MINGGU 07 JULI 2024, KHOTBAH 2 KORINTI 8:10-15

Invocatio :

“Hari raya Tujuh Minggu, yakni hari raya buah bungaran dari penuaian gandum, haruslah kau rayakan, juga hari raya pengumpulan hasil pada pergantian tahun” (Kel. 34:22)

Ogen :

Bilangan 28:26-31 (Tunggal)

Kotbah :

2 Korintus 8:10-15 (Anthiponal)

Tema :

Mere Alu Ukur Ersuruh (Memberi Dengan Hati Yang Tulus)

 

 

I. Pendahuluan

Kita sering mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat “memberi lebih baik daripada menerima”. Kalimat tersebut kita tafsirkan sebagai tanda bahwa kita sebagai manusia pada umumnya ingin menjadi berkat bagi orang yang membutuhkan. Bahkan kalimat tersebut adalah harapan dan perintah dari Yesus kepada semua orang yang sudah mendapatkan berkat dari Dia (Kis. 20:35b). Tapi pada kenyataannya apakah memang benar seperti itu? Atau jangan-jangan kalimat tersebut menandakan bahwa kita hanya ingin memiliki lebih banyak segala sesuatunya daripada orang lain?. Karena belum tentu semua orang yang memiliki lebih banyak, akan siap untuk memberi kepada orang yang membutuhkan. Bagaimana lagi dengan orang yang pas-pas’an. Pada renungan kali ini, kita tidak hanya membahas tentang bagaimana memberi dalam kelimpahan, tetapi bagaimana kita bisa berkontribusi baik dengan apa yang kita punya kepada semua orang yang membutuhkan termasuk gereja.

II. Isi

  • Khotbah: 2 Korintus 8:10-15

Surat 2 Korintus 8:10-15 memberikan kita pandangan yang mendalam tentang sikap dan prinsip dalam memberi, terutama melalui teladan jemaat Makedonia. Latar belakangnya adalah ketika jemaat di Korintus dipanggil untuk memberikan bantuan bagi saudara-saudara mereka di Yerusalem yang sedang mengalami kesulitan.Paulus menyampaikan suratnya kepada jemaat Korintus agar meneladani iman dalam bentuk pelayanan kasih yang dilakukan jemaat-jemaat di Makedonia untuk membantu jemaat di Yerusalem. Paulus memberikan dorongan dan bimbingan kepada jemaat di Korintus terkait komitmen mereka untuk memberikan sumbangan bagi orang-orang kudus di Yerusalem yang sedang mengalami kesulitan. Jemaat Yerusalem diketahui sedang mengalami kesusahan hidup oleh karena terdampak bencana kelaparan yang terjadi disaat itu. Bencana ini sudah dinubuatkan oleh nabi bernama Agabus (Kis.11:27-28, Luk. 10:1). Surat ini ditulis dalam konteks upaya kolektif gereja-gereja di seluruh wilayah untuk membantu sesama saudara seiman yang membutuhkan. Paulus, sebagai pemimpin dan pendiri gereja-gereja ini, berusaha menggalang dukungan dan solidaritas di antara jemaat-jemaat yang tersebar. Karena itu Rasul Paulus terbeban untuk mengumpulkan bantuan dari jemaat-jemaat yang ia kunjungi dalam misi penginjilannya untuk membantu jemaat Yerusalem. Dan saat Paulus di Makedonia dia dibuat kagum oleh kerelaan hati jemaat disana karena sekalipun dalam kekurangan mereka tetap bersedia untuk memberi bantuan bahkan sampai mendesak untuk melalukan hal itu walaupun mereka sangat miskin.

Mereka mampu melakukannya oleh karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Tuhan bagi mereka. Sekalipun mereka miskin dan menderita, tetapi Paulus melihat mereka memiliki sukacita, kaya dalam kemurahan dan bahkan memberi lebih dari yang diharapkan. Oleh karena itu Paulus mengutus Titus kembali ke Korintus untuk mengumpulkan bantuan tersebut. Karna pengumpulan bantuan ke Korintus sudah dimulai sejak setahun yang lalu, tetapi jemaat Korintus bahkan mengabaikannya. Paulus mengajak jemaat Korintus untuk melihat jemaat Makedonia, karena jika dibandingkan dengan Makedonia, Korintus sangat jauh lebih kaya. Paulus juga menyoroti prinsip keadilan dan keseimbangan dalam pemberian. Dia menjelaskan bahwa tujuan dari sumbangan ini adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam kebutuhan, bukan untuk membuat jemaat Korintus menderita demi membantu orang lain. Saat ini, jemaat Korintus memiliki kelimpahan yang dapat mereka gunakan untuk mencukupi kekurangan jemaat di Yerusalem. Paulus juga mengingatkan bahwa suatu saat nanti, keadaan bisa berbalik dan jemaat Korintus mungkin akan membutuhkan bantuan dari orang lain. Dengan mengutip Keluaran 16:18 tentang pengumpulan manna, Paulus menegaskan bahwa dalam komunitas Kristen, tidak ada yang berlebihan atau kekurangan karena Tuhan menyediakan cukup bagi semua orang. Korintus juga sudah mengalami kasih karunia dari Kristus oleh karena itu Paulus menekankan supaya jemaat di Korintus harus meresponnya dengan ucapan syukur yang diwujudnyatakan dalam pelayanan kasih.

  • Ogen : Bilangan 28:26-31

Kitab Bilangan 28:26-31 memberikan instruksi kepada bangsa Israel tentang bagaimana mereka harus mempersembahkan korban-korban pada Hari Raya Pentakosta atau Shavuot (Ibrani). Dirayakan pada hari kelima puluh sesudah Hari Raya Paskah bertepatan waktunya dengan hari raya tuaian; pada hari itu, sehabis "tujuh minggu" (inilah kira-kira waktu penuaian) dipersembahkan "hasil pertama bumi; inilah pesta "buah-buah pertama", atau disebut hari raya ketujuh minggu. Dimana mereka mengumpulkan hasil panen pertama dari tanah yang baru mereka tanami. Ini adalah momen penting dalam siklus pertanian di mana mereka memberikan persembahan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur atas berkat-berkat yang mereka terima. Persembahan yang diberikan bukan hanya sekadar tugas rutin atau kewajiban, melainkan adalah ekspresi nyata dari syukur dan pengakuan akan kemurahan Tuhan atas segala berkat yang telah diberikan kepada umat-Nya. Dengan memberikan hasil panen pertama kepada Tuhan, umat Israel menegaskan bahwa segala yang mereka miliki berasal dari-Nya dan bahwa mereka bersedia memberikan yang terbaik sebagai ungkapan penghargaan tertinggi kepada Sang Pemberi. Kemudian, hari itu dikenal sebagai Hari Raya Pentakosta karena dirayakan pada hari ke-50 dihitung dari hari sabat permulaan Hari Raya Paskah. Hari ini ditandai dengan perkumpulan kudus dan mempersembahkan korban-korban. Ini adalah salah satu dari beberapa perayaan yang diatur oleh hukum Taurat, yang memiliki signifikansi spiritual dan sejarah yang besar bagi bangsa Israel.

Pada Hari Raya Tujuh Minggu, bangsa Israel diingatkan untuk mempersembahkan persembahan-persembahan khusus kepada Tuhan sebagai tanda syukur atas berkat-berkat yang mereka terima dan juga untuk mengingatkan umat Israel akan berkat-berkat Tuhan dan memperkuat hubungan mereka dengan-Nya. Ayat-ayat ini secara rinci menjelaskan jenis persembahan yang harus mereka bawa : dua ekor domba jantan yang berumur setahun, tanpa cacat, yang akan disembelih sebagai korban bakaran bagi Tuhan. Korban bakaran ini adalah simbol dari penyerahan total kepada Tuhan. Api yang membakar seluruh tubuh hewan melambangkan persembahan total tanpa sisa kepada Tuhan, sebagai tanda kesetiaan dan pengabdian penuh. Mereka juga diminta untuk membawa sajian tepung yang diolah dengan minyak zaitun, sebagai persembahan makanan yang harum bagi Tuhan, serta minuman anggur sebagai hidangan pembakaran yang menyenangkan bagi-Nya. Tepung dan minyak melambangkan hasil bumi dan kerja manusia yang dipersembahkan kembali kepada Tuhan sebagai tanda syukur dan pengakuan bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya. Seekor kambing jantan dipersembahkan sebagai korban penghapus dosa. Ini adalah tindakan pendamaian, yang menunjukkan pengakuan bangsa Israel akan dosa-dosa mereka dan kebutuhan mereka akan pengampunan. Pentingnya Hari Raya Tujuh Minggu bukan hanya dalam hal persembahan, tetapi juga dalam merayakan kesetiaan dan berkat-berkat Tuhan. Pada hari yang sama, bangsa Israel diingatkan untuk mengadakan perhimpunan suci, di mana mereka berkumpul bersama-sama di hadapan Tuhan untuk merayakan dan menghormati-Nya. Ini adalah momen yang diharapkan untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala yang Dia berikan dan mengingat perjanjian mereka dengan-Nya.

  • Invocatio : Keluaran 34:22

Keluaran 34:22 adalah perintah Allah kepada bangsa Israel untuk merayakan dua peristiwa penting dalam tahun pertanian mereka: Pesta Tujuh Mingguan dan Pesta Pengutipan pada akhir tahun. Dalam konteks agama dan kehidupan sosial masyarakat Israel kuno, perayaan ini memiliki makna yang mendalam. Pesta Tujuh Mingguan, atau Pesta Pengumpulan, adalah waktu bagi umat Israel untuk merayakan hasil panen gandum. Panen gandum adalah momen krusial dalam siklus pertanian tahunan, dan ketersediaannya sangat memengaruhi kehidupan mereka. Merayakan hasil panen merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas berkat-Nya yang melimpah. Lebih dari sekadar perayaan sosial, Pesta Tujuh Mingguan adalah wujud pengakuan bahwa Allah adalah sumber segala berkat dan memberikan makanan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup (bdk.Bil. 28:26-31/khotbah). Sementara itu, Pesta Pengutipan pada akhir tahun adalah momen terakhir dalam siklus pertanian. Pada saat ini, hasil panen yang tersisa di ladang dikumpulkan. Ini adalah kesempatan terakhir dalam tahun itu untuk mengumpulkan segala yang telah diberikan Allah. Pesta ini bukan hanya tentang menyelesaikan siklus pertanian, tetapi juga tentang refleksi atas kerja keras dan berkat-berkat yang diberikan Allah sepanjang tahun tersebut. Dengan merayakan Pesta Tujuh Mingguan dan Pesta Pengutipan, bangsa Israel mengakui bahwa mereka adalah umat yang diberkati dan dilindungi oleh Allah. Mereka belajar untuk tidak hanya bergantung pada hasil kerja mereka sendiri, tetapi juga pada penyediaan dan perlindungan Ilahi. Ini adalah bagian dari identitas mereka sebagai umat yang dipilih oleh Allah, yang memerintahkan mereka untuk menghormati-Nya dan mengikuti ketetapan-ketetapan-Nya.

III. Refleksi

  1. Memberi Bukan Sekadar Kewajiban, Tetapi Ekspresi Cinta: jemaat di Makedonia tidak memiliki alasan lain dalam hal memberi kecuali karena ekspresi cinta mereka terhadap kasih karunia yang telah mereka dapatkan dari Tuhan, yang tidak ternilai batasnya. Mereka tidak hanya menunjukkan meteri sebagai sumbangan mereka, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengalami kasih karunia Tuhan dalam hidupnya. Jadi itu merupakan sebuah ekspresi cinta mereka atas dasar cinta Tuhan yang telah mereka dapatkan terlebih dahulu. Terkadang kita cenderung melihat memberi sebagai kewajiban atau tindakan yang harus kita lakukan. Namun, ketika kita memahami bahwa memberi adalah ekspresi dari cinta dan kesetiaan kita kepada Tuhan dan sesama, itu akan menjadi tindakan yang alami dan bermakna.
  2. Memberi dalam Keterbatasan Memperkaya Kita : Persembahan kita kepada Tuhan dan sumbangan kita kepada sesama tidak selalu harus dalam jumlah besar. Bahkan dalam keterbatasan, kita masih dapat memberi dengan sukacita dan murah hati. Ini mengajarkan kita untuk tidak menunggu sampai kita memiliki kelebihan untuk memberi, tetapi memberi apa yang kita bisa dengan apa yang kita miliki saat ini.
  3. Memberi sebagai Sarana untuk Mendamaikan Hubungan: Memberi dengan tulus bukan hanya mengubah kehidupan individu, tetapi juga memperbaiki hubungan antarmanusia dan hubungan denganTuhan. Saat bangsa israel memberikan persembahan kepada Tuhan sebagai bukti berkat yang selalu mereka dapatkan dari Tuhan, itu juga menunjukan bahwa mereka selalu ingin membuat hubungan yang baik dengan Tuhan yang telah memberikan berkat tersebut kepada mereka. Saat kita memberi dengan hati yang tulus, kita merajut kembali ikatan kasih kepada Tuhan dan juga kedamaian dalam komunitas kita.
  4. Memberi Mencerminkan Karakter Kristus: Pada akhirnya, memberi dengan tulus adalah mencerminkan karakter Kristus. Kristus adalah teladan pemberian yang paling sempurna, dan ketika kita memberi dengan hati yang tulus, kita menjadi saksi hidup akan kasih dan kemurahan hati-Nya. Termasuk saat kita memberikan persembahan yang terbaik untuk membantu GBKP dalam persembahan Kerja Rani (hari raya Tujuh Minggu). Itu adalah sebuah cerminan karakter Kristus yang bisa kita tunjukkan sebagai tanda kasih kita kepada GBKP. Karena dalam menjalankan setiap aksi pelayanan, maka dibutuhkan dana untuk menopang kegiatan tersebut. Dari sini kita bisa menunjukkan bukti tanggungjawab kita sebagai anak-anak Tuhan. Karena persembahan Kerja Rani merupakan salah satu dari tiga (persepuluhan, persembahan kebaktian Minggu) sumber keuangan yang paling banyak untuk menunjang kegiatan pelayanan. Oleh karena itu dengan adanya kontribusi kita, maka kegiatan pelayanan juga berjalan dengan baik.

Vic. Elpita Lorena Br Barus, S.Th-Perpulungen Purwakarta

MINGGU 30 JUNI 2024, KHOTBAH KOLOSE 3:5-11

Invocatio :

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah

(1Yoh 4:7)

Ogen  :

Bilangan 27 : 1 -11

Khotbah :

Kolose, 3 : 5 -11

Tema  :

Ersada ras Kerinana / Bersatu dengan Semua.

 

Pendahuluan.

Saudara-saudara yang terkasih, minggu ini disebut sebagai Minggu HAM, yaitu Gereja sebagai Tubuh Kristus diajak untuk ikut memperjuangakan Hak Azasi Manusia. Secara Global Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa memproklamirkan 'Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia' pada tahun 1948, hak asasi manusia telah menjadi isu sentral dalam wacana moral dan politik dan telah menjadi landasan hukum internasional. Perjuangan HAM ini mendukung pembebasan dan emansipasi manusia pada umumnya.

Hak Asasi Manusia (HAM) diadakan bukan karena pemberian oleh negara atau masyarakat tetapi karena manusia adalah makhluk hidup yang bermartabat. Tuhan menciptakan manusia untuk menguasai dan mengelola dunia ini dengan kemampuan berfikir, beradaptasi, bertumbuh dan berperasaan. Hal tersebut yang menjadikan manusia mempunyai martabat yang paling tinggi diantara semua makhluk hidup ciptaan Tuhan. Jika kita mendasarkan hak asasi manusia pada firman Allah, kita harus mendasarkanya pada keadilan Tuhan, kita harus melihat tindakan adil Tuhan yang menjadi dasar keadilan kehendak-Nya. Oleh kareanya Gereja disepanjang zaman harus tetap memperjuangkan HAM karena gereja diutus oleh Alah di dunia untuk mewujudnyatakan kebenaran dan keadilan Allah.

Maka dari itu pengakuan atau eksistensi manusia patut diapresiasikan secara benar dan terhormat. Sejatinya HAM harus kita junjung tinggi, hormati, dan lindungi demi kehormatan dan martabat manusia. Para pendiri bangsa (founding father) yang telah membangun bangsa Indonesia dengan berlandaskan hukum dan menjamin rakyatnya dengan hak asasi manusia yang tertuang dalamUUD Negara Republik Indonesia tahun 1945

Perjuangan untuk kesetaraan HAM ini, tidaklah semudah mengucapkannya Kita hendaknya mendasarinya dengan persepektif yang sama yaitu kesatuan di dalam Kristus, hal inilah menjadi dasar yang melandasi cara berfikir dan bertindak untuk memperjuangkan HAM.

Pembahasan Teks.

Kolose adalah salah satu jemaat dari beberapa jemaat yang mendapat kiriman surat oleh Rasul Paulus walaupun kota Kolose adalah kota yang kecil, Namun di tengah kesibukannya, Rasul Paulus meluangkan waktu untuk menulis surat bagi jemaat di Kolose. Jika kita membaca Kitab Kolose ini, maka kita akan menemukan bahwa jemaat di Kolose adalah jemaat yang sudah memiliki iman kepada Tuhan Yesus Kristus, hidup dalam kasih dan memiliki pengharapan akan hidup yang kekal lewat pemberitaan Injil. Namun ternyata ada masalah pengajaran dalam jemaat Kolose yang kemudian berpengaruh kepada perilaku hidup mereka sehari-hari.(Kol 1:3-6). Jemaat di Kolose adalah jemaat yang sudah mengalami kelahiran baru, tetapi mereka masih dipengaruhi dengan kebiasaan hidup yang lama. Mereka tidak menyadari bahwa sebagai orang yang sudah percaya kepada Kristus harus hidup dalam realitas yang baru. “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia.” (Kol 2:6)

Paulus menasehatkan untuk hidup seperti Yesus Kristus. Perikop ini bergantung pada dua perintah utama yaitu pertama untuk "mematikan” (membunuh)". Perintah dalam Kol. 3: 5 Paulus membuat daftar keinginan dosa yang harus dimatikan/dibunuh. Paulus menyebutkan lima keinginan berdosa khusus yang harus dibunuh: imoralitas seksual/percabulan(porneian, kata umum yang digunakan untuk imoralitas yang bersifat seksual), kenajisan (akatharsian, negasi atau tidak adanya kemurnian), nafsu (pathos, hasrat / nafsu), keinginan jahat (kakus epithumian, kerinduan jahat), dan keserakahan (keserakahan didefinisikan sebagai penyembah berhala).

KOL. 3: 6 nasehat sebagai peringatan kuat jika melakukan dosa tersebut diatas: "Karena hal-hal ini, menimbulkan murka Allah menimpa orang yang tidak taat." Murka Allah dimaksudkan di sini jika jemaat Kolose gagal untuk mematikan keinginan jahat ini, mereka akan dapat mendapatkan penghakiman Tuhan dengan pasti.

Kol. 3: 7-8a berisi perintah kedua Paulus. Terlepas dari kenyataan bahwa orang Kolose pernah berjalan dalam pola dosa ini (3: 7), mereka harus "mensingkirkan" atau "membuang (seperti sampah)" tindakan berdosa tertentu. Paulus mendaftarkan tindakan berdosa dalam ay 8b-9a yang harus mereka singkirkan. Tiga yang pertama membahas sikap mereka (amarah, geram, kedengkian) dan yang ketiga membahas kata-kata mereka (fitnah, bahasa kotor, kebohongan).

Kol. 9b-11 memberikan nasihat agar jemaat Kolose menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui. Di sini Paulus menyinggung jenis pakaian yang dipakai untuk pakaian jemaat Kolose. Mereka telah melepas pakaian lama dan memakai pakaian baru. Penafsiran umum dari ayat-ayat ini adalah Paulus mengatakan bahwa jemaat Kolose memiliki dua kodrat - yang lama dan yang baru - dan Paulus mengimbau agar mereka hidup sesuai dengan kodrat baru mereka.. Paulus mempertentangkan identitas mereka di hadapan Kristus (mereka adalah bagian dari manusia lama dengan praktik-praktiknya) dan setelah mengenal dan menerima Kristus (mereka adalah bagian dari manusia baru). Dalam Kristus, jemaat Kolose adalah umat-Nya yang baru seperti. "Manusia baru" yang mulai mereka kenakan adalah kemanusiaan baru yang sedang "Allah perbarui" (ayat 10) ke dalam gambar-Nya. Kemanusiaan baru ini ditandai dalam ay 11 dengan :

1) penghapusan perbedaan ras, budaya, dan sosiologis (tidak ada lagi orang Yahudi atau Yunani, sunat atau tidak sunat, biadab, Skit, budak atau bebas);

2) kesatuan dalam Kristus (“Kristus adalah semua dan di dalam semua”). Paulus berkata, “Kristus adalah yang terpenting, dan Ia ada di dalam kita semua, terlepas dari perbedaan kita.” Jadi, orang Kolose memiliki status baru dalam Kristus yang melampaui perbedaan mereka. Paulus menyatakan status baru mereka sebagai anggota umat Allah sebagai alasan kepatuhan mereka terhadap perintah-Nya untuk mengesampingkan tindakan berdosa mereka.

Paulus memperingatkan jemaat Kolose agar hidup sesuai dengan status baru yaitu manusia baru. Sehingga satu keharusan bagi jemaat agar patuh dan taat kepada Kristus. Oleh karena itu Manusia baru sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah (Baca Kol. 3:12-13):

- Belas kasihan, Kemurahan, Kerendahan hati, Kelemah lembutan, Kesabaran, Mengampuni kesalahan orang lain

- Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perbuatan atau perkataan, lakukanlah semuanya itu didalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. (Kol. 3 :17).

Ogen, Kitab Bilangan 27 : 1 -11 Menceritakan tentang masalah hukum yang belum ada penyelesaiannya dalam peraturan yang ada. Kasusnya adalah lima anak perempuan Zelafehad dari suku Manasye yang kehidupannya terancam karena ayah mereka tidak memiliki penerus (3-4).

Dalam keadaan biasa, tanah keluarga jatuh ke tangan anak laki-laki karena hanya kaum laki-laki yang mempunyai hak untuk mewarisi nama keluarga dan tanah. Tanpa anak laki-laki, nama keluarga mereka akan hilang dari bangsa Israel dan tidak ada tanah yang diwariskan. Tanpa hak waris, mereka tidak bisa ikut mewarisi perjanjian Allah bagi Israel.

Hal inilah yang membuat kasus anak perempuan ini mendesak sekali untuk direspons. Mereka memohon keadilan Tuhan. Mereka tidak ingin menghilang dari umat Tuhan. Hal yang menarik adalah Tuhan memenuhi permintaan mereka sehingga Ia memunculkan peraturan baru (7-11). Kaum perempuan pun dapat mengeklaim hak dan nama keluarganya supaya tidak terhapuskan dari masyarakat.

Kondisi ini menunjukkan keadilan Allah. Bagi Allah, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Kasus ini membantu kita untuk berlaku adil kepada siapa pun. Laki-laki atau perempuan memiliki hak yang sama dalam masyarakat. Di dalam berkat perjanjian Tuhan, tidak ada seorang pun yang ditinggalkan. Seperti kelima perempuan ini, kita pun perlu memperjuangkan keadilan, baik untuk diri sendiri maupun mereka yang berhak mendapatkan bagiannya.

Mari kita bersyukur karena Allah kita bukanlah Allah yang membeda-bedakan manusia. Laki-laki maupun perempuan mendapat bagian dalam berkat pemeliharaan Allah. Sebagai umat Tuhan, sudah sepatutnya kita memperjuangkan hak orang-orang di sekitar kita.

Marilah kita wujudkan rasa syukur dengan memperlakukan orang-orang di sekitar kita dengan kasih dan keadilan. Sebagai orang yang telah dimerdekakan oleh Allah, kita sebaiknya tidak mengumbar tindakan yang membuat orang lain menjadi tertindas.

Refleksi

  1. HAM adalah anugerah Allah bagi setiap manusia ciptaannya, setiap ciptaan harus saling menghargai satuyang satu sama lain memang berbeda, tetapi perbedaan itu tidak harus menjadi tembok pemisah di antara kita. Dahulu kita adalah orang-orang yang hidup tanpa Kristus, bukan umat pilihan seperti Israel, tidak mendapatkan bagian dalam janji-janji Allah, dan hidup kita tanpa Allah di dunia ini. Tetapi, sekarang di dalam Kristus, kita mendapatkan bagian dalam Kerajaan Allah sebab darah Kristus telah menjadikan kita dekat. Kedekatan dengan Allah, dan kedekatan satu sama lain sebagai sesama umat Allah. Oleh Kristus, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi sama-sama memperoleh jalan masuk kepada Allah.
  2. Kristus telah meruntuhkan tembok pemisah, status, golongan, gender,dll, sungguh tidak layak jika kita membangunnya kembali. Jika Allah tidak pernah membeda-bedakan manusia, mengapa kita memperlakukan sesama kita secara berbeda-beda? Semestinya kita sebagai orang percaya bersatu di dalam Kristus, saling mengasihi dan saling menolong dalam menanggung beban (Gal. 6:2). Alih-alih memecah belah, mari kita merayakan kesatuan kita di dalam Kristus.

Pdt. Togu P. Munthe

MINGGU 23 JUNI 2024, KHOTBAH JAKUB 3:13-18

Invocatio  :

Masmur 34:15

“Tadingkenlah kejahaten, lakokenlah kai si mehuli, bulatkenlah ukurndu erbahan perdamen”

Ogen  :

Jesaya 65:17-25 (Tunggal)

Kotbah  :

Jakub 3:13-18 (Tunggal)

Tema :

Erngena Ate Nandangi Perdamen (Cinta Damai/Suka Hidup Dalam Perdamaian)

 

PENDAHULUAN

Rasanya semua orang tentu menginginkan kehidupan dunia yang damai. Tidak ada peperangan, tidak ada kerusuhan, tidak ada kekerasan, kejahatan dan tidak ada perselisihan. Bayangkan betapa indahnya jika semua manusia hidup berdampingan secara harmonis. Tidak ada yang mengedepankan perbedaan tapi mencari persatuan di atas keragaman. Itu bentuk dunia yang diimpikan oleh banyak orang. Sayangnya itu hanyalah utopia saja, karena ada banyak sekali orang yang berhenti hanya pada bermimpi dan berharap. Dalam menjalani kehidupannya manusia cenderung masih menerapkan begitu banyak sekat-sekat pembatas. Terus fokus pada perbedaan dan akibatnya hidup dikuasai permusuhan. Ada pula yang bahkan bertindak lebih jauh dengan menghalalkan kekerasan terhadap orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Apakah itu didasari oleh perbedaan keyakinan, perbedaan ideologi, perbedaan suku, bangsa, budaya, perbedaan pendapat, dan lain-lain, semua itu akan semakin mempersulit terciptanya kedamaian. Make love not war, slogan yang kencang dikumandangkan di akhir tahun 60 an sampai awal 70an ketika Amerika memutuskan perang terhadap Vietnam, lalu ada pula slogan peace on earth, akhirnya berhenti hanya sebatas slogan dan harapan yang sulit untuk diwujudkan. Maka melalui Minggu Perdamaian ini kita diingatkan kembali dan diajak belajar terus dari Firman Tuhan, sehingga kita menjadi pribadi-pribadi yang cinta damai/suka hidup dalam perdamaian dan mewujudkannya dalam kehidupan bersama.

PEMBAHASAN TEKS

Yakobus 3:13-18

Kitab Yakobus ditulis oleh Yakobus, yang dianggap oleh sebagian besar tradisi Kristen sebagai saudara Yesus. Surat ini ditujukan kepada para jemaat Kristen yang tersebar di seluruh dunia pada masa itu. Yakobus menulis surat ini dengan tujuan memberikan nasihat praktis dalam menjalani kehidupan Kristen sehari-hari. Dia menyoroti berbagai isu, termasuk pengendalian lidah, perlakuan terhadap orang miskin, iman yang hidup, dan pentingnya perbuatan sebagai bukti iman yang sejati. Latar belakang historisnya mencakup periode awal gereja Kristen, di mana para pengikut Yesus tersebar luas dan menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Surat Yakobus memberikan panduan moral dan rohani untuk menghadapi masalah-masalah tersebut dan hidup sesuai dengan ajaran Kristus.

Kitab Yakobus pasal 3, diawali penulis dengan mengajak kita untuk merenungkan kekuatan dan bahaya lidah. Namun, dalam teks yang menjadi bahan khotbah kita Yakobus 3:13-18, penulis tidak hanya berbicara tentang bahaya ucapan, tetapi juga menyoroti perbedaan antara hikmat dari atas dan hikmat dunia.

Ayat 13 membuka dengan pertanyaan yang sangat penting, "Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi?" Pertanyaan ini menuntun kita untuk merenungkan sumber sejati hikmat. Bukankah kita seringkali cenderung memandang hikmat sebagai sesuatu yang bisa diperoleh melalui pengalaman atau pengetahuan semata? Namun, firman Tuhan menegaskan bahwa hikmat yang sesungguhnya berasal dari Allah. Kemudian, kita diperingatkan tentang sifat hikmat yang benar, yakni "berlaku dengan perbuatan baik, benar dan sopan." Hikmat yang dari atas tidak hanya tentang pengetahuan atau pemahaman, tetapi juga tentang bagaimana kita hidup dan bertindak. Hikmat yang datang dari atas akan menciptakan karakter yang santun dan penuh kasih.

Dalam ayat 15, kita diberitahu tentang perbedaan antara hikmat dunia dan hikmat yang dari atas. Hikmat dunia cenderung bermuara pada kepentingan diri sendiri, penuh dengan iri hati dan dusta. Namun, hikmat yang datang dari atas membawa buah-buah yang berlawanan, yaitu Hikmat dari atas memancarkan buah Roh, seperti yang tercantum dalam Galatia 5:22-23: "Namun buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri."

Untuk itu, kita harus berhati-hati dalam membedakan antara hikmat dunia dan hikmat yang dari atas. Kita hidup di dunia yang sering kali menekankan pada kesuksesan materi dan keunggulan pribadi, tetapi hikmat yang dari atas tidak diukur oleh standar dunia ini. Akhirnya, dalam ayat 17, kita diberikan deskripsi yang indah tentang sifat hikmat yang benar. Hikmat yang datang dari atas adalah murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah baik, yang itdak memihak dan tidak munafik. Dan ini adalah sifat-sifat yang harus kita usahakan dalam hidup kita, karena ketika kita hidup sesuai dengan hikmat yang dari atas, kita akan menghasilkan buah-buah yang membawa kemuliaan bagi Allah. Semua ini tidak serta merta terjadi tapi boleh terwujud dengan setiap anak-anak Tuhan senantiasa membangun relasi dan komunikasi dengan sumber hikmat yang dari atas tersebut, yaitu Kristus Yesus Tuhan kita.

Yesaya 65:17-25

Teks ini adalah sebuah pasal dalam Alkitab yang berbicara tentang janji-janji Tuhan terhadap umatNya. Ini adalah bagian dari nubuat Yesaya tentang masa depan dan pemulihan yang akan datang bagi orang-orang Israel setelah masa penderitaan mereka. Pesan yang disampaikan di sini adalah tentang pemulihan, kebahagiaan, dan kedamaian yang akan datang bagi umatNya. Ini adalah janji-janji Tuhan akan membangun kembali, memberkati, dan memberikan kebahagiaan kepada mereka yang setia kepadaNya.

  • Ayat 17: Ini adalah janji Tuhan akan menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak terbayangkan, di luar batas-batas apa yang kita kenal. Janji ini memberikan harapan akan masa depan yang cerah, di mana kesedihan dan penderitaan masa lalu akan dilupakan.
  • Ayat 18-19: Ini adalah gambaran tentang sukacita dan kedamaian yang akan datang. Tuhan menjanjikan bahwa tempat suciNya, Yerusalem, akan menjadi sumber kegembiraan bagi umat-Nya. Tidak akan ada lagi tangisan atau ratapan, hanya sukacita yang abadi.
  • Ayat 20: Ini adalah janji akan umur yang panjang dan kesejahteraan bagi umat Tuhan. Tidak akan ada lagi kematian prematur atau penyakit. Semua akan hidup dalam kekuatan dan kesehatan, dan umur yang seratus tahun akan dianggap sebagai masa muda.
  • Ayat 21-24: Ini adalah gambaran tentang kehidupan yang makmur dan berkelimpahan. Mereka akan menikmati hasil kerja keras mereka sendiri, tanpa takut akan perampokan atau penindasan. Semua upaya mereka akan diberkati oleh Tuhan dan akan berbuah hasil yang melimpah.
  • Ayat 25: Ini adalah janji bahwa keturunan umat Tuhan akan mewarisi berkatNya. Mereka akan hidup dalam persekutuan dengan Tuhan dan menerima berkat-Nya secara turun-temurun.

Sungguhlah, Yesaya 65:17-25 adalah sebuah janji yang penuh harapan dan penghiburan bagi umat Tuhan. Ini adalah janji akan masa depan yang cerah di bawah kekuasaanNya yang adil dan penuh kasih.

Masmur 34:15

Teks ini adalah penghiburan bagi kita sebagai umat yang percaya bahwa kita tidak pernah sendiri. Bahkan dalam saat-saat sulit sekalipun, kita bisa yakin bahwa Tuhan mendengar dan peduli terhadap kita. Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang yang benar, dan hatiNya terbuka terhadap doa mereka. Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan hadir dalam hidup kita dan mendengarkan ketika kita berbicara kepadaNya. Teks ini menyoroti pentingnya berdoa dan mencari Tuhan dalam semua situasi.

Benang Merah Teks Ketigas Teks Bacaan

Secara keseluruhan, ketiga teks ini menegaskan pentingnya hidup dalam kebijaksanaan dan kebaikan, serta mencari perdamaian dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Hal ini memberikan harapan akan masa depan yang dijanjikan oleh Allah di mana kedamaian dan keadilan akan memenuhi dunia.

PENUTUP

”Cinta Damai/Suka Hidup Dalam Perdamaian” merupakan prinsip yang sangat penting dalam ajaran Kristen. Perdamaian bukanlah sekadar ketiadaan konflik, tetapi sebuah keadaan yang aktif diperjuangkan. Hidup dalam perdamaian berarti berkomitmen untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan Allah, diri sendiri, dan sesama. Mari kita lihat beberapa prinsip yang dapat membantu kita hidup dalam perdamaian:

  1. Kristus adalah teladan sempurna tentang bagaimana hidup dalam perdamaian. Dia adalah Sang Juru Damai yang mengajarkan kepada kita untuk mencintai satu sama lain sebagaimana Dia telah mencintai kita (Yoh. 13:34-35). Melalui hidupNya, Dia menunjukkan bahwa perdamaian bukan hanya sebuah keadaan, tetapi suatu panggilan aktif untuk menjalin hubungan damai dengan Allah dan sesama.
  2. Hidup dalam Hikmat yang dari atas: Firman Tuhan mengajak kita untuk hidup dengan hikmat yang sesuai dengan ajaran Kristus. Hikmat adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang baik dan benar, yang bersumber dari pemahaman yang mendalam tentang kebenaran dan kasih. Untuk itu hiduplah dalam persekutuan dengan Sang Sumber Hikmat, Yesus Kristus Tuhan kita.
  3. Perbuatan yang Baik: Firman Tuhan juga menekankan bahwa perbuatan yang baik haruslah dilakukan dengan rendah hati. Ini berarti kita tidak boleh memperlihatkan kesombongan atau keangkuhan dalam tindakan kita yang baik, tetapi sebaliknya, kita harus tetap rendah hati dan menghormati orang lain.
  4. Kebenaran dan Keadilan: buah dari hikmat yang dari atas adalah kebenaran dan keadilan. Ini menggarisbawahi pentingnya hidup sesuai dengan kebenaran dan keadilan dalam semua hubungan kita, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama.
  5. Perdamaian: Keseluruhan teks bacaan kita menekankan pentingnya perdamaian. Di Yakobus 3:18 khususnya menyatakan bahwa mereka yang menanam benih perdamaian akan menuai buah damai. Ini mengajarkan bahwa dalam hubungan kita dengan orang lain, kita harus berusaha untuk menciptakan perdamaian dan harmoni, bukan konflik atau pertikaian.
  6. Menjadi Pembawa Damai: Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Mat. 5:9). Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk menjadi pembawa damai di dunia ini. Ini berarti aktif berupaya memperbaiki konflik, menciptakan keharmonisan, dan menyebarkan kasih Allah kepada semua orang.

Hidup dalam perdamaian bukanlah tugas yang mudah, tetapi itu adalah panggilan yang penting bagi setiap pengikut Kristus. Dengan memperjuangkan perdamaian dalam hidup kita, kita mencerminkan karakter Allah yang adalah sumber perdamaian sejati.

Pdt. Melda br Tarigan-Runggun Bogor Barat

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD