MINGGU 24 AGUSTUS 2025, KHOTBAH MATIUS 22:34-40 (MINGGU NGERGAKEN HAM)

Invocatio :

Mazmur 8:6

Ogen :

Zakaria 7:8-14

Tema :

Kelengi Tuhan Dibata ras Teman Manusia

 

 

Pendahuluan

Secara prinsip, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bagaimana memanusiakan manusia. Atau dalam kata lain sesuatu yang diterima oleh setiap orang sejak lahir semata-mata karena dia adalah manusia (sebagai hukum alam). HAM adalah sesuatu yang universal untuk semua orang, secara filosofi; berhak untuk hidup, setara/diperlakukan sama. Dalam perspektif hukum, menurut Bapak hukum internasional “Hugo Grotius” dari Belanda, bahwa HAM adalah aspek hukum secara universal untuk individu dan kelompok untuk mempertahankan diri. HAM dirumuskan melalui sistem hukum dan masyarakat. Ketika penulis berusaha mengkaji dari beberapa sumber umum, memang pada perkembangannya, HAM digumuli atau diklarifikasi sesuai dengan konteks dimana HAM itu digumuli.

Dalam liturgi Minggu “ngergaken Hak Asasi Manusia” kita bisa melihat bagaimana Gereja juga memberi perhatian pada hal-hal yang bersangkutan dengan HAM. Secara khusus pada tema yang diberi “kelengi Tuhan Dibata ras Teman Manusia”. Kita bisa melihat bagaimana garis vertikal dan horizontal, bahwa sebagai orang yang beriman dan percaya kepada Tuhan, ternyata sejalan dengan bagaimana kita menghargai dan memperlakukan sesama manusia, itulah perintah Tuhan kita Yesus Kristus.

Isi

Matius 22:34-40

Yesus tak habis-habisnya menghadapi pertanyaan dari kalangan Farisi, setelah sebelumnya menghadapi pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan dan sebelumnya juga oleh orang Farisi tentang membayar pajak kepada Kaisar. Dalam konteks ini seorang ahli Taurat bertanya, "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Ini bukan sekadar pertanyaan akademik, tetapi sering dijadikan perdebatan besar di kalangan para rabi Yahudi, karena Taurat berisi 613 perintah (mitzvot), dan mereka berusaha mencari yang paling utama. Atau dalam sisi lain, karena mereka berusaha menjebak Yesus, dan berharap Yesus mengucapkan hal yang salah, sehingga bisa di cap sebagai penista agama. Atau bisa juga karena mereka ingin tahu lebih jelas bagaimana posisi Yesus dalam memahami Taurat. Dalam konteks ini, Yesus tidak memilih satu hukum khusus, melainkan menyatakan intisari dari seluruh hukum Taurat. Dengan jawaban ini, keseluruhan hukum taurat yang ada tetap penting bagi Yesus, tidak dibatalkan atau digantikan dengan kedua hukum ini. Memang sebelumnya dalam Matius 5:17 sudah jelas Yesus katakan, bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi, tetapi untuk menggenapinya. Dalam contoh lain, Matius 5:38-39; “Kamu telah mendengar firman; mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi akau berkata kepadamu; janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga pipi kirimu”. Yesus memberi rumusan baru dari hukum dalam Ulangan 19:21.

Ayat 37 : Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu

Ayat 39 : Kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri

Dalam ayat 37 dan 39 tentang kata kasihilah, menariknya dalam terjemahan asli, sama-sama menggunakan kata “agapeseis” (kasihilah). Kita sama-sama tahu bahwa kasih dalam terjemahan agape adalah cinta tanpa syarat, cinta yang berkorban atau cinta Illahi. Dalam bahasa inggris biasanya kita kenal dengan unconditional love (kasih tanpa syarat). Secara pribadi sebagai penulis, saya melihat Yesus sepertinya mengajarkan model cinta kasih yang Dia bawa ke dunia ini dalam rangka keselamatan. Dia memperkenalkan model cinta kasih itu kepada kita agar kita perbuat untuk mengasihi Allah, dan tidak cukup sampai di situ, tapi Dia juga mengajarkan kita untuk melakukan itu kepada sesama kita.

Ogen : Zakaria 7:8-14

Pada tahun keempat pemerintahan Raja Darius, beberapa orang dari Betel datang ke rumah Tuhan untuk bertanya apakah mereka masih perlu berpuasa dan meratap pada bulan kelima, sebagaimana mereka lakukan selama masa pembuangan. Tuhan menjawab melalui nabi Zakaria bahwa puasa yang mereka lakukan selama 70 tahun itu tidak sungguh-sungguh ditujukan kepada Tuhan, melainkan untuk kepentingan diri sendiri. Bahkan ketika mereka makan dan minum, mereka melakukannya tanpa kesadaran relasional kepada Allah. Tuhan lalu menegaskan kembali perintah-perintah moral yang telah lama disampaikan oleh para nabi, yaitu agar umat-Nya melakukan keadilan yang sejati, menunjukkan kasih dan belas kasihan, serta tidak menindas janda, anak yatim, orang asing, dan orang miskin. Namun bangsa itu menolak mendengar, mengeraskan hati, dan bersikap keras kepala terhadap firman Tuhan. Akibatnya, Tuhan murka dan tidak lagi mendengar seruan mereka, lalu menyerakkan mereka ke antara bangsa-bangsa lain dan membiarkan tanah mereka menjadi sunyi sepi. Pesan utama dari bagian ini adalah bahwa Tuhan tidak menginginkan ibadah yang hanya bersifat lahiriah dan ritual, melainkan menghendaki ketaatan sejati yang diwujudkan dalam kehidupan sosial yang adil, penuh kasih, dan peduli terhadap kaum lemah.

Invocatio : Mazmur 8:6

Dalam Mazmur ini menceritakan tentang pujian Daud kepada Tuhan yang Agung, yang kemuliaan-Nya memenuhi seluruh bumi dan langit. Mazmur ini mengagumi bagaimana Allah, yang menciptakan alam semesta yang begitu dahsyat, justru memberi perhatian besar kepada manusia. Meskipun manusia tampak kecil dan lemah dibanding ciptaan yang megah, Allah meninggikannya hampir sama dengan Allah, memahkotainya dengan kemuliaan dan kehormatan, serta memberinya kuasa untuk mengatur dan memelihara seluruh ciptaan—burung, binatang, dan ikan. Mazmur ini menekankan keagungan Allah sekaligus martabat tinggi manusia sebagai ciptaan yang dipercayakan tanggung jawab atas dunia, dan diakhiri dengan seruan penyembahan: “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!”

 Aplikasi

  1. Dalam minggu Hak Asasi Manusia yang memartabatkan manusia, sejalan dengan invocatio, ogen dan nats khotbah, serta kita diberi alur, yaitu :
  • Manusia adalah ciptaan yang mulia dan bermartabat.
  • Ibadah dan puasa bukan sekedar ritual dan seremonial kemudian mengabaikan yang lain. Hal ini sejalan dengan kepeduliaan pada kaum yang lemah.
  • Hubungan yang baik dengan Tuhan, seiogiyanya sejalan dengan hubungan yang baik dengan sesama.
  1. Yesus mengajarkan tentang kasih tanpa syarat untuk Allah dan kepada sesama manusia. Karena itu adalah hal yang diajarkan Yesus dalam rangka keselamatan kepada dunia. Kita pun demikian untuk melakukannya. Kita sering terjebak pada ego, harga diri, ingin menunjukkan eksistensi diri, kalau orang baik maka kita baik, atau masih tergantung situasi, belum jadi satu keputusan, dan terlebih masih terganggu dengan keterbatasan orang lain. Kasih tanpa syarat tidak melihat itu, dia lakukan itu bukan karena sesuatu, tapi dia lakukan itu karena itu memang harus dilakukan. Pengampunan, memartabatkan orang lain, terciptanya kedamaian, saling menghargai dan menghormati.
  2. Semuanya itu bukanlah sesuatu hal yang mudah, kita terus belajar untuk pikul salib. Sulit, bukan berarti tidak bisa, tapi Kristus yang memampukan. Beri hidup dipimpin oleh Roh, karena kita tau daging kita lemah. Tuhan Yesus Memberkati.                    

  

           Vic. Aditrama Sinulingga, S.Th – Sintang Kalimantan Barat

MINGGU 17 AGUSTUS 2025, KHOTBAH MAZMUR 34:16-23 (PERINGETTEN KEMERDEKAAN RI 80 TAHUN)

Invocatio  :

"Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita." (Galatia 5: 1a)

Bacaan :

Galatia 5: 13-16 (Tunggal)

Tema :

”Tuhan Membebaskan Bangsa-Nya”

 

Pengantar

Minggu ini kita memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, yang diproklamasikan tepat di 17 Agustus 1945. Kita imani Tuhanlah yang sudah memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Kemerdekaan ini mestinya mencakup pembebasan dari segala bentuk penindasan, diskriminasi, dan ketidakadilan yang dapat menghambat kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Kita dipercayakan menerima kebebasan sebagai suatu bangsa, dan sebagai orang-orang bebas kita diharapkan tetap hidup dengan teratur, penuh syukur, dan saling menghargai satu sama lain. Tapi yang saat ini kita alami hidup berbangsa dan bernegara banyak kesulitan. Harga bahan pokok mahal, tingginya angka pengangguran dan susahnya mendapatkan pekerjaan, tidak adanya stabilitas, dana pendidikan yang dikorupsi, toleransi beragama yang minim, dan masih banyak lagi. Bagaimana kita bisa melibatkan Tuhan dan melibatkan diri dalam membebaskan bangsa Indonesia? Mari kita merenungkan Firman Tuhan.

Penjelasan Teks

Mazmur 34: 16-23

Mazmur ini adalah salah satu Mazmur dari Daud, yang lahir pada waktu ia pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh. Abimelekh adalah nama julukan untuk raja Filistin, bukan nama pribadi raja. Ketika Daud dalam pelarian dari Saul, ia sampai ke daerah Gat (1 Sam 21: 10-15). Ia sampai kepada Akhis, raja kota Gat, daerah Filistin. Pegawai-pegawai raja mengenali Daud, orang yang telah mengalahkan Goliat. Daud sangat takut kepada raja Akhis karena itu ia pura tidak waras dan raja mengusirnya tanpa memberi hukuman apapun. Ia terbebas dari pembalasan dendam raja Filistin. Bagi Daud, ini sebuah pengalaman rohani yang melahirkan sebuah Mazmur, yang memberi pesan: Tuhan adalah pelindung yang membebaskan bangsa-Nya. Bagian paling populer Mazmur ini ada di ayat 9: "Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" Sebuah seruan untuk mengecap, merasakan sendiri kebaikan Tuhan, lewat pengalaman rohani yang sifatnya pribadi, bukan sekedar kata orang.

Ayat 16-23 adalah refleksi Daud dari pengalaman hidupnya yang tidak mudah tapi Tuhan senantiasa beri perlindungan. Tuhan adalah satu-satunya pengharapan Daud, sumber pertolongan dalam kesesakan. Dalam mazmurnya ini Daud menunjukkan detail yang menarik tentang peranan Tuhan baginya dan bagi orang-orang benar.

Mata Tuhan: tertuju kepada orang-orang benar. Orang benar bukan berarti tanpa dosa tapi berusaha hidup taat, tahu ketidaksempurnaannya, dan karena itu selalu perlu Tuhan. Orang benar selalu mencari Tuhan. Dan mata Tuhan tertuju kepada mereka.

Telinga Tuhan: tertuju kepada teriak mereka minta tolong. Orang benar tidak luput dari persoalan hidup. Saat badai datang, orang yang berteriak minta tolong, telinga Tuhan siap mendengar, kapanpun dan di manapun. Tuhan mendengar dan melepaskan dari kesesakan. Karena itu ada kelegaan saat berseru kepada Tuhan.

Wajah Tuhan: menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Tuhan selalu berpihak pada orang-orang benar, ia berlawanan dengan orang-orang yang berbuat jahat.

Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya. Tuhan tidak pernah jauh sekalipun manusia sering menjauh. IA selalu dekat. Tuhan tahu hati yang hancur, dan patah hati, IA hadir untuk menyelamatkan. Sekalipun orang benar mengalami banyak kemalangan, Tuhan melindungi tulang-tulang mereka, tidak satupun patah. Tuhan mengizinkan kesulitan terjadi, IA juga memberi daya tahan. Bagi hambaNya dan yang berlindung padaNya, Tuhan membebaskan jiwa.

Mazmur ini mengkonfirmasi bahwa Tuhan selalu hadir. Tuhan tidak pernah absen. Konsekuensinya ada 2. Pertama, Tuhan mendengar seruan pertolongan dari hati yang kesulitan. Bukan hanya mengawasi tapi juga mendengarkan dengan penuh perhatian. Tidak ada doa yang sia-sia. Tidak ada doa yang tidak terdengar olehNya. Kedua, segala kejahatan tidak luput dari pandangan Tuhan. Semua dilihat oleh Tuhan, karena itu kita berjuang untuk hidup benar di hadapan-Nya.

Galatia 5: 13-16. Dalam surat ini, Rasul Paulus menegaskan, kemerdekaan yang diberikan jangan menjadi alasan untuk bertindak sesuka hati, merugikan orang lain, dan hidup dalam dosa. Kebebasan dari belenggu dan ancaman Taurat, digantikan oleh hidup bertanggung jawab berlandaskan kasih pada Tuhan dan sesama. Saling melayani satu sama lain. Dalam Galatia 5: 1a dikatakan Kristus sudah memerdekakan. Hidup dalam Kristus adalah hidup taat pada perintah Tuhan, bukan dalam ketakutan akan hukuman melainkan dalam keinginan untuk menyenangkan hati Tuhan.

Pointer Khotbah

  1. Tuhan dekat dan hadir, Tuhan mendengar segala seruan dan tangis bangsa-Nya. Ia Tuhan yang membebaskan, yang memberi jawaban doa, yang memberi kelegaan bagi yang berseru pada-Nya. Tuhan kita memberi kemerdekaan. Mari kita orang-orang percaya, jadilah pendoa bagi bangsa ini. Bawalah segala hancur hati dan keluhan-keluhan mereka yang masih terjajah, dalam doa pada Tuhan Sang Pembebas.
  2. Peka dan peduli akan pergumulan Indonesia. Negeri ini butuh dimerdekakan dari kemiskinan, kebodohan, juga dari korupsi. Kaum minoritas agama merindukan kebebasan mendirikan rumah ibadah tanpa dipersulit dan dihalang-halangi. Kita melihat bagaimana Sumber Daya Alam dieksploitasi, bahkan oleh pihak asing tanpa memberi manfaat signifikan bagi masyarakat lokal. Bangsa ini butuh dipimpin oleh pemimpin yang pro-rakyat. Bangsa ini juga butuh orang-orang yang bertindak benar bukan cuma menghujat. Bangsa Indonesia butuh pendoa yang punya kerinduan akan adanya perubahan. Mari kita bawa dalam doa-doa kita segala pergumulan bangsa Indonesia.
  3. Mari menjadi pembebas bagi sesama. Tuhan telah memberi kita kebebasan, jangan mau saling menindas. Hiduplah dengan harmonis dengan sesama. Selalu bagikan kasih dan kebaikan kepada semua orang, bahkan orang-orang yang ada dibawah kita, juga orang-orang yang mempersulit kita. Jadilah pembebas bukan penjajah, mulailah dari diri sendiri.

Penutup

Kerinduan kita adalah Tuhan membebaskan dan mengubahkan negeri kita tercinta. Tuhan juga perlu kita menjadi pembebas dan terlibat di dalam rancangan indah-Nya bagi Indonesia. Lagu ini menjadi komitmen kita bersama.

"Doa Kami" (JPCC Worship)

Bagi bangsa ini kami berdiri dan membawa doa kami kepada-Mu

Sesuatu yang besar pasti terjadi dan mengubahkan neg'ri kami

Hanya Nama-Mu Tuhan ditinggikan atas seluruh bumi

Merdeka!

MINGGU 10 AGUSTUS 2025, KHOTBAH 2 KORINTI 4:16-18 (MINGGU SAITUN)

Invocatio :

“Cawir metua kam nggeluh, bali ras page si megersing ibas paksa peranin” (Jop 5:26 )

Ogen :

Jop 32 :6b -10 (Antiphonal)

Tema :

Ukur Tetap I Pelimbarui

 

 

I. Pengantar

Masa lanjut usia adalah tahap terakhir dalam perkembangan manusia dan pada masa ini juga akan tampak jelas beberapa kemunduran dari aspek kesehatan fisik dan psikologis. Kemunduran dari fungsi beberapa panca indra manusia seperti, penglihatan, pendengaran dll, daya ingat yang mulai menurun. Namun sering kita dengar bahwa di usia ini sering disebut dengan Usia Emas. Gereja kita sering menyampaikan bahwa sampai di masa Saitun adalah sebuah anugerah karena belum tentu semua orang akan sampai di tahap ini. Ada sebuah lagu yang berjudul “Siapa Bilang Lansia Tidak Berguna” dalam lagu ini terdapat sebuah syair yang mengatakan Mengapa harus malu, mengapa harus loyo kulit keriput rambut putih tidak masalah. Biar umur tinggallah bonus, biar lutut harus dibungkus, tapi lansia tetap semangat di hari tua” Minggu Saitun mbabai kita ngidah pasu-pasu Dibata nandangi orangtuata si seh bas tahap enda, pentingna semangat ndalani kegeluhen, njaga kesehatan ras kiniteken alu rembak ras Dibata. Ukur si i pelimbarui teptep wari mabai kita ngidah maka nguda tah metua tetap lit kesempaten erlajar kerna Kata Dibata dingen ngaloken keleng ate Tuhan.

II. Isi

  1. Ayub 5:26

Kitab Ayub berisi tentang kehidupan Ayub dan penderitaan yang dialami dari penyakit, keluarga dan oang-orang terdekatnya serta percakapan Ayub dan teman-temannya seputar penderitaan yang dialami Ayub. Percakapan itu bersifat teguran, anjuran, bantahan dan berbagai perenungan teologis tentang penderitaan dan realitas hidup. Umumnya teman-teman Ayub menegaskan bahwa penderitaan adalah hukuman Allah atas dosa, sehingga membutuhkan pertobatan. Ayub membantah dengan menunjuk kepada fakta kesalehannya. Elifas mengakui fakta dampak positif hidup Ayub pada banyak orang. Nasihat dan teladan hidup Ayub telah membangun kehidupan banyak orang. Elifas juga mengakui fakta bahwa, kesalehan Ayub dan takutnya akan Allah adalah dasar Ayub memiliki kehidupan yang penuh pengharapan meski secara keseluruhan dalam pasal 5 inti argumen dari Elifas menyatakan penderitaan Ayub adalah teguran atau didikan dari Allah akan dosanya, dan jika Ayub bertobat, ia akan dipulihkan dan hidup sejahtera hingga tua. Ayat 26 menuliskan sebuah janji penghiburan kepada  Ayub akan usia (cawir metua kam nggeluh), seperti berkas gandum dibawa masuk pada waktunya yang melambangkan kehidupan yang telah mencapai kematangan penuh, berlimpah dan berhasil. Gandum yang siap panen adalah gandum yang berisi dan matang, bukan yang layu atau belum waktunya namu pasti diwaktu yang tepat.

  1. Ayub 32:6b-10

Dalam pasal 32 Elihu yang akhirnya angkat bicara setelah mendengar pembicaraan antara Ayub dan ketiga sahabatnya. Di ayat sebelumnya Elihu disebut sebagi anak Barakheel, orang Bus dari kaum Ram, kemungkinan keturunan Nahor saudara Abraham. Elihu menahan diri menunggu Ayub dan sahabatnya berbicara, dia menunjukkan sikap hormat kepada yang lebih tua, meski ada amarah dalam dirinya, namun ia memberanikan diri menyampaikan bahwa hendak memberikan pendapatnya agar merasa lega (ay. 20) karena hikmat seringkali diasosiasikan dengan usia dan pengalaman, sehingga Elihu merasa segan dan ragu untuk berbicara di hadapan merea yang lebih tua, karena tradisi menghargai orangtua dan kebijaksanaan mereka. Selain itu, Elihu juga menegur teman-teman Ayub karena mereka tidak mampu memberikan jawaban yang memadai atas penderitaan Ayub dan hanya menuduhnya tanpa bukti yang kuat. Ayub 32:3 menyatakan: "Ia murka juga terhadap ketiga sahabatnya, karena mereka tidak dapat menjawab Ayub, tetapi mereka menghukum dia. Teman-teman Ayub cenderung berpegang pada pandangan teologis tradisional bahwa penderitaan akibat dari dosa, tetapi mereka tidak dapat membuktikan dosa Ayub.

Elihu menjelaskan pemikirannya yang awal bahwa ia percaya bahwa orang-orang tualah yang seharusnya berbicara dan memaparkan hikmat, karena pengalaman hidup yang panjang, seharusnya memberikan mereka pemahaman lebih dalam, inilah pandangan umumnya. Kemudian Elihu menyampaikan pendapatnya akan sumber hikmat yang sejati ternyata tidak berasal dari usia atau pengalaman semata melainkan dari roh yang di dalam manusia dan nafas Yang Mahakuasa (ay.8) yang mengacu pada Roh Allah. Baginya hikmat adalah anugerah ilahi. Bisa diartikan sebagai akal budi, kapasitas untuk berpikir yang merupakan anugerah dari Allah. Elihu juga menyiratkan bahwa hikmat sejati adalah anugerah, bukan sekedar dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman manusiawi. Dalam pidato-pidatonya yang panjang, Elihu mencoba memberikan perspektif baru tentang penderitaan. Berbeda dengan ketiga sahabat Ayub yang cenderung melihat penderitaan sebagai hukuman langsung atas dosa, Elihu mengajukan gagasan bahwa penderitaan juga bisa menjadi alat didikan dan pemurnian dari Tuhan. Ia menegaskan keadilan, kekuasaan, dan hikmat Allah yang tak terbatas. Elihu sebagai jembatan antara perdebatan manusiawi dan intervensi ilahi dari Allah sendiri. Ia tidak ditegur oleh Allah seperti ketiga sahabat Ayub. Ia mengakui pentingnya menghormati yang lebih tua, tetapi ia juga menekankan bahwa hikmat sejati tidak dibatasi oleh usia atau pengalaman. Sebaliknya, hikmat yang benar berasal dari Allah sendiri melalui Roh-Nya yang memberikan pengertian kepada manusia. Dengan dasar ini, Elihu merasa berani untuk menyuarakan pendapatnya, meskipun ia adalah yang termuda di antara mereka.

  1. 2 Korinti 4:16-18

Ketiga ayat ini berisi nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan bagi umat Kristen di Korintus. Ayat 16-18 juga tidak bisa dilepaskan dari ayat 1-15, yaitu bagaimana Paulus menerangkan apa artinya mengambil bagian dalam kehidupan Kristus dengan perumpamaan Harta Rohani dan Juga Bejana Tanah. Paulus juga menegaskan dengan tujuan menguatkan jemaat di Korintus bahwa apa yang mereka alami dengan mengikut Yesus juga sudah terlebih dahulu ia alami. Surat ini ditulis Paulus untuk membela pelayananya dan menguatkan jemaat Korintus untuk menghadapi penderitaan, sebagaimana orang percaya untuk menghadapi penderitaan dalam prespektif eskatologis.

Paulus memulai dengan kalimat “kami tidak tawar hati” walaupun mereka mengalami penderitaan fisik dan psikologis dalam melaksanakan pelayanan. Ia membandingkan “tubuh lahiriah yang mulai merosot”, mengacu pada tubuh fisik, kekuatan fisik, penampilan, dan bahkan kehidupan di dunia ini yang tunduk pada kerusakan, penuaan, penyakit, dan kematian. Paulus mengakui kenyataan bahwa, seperti semua manusia, semakin tua, lemah, dan menghadapi kehancuran fisik karena kerasnya hidup dalam pelayanannya. Ini adalah proses alami yang tidak dapat dihindari. “Manusia batiniah” yang diperbaharui terus menerus, mengacu pada roh, jiwa, pikiran, dan karakter seseorang yang diperbarui oleh Roh Kudus. Meskipun tubuh fisik melemah, sisi rohani mereka justru semakin kuat, diperbaharui, dan bertumbuh dalam kekudusan, iman, harapan, dan kasih. Pembaharuan ini bukan hanya satu kali, tetapi merupakan proses berkelanjutan ("dari hari ke hari"), menunjukkan pertumbuhan rohani yang dinamis dan progresif di tengah tantangan. Kemudian Paulus menggunakan kontras yang kuat antara “penderitaan yang sementara” dengan “kemuliaan yang kekal”. Kata “tawar hati” di teks ini berhubungan dengan keadaan putus asa, lemah atau berkecil hati. Sehingga ‘tidak tawar hati’= tidak sedikitpun penderitaan yang dialami membuat putus asa atau berkecil hati. Catatan sejarah mengingatkan bahwa apa yang dialami Paulus maupun jemaat Korintus sudah juga pernah dialami jemaat Mula-mula, Ketika mereka berdiam di Gua-Gua, di katakombe (kuburan batu) hanya untuk bisa bertahan dalam iman pada Kristus, penolakan dimana-mana, dalam pikiran mereka hanya ada ketakutan, baik fakta sosial dan psikologis mereka merasakan kegelapan. Pengalaman ini menarik sebuah pesan teologis tentang arti eklesiologis bahwa gereja = keluar dari gelap ke terang yang ajaib, ini bukan sekedar kalimat biasa, namun fakta yang dialami jemaat mula-mula.

Atas pengalaman tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa ini juga yang dialami oleh Paulus dan juga Jemaat Korintus dalam melakukan pelayanan dan memberitakan tentang Yesus Kristus. Kata penderitaan yang dialami Paulus; berkaitan dengan pengalaman imannya Ketika di penjara namun tetap memberitakan kabar baik. Apakah yang dialami Paulus merupakan hal biasa? Tidak, karena penjara Romawi merupakan penjara yang kejam. Tangan Paulus di rantai, kaki juga di rantai kemudian antara tangan dan kaki juga diberi rantai yang mebuat dia tidak bisa berdiri tegak karena membawa beban dan tidak bisa tidur lurus. Ini merupakan sebuah keadaan berat dan sulit, namun Paulus mengatakan bahwa ini “penderitaan ringan”, hal ini dikarenakan Paulus memandang identitas keselamatan pada dirinya membuat dia mampu melewati keadaan itu. Kesaksian ini ingin menegaskan bahwa hanya seorang yang mengambil bagian dalam kehidupan Kristus yang mampu menjalani dan menang atas situasi ini. Bagi Paulus, penderitaan sebagai ruang perjumpaan dengan kebesaran Kristus dalam hidupanya.

Dalam 2 Korintus 4:16-18, Paulus menutup bagian ini dengan pernyataan tentang harapan eskatologis: "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, sedang mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang jauh lebih besar dari pada semuanya itu." (2 Kor 4:17). Dalam bahasa Yunani, kata "παροῦσα θλίψις" (parousa thlipsis) berarti "penderitaan yang sekarang," yang bersifat sementara dibandingkan dengan "αἰώνιον δόξαν" (aiōnion doxan), yaitu "kemuliaan kekal." Ini menunjukkan perspektif Paulus bahwa integritas dalam pelayanan harus berorientasi pada realitas kekal, bukan sekedar pada penderitaan duniawi. Beratnya penderitaan dunia ini tidak sebanding dengan keagungan kemuliaan yang menanti. Penderitaan hanyalah persiapan kecil untuk kebahagiaan dan kemuliaan yang tak terhingga dan kekal.

"Yang kelihatan" mengacu pada segala sesuatu di dunia ini yang dapat dirasakan oleh indra kita: penderitaan fisik, kesulitan hidup, masalah, kekayaan, kesenangan duniawi, kehormatan manusia, dll. Paulus mengatakan bahwa fokus utama mereka bukan pada hal-hal ini, meskipun mereka harus menghadapinya. Semua hal duniawi, bahkan yang paling indah atau paling menyakitkan, bersifat sementara, fana, dan akan berlalu. “Yang tak kelihatan" mengacu pada realitas rohani dan kekal: Allah, Kerajaan-Nya, janji-janji-Nya, kemuliaan yang akan datang, kebenaran, kasih, iman, pengharapan, kehidupan setelah kematian. Dengan memfokuskan pandangan pada realitas rohani dan janji-janji Allah yang kekal, maka kita dapat mengatasi cobaan duniawi yang sementara.

III. Pointer Kotbah

  1. Tema “Ukur tetap Ipelimbarui”: Di tengah realitas kehidupan manusia beserta kerapuhan fisik yang pasti mengalami kemerosotan dan melemah dan memiliki batas dalam perawatan dan pembaharuannya, Tuhan menganugerahkan sesuatu yang secara terus menerus bisa dibaharui “manusia batiniah” (ukur si tetap ipelimbarui) yang tidak dibatasi oleh usia.
  2. Penderitaan Ayub dan isi surat Paulus menunjukkan kuasa Tuhan yang tidak terbatas dengan keterbatasan manusia memahaminya. Hanya dengan sikap kerendahan hati mengakui kebesaran Tuhan, memampukan manusia yang terbatas melihat bahwa kasih dan anugerah Allah melampaui semua keterbatasan dan penderitaan yang dihadapi manusia dalam perjalanan hidupnya, senantiasa menghadirkan pemulihan dan kekekalan yang mengatasi kesementaraan dunia saat ini.
  3. Minggu Saitun ngingetken kita kerna perdalanan kegeluhen ras Dibata mpetetap ukurta guna tetap mpelimbarui ukur segelah seh metua kita tetap erguna. Ukur si tetap ipelimbarui banci mbabai kalak erkiniteken la ngadi erberita kerna kemahakuasaan Tuhan ibas kegeluhenna. Karena hikmat sejati tidak terbatas pada usia.

 IV. Penutup

Asa kai pe umur janah uga pe kondisi fisik, selalu ada ruang maupun kesempatan guna ersaksi kerna keleng ate Tuhan. Ukur si tetap ipelimbarui mbabai kita mpebagesi penandaita kerna Dibata arah kerina paksa-paksa kegeluhen. Si bagi ukur ras la bagi ukur, mberat tah menahang, tatap kerina paksa-paksa kegeluhen alu ukur si tetap ipelimbarui alu bage ngasup kita tetap bertahan ras  ngataken bujur sebab sitandai dingen sieteh lit keleng ate Tuhan si mpepalem dingen mbaba kita ku kemulian si rasa lalap.

Vic. Senika br Sitepu-Perpulungen Sukabumi

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD