.
Mazmur ini menunjukkan bahwa pemulihan sejati bangsa tidak hanya ditandai oleh perubahan politik atau ekonomi, tetapi berakar pada hubungan yang pulih dengan Tuhan, ditandai dengan pengampunan dosa, kasih setia, dan keadilan. Kemerdekaan dan kesejahteraan sejati dimulai ketika umat hidup dalam damai dan kesetiaan kepada Allah.
Aplikasi
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80 pada 17 Agustus 2025 adalah momen penuh syukur dan refleksi. Delapan dekade sudah bangsa ini menikmati anugerah kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata. Namun, seperti halnya umat Israel dalam Mazmur 85, bangsa Indonesia pun terus menghadapi tantangan untuk menjaga dan menghidupi makna sejati dari kemerdekaan itu. Kemerdekaan bukan hanya peristiwa sejarah, melainkan panggilan terus-menerus untuk memperjuangkan kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera bagi seluruh rakyat.
Masmur 85 mengajak umat Tuhan untuk mengingat kebaikan Tuhan yang telah memulihkan tanah mereka. Pemazmur menyadari bahwa sejarah umat penuh pasang surut: ada masa kemarahan Tuhan karena dosa dan pelanggaran, namun juga ada kasih karunia Allah yang memulihkan. Dalam konteks Indonesia, kita pun telah melihat bagaimana Tuhan menyatakan kasih-Nya melalui proses panjang kemerdekaan: dari perjuangan kemanusiaan, pembangunan, reformasi, hingga kebangkitan sosial yang terus berlangsung. Tapi kita juga harus jujur bahwa masih banyak luka bangsa yang belum sembuh: korupsi, kesenjangan sosial, radikalisme, kerusakan lingkungan, serta krisis moral dan spiritual. Pemulihan sejati hanya bisa terjadi bila bangsa ini kembali kepada Tuhan dan membuka hati bagi kebenaran dan kasih setia-Nya. Itulah inti dari pesan Mazmur 85. Pemazmur tidak sekadar meminta kemakmuran jasmani, tetapi merindukan agar bangsa kembali dipulihkan secara rohani dan moral.
Tema resmi peringatan HUT RI ke-80 tahun ini “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” selaras dengan seruan Mazmur ini. Persatuan bukan hanya soal politik, tetapi semangat untuk saling menghormati, menghargai perbedaan, dan mengutamakan kepentingan bersama. Kedaulatan bukan hanya tentang pertahanan negara, tetapi juga kedaulatan moral dan spiritual: bangsa yang berani berkata tidak pada dosa, ketidakadilan, dan kekacauan nilai. Kesejahteraan rakyat bukan hanya tentang pendapatan, tapi juga hak untuk hidup bermartabat. Dan kemajuan Indonesia tidak akan pernah lestari jika tidak berakar dalam kasih dan kebenaran Allah. Logo HUT ke-80 yang menyatukan angka “80” dengan simbol infinity (tak terhingga) menjadi lambang bahwa perjuangan dan semangat persatuan harus terus mengalir, tak terbatas, tak selesai. Dalam terang Mazmur 85, kita menyadari bahwa kasih dan kesetiaan Tuhan juga tak terhingga bagi bangsa yang mau merendahkan hati, bertobat, dan menanti pemulihan dari-Nya.
Maka, mari kita rayakan kemerdekaan ini dengan semangat yang benar: bukan sekadar seremoni atau nostalgia sejarah, tapi dengan tindakan nyata. Jadilah agen pemulihan di tengah masyarakat. Tegakkan kejujuran di tempat kerja. Tanamkan nilai-nilai kasih dan kebenaran di rumah tangga dan pendidikan. Perjuangkan keadilan sosial di gereja dan komunitas. Dan yang terutama, mari kita arahkan bangsa ini kepada Tuhan, Sumber segala pemulihan. Sebab Tuhan mengasihi bangsa-Nya dan dalam kasih-Nya, ada harapan bagi Indonesia.