Khotbah Minggu 16 Juli 2017

Khotbah Minggu 16 Juli 2017
(Minggu V Setelah Trinitatis/ Minggu Menabur)

Introitus : Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi (Yakobus 5:7b)
Bacaan : Kejadian 3: 17-19
Khotbah : Yesaya 30 : 19-24
Tema : “Tuhan menumbuhkan, taburkanlah”

Sebelum bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian, Allah telah mengantisipasi kehidupan umatNya di tanah perjanjian dengan memberikan sepuluh Firman Allah. Salah satu dari sepuluh Firman Allah itu: jangan ada Allah lain dihadapanKu ...

Sepuluh Firman Tuhan yang diberikan kepada Israel, supaya Israel hidup sesuai dengan kehendak Allah. Sepuluh Firman Allah itu menjadi pagar atau benteng kekudusan sebagai bangsa terpilih. Tetapi apakah umat Tuhan dalam hidup kesehariannya di tanah perjanjian itu konsisten menjalani kekudusannya?

Di zaman nabi Yesaya, yang terjadi ialah kota Yerusalem sudah menjadi sundal, pemimpin-pemimpin pemberontak dan bersekongkol dengan pencuri, semuanya suka menerima suap dan menerima sogok, tidak membela hak anak-anak yatim, perkara-perkara janda tidak sampai kepada mereka (Yesaya 1: 21- ).

Kenyataan inilah menjadikan Allah murka dengan memakai bangsa-bangsa lain. Asyur dipakai Allah alat hukumanNya (lih. Yes. 9:7-10:34). Allah menghukum Israel yang tidak taat dan setia. Bagi yang taat dan setia melakukan Firman Allah mereka diselamatkan (Yes. 10:20 - ....)

Dengan masih adanya sisa-sisa Israel yang taat dan setia kepadaNya, maka Allah melalui nabi Yesaya mengatakan hendak memberitakan janji keselamatan bagi Sion.

Menampakkan kesetiaan kepada Tuhan
Murka Allah hanya dinyatakanNya kepada mereka yang tidak setia. Tetapi yang setia kepada Firman Allah, yang masih tetap mendiami Sion atau Yerusalem, diberitakan janji keselamatan oleh nabi Yesaya. Tuhan sangat menantikan waktu yang tepat menunjukkan kasihNya kepada sisa-sisa Israel. Disinilah keadilan Allah nyata: yang setia diselamatkan, yang tidak setia dihukum.

Sisa-sisa Israel yang masih mendiami Sion itu sangat menantikan kasih setia Allah, dan kepada mereka juga diberikan hiburan bahwa mereka tidak terus menangis jika sisa Israel itu tetap berseru-seru kepadaNya. Dan seruan mereka itu diyakinkan Yesaya pasti dijawabNya. Inilah penampakan orang yang senantiasa berseru-seru kepada Tuhan adalah ungkapan imannya. Bagi orang percaya, berseru-seru kepada Tuhan adalah panggilan hidupnya sebagai bentuk penyerahan dirinya kepada Tuhan...

Sebagai umat Tuhan, Israel dituntut untuk bertobat dengan menganggap najis patung-patung yang ada itu. Buanglah patung-patung itu. Dan dengan tegas mengatakan keluar dari kota Sion itu sendiri. Artinya tidak ada tempat lagi di Sion bagi patung-patung itu.

Dengan menunjukkan kesetiaan sisa-sisa Israel kepada Tuhan, Allah akan memberkati mereka. Memberikan hujan bagi benih yang ditabur tumbuh subur dan menghasilkan supaya dari hasil itulah kamu akan makan roti yang lezat dan berlimpah-limpah. Ternak-ternak juga akan makan rumput di padang rumput yang luas ...

Sebagai bangsa Tuhan yang masih menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhannya, Allah itu tidak segan-segan memberkatinya. Bukan saja berkat-melimpah itu dirasakan orang percaya tetapi ternak-ternak juga merasakan berkat melimpah dikarenakan kesetiaan orang percaya kepada Tuhan.

Tuhan menumbuhkan, taburkanlah
Dalam minggu “merdang” atau menabur, warga GBKP diingatkan melalui pengalaman iman umat Tuhan. Dimana mereka diingatkan senantiasa untuk tetap berseru-seru kepada Tuhan. Dan seruan mereka menggambarkan penyerahan diri dan pengharapan hanya kepada Tuhan itu saja. Tidak kepada ilah-ilah yang lain. Dalam seruan itu kita diyakinkan bahwa Allah akan menjawabnya dengan memberikan berkat melimpah kepada kehidupan kita.
Berseru-seru kepadaNya adalah cara kita menaburkan penyerahan diri dan pengharapan kita kepadaNya dan Dia menumbuhkan apa yang kita taburkan dalam wujud berkat melimpah. Tanah diberikan kesuburan tempat menanam, karir-pekerjaan kita semakin diberkati , usaha-bisnis kita semakin meyakinkan ... dan semua orang merasakan dengan sungguh kehadiran kita ...

Sebagai orang percaya, dalam menjalani hidup yang dianugerahkan Tuhan dipanggil untuk senantiasa menaburkan kebaikan, keleng ate, keadilan dia akan ditumbuhkan Allah sehingga terasa bermakna bagi kehidupan orang banyak ... Siapa yang menabur, siapa yang menuai, siapa yang menanam, akan memetik ... kata syair nyanyian Rinto Harahap “siapa yang menabur... siapa yang menuai...” dan kesemuanya itu karena Tuhan memberkatinya ...

                                                                                                                                                                                Pdt. Ephenetus Tarigan, M. Th
                                                                                                                                                                                    GBKP Rg. Bandung Timur

Khotbah Minggu 09 Juli 2017

KHOTBAH MINGGU 09 JULI 2017 (MINGGU IV SETELAH TRINITATIS/MINGGU PENDIDIKAN) Invocatio : Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya (Amsal 13:24). Bacaan : Amsal 15:10-14 (Responsoria) Kotbah : Ibrani 12:5-8 (Tunggal) Tema : Ajarlah Anak-Anak Dengan Disiplin I. Pengantar Orang tua yang sungguh-sungguh mengasihi anak-anaknya akan memberikan pendidikan melalui keteladanan hidup kepada anaknya. Teladan yang yang jelas tentang bagaimana seorang harus hidup. Anthony de Mello dalam bukunya Doa Sang Katak 2 Meditasi dengan Cerita menuliskan suatu cerita tentang betapa pentingnya pendidikan melalui teladan orang tua dan juga orang yang ada disekeliling kepada anak. Sedemikian ceritanya. Ada tiga orang anak yang dituduh telah mencuri buah semangka dan dibawa ke pengadilan. Mereka menghadap hakim dengan perasaan takut. Mereka berpikir akan menerima hukuman berat karena hakim itu dikenal sebagai orang yang sangat keras. Hakim itu juga seorang pendidik yang bijaksana. Dengan satu ketokan palu ia berkata, “Kalau di sini ada orang yang ketika masih anak-anak belum pernah mencuri buah semangka, silahkan tunjuk jari.” Ia menunggu. Para pegawai pengadilan, polisi, pengunjung dan hakim sendiri tetap meletakkan tangan mereka di meja mereka. Ketika sudah puas melihat bahwa tidak ada satu jaripun yang diangkat dalam sidang itu, hakim itu berkata, “Perkara ditolak”. Cerita ini memperlihatkan kepada kita bahwa betapa pentingnya keteladanan hidup dalam memberikan pendidikan kepada anak. Melalui bahan kotbah hari ini, kita akan melihat bagaimana kita diberikan pengajaran untuk mengajar anak-anak untuk berdisiplin. II. Pembahasan Nats Bahan kotbah dari Ibrani 12:5-8, dapat kita lihat bahwa di sini penulis surat Ibrani memberikan suatu penjelasan tentang mengapa orang harus menanggung kesusahan yang melanda hidupnya dengan sukacita. Mengapa demikian? Karena sesuatu yang harus mereka tanggung itu hanya kecil saja jika dibandingkan dengan apa yang telah ditanggung oleh Yesus Kristus. Mereka harus menanggung kesusahan, karena kesusahan itu adalah pelajaran disiplin dari Allah dan hidup tanpa disiplin tidak punya nilai sedikitpun. Seorang ayah akan menghajar anaknya. Sama seperti yang disampaikan dalam invocatio: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya (Amsal 13:24)”. Adalah bukan suatu tanda kasih untuk membiarkan anak berbuat sekehendaknya, dan menganggap enteng semuanya. Sikap seperti itu akan menunjukkan bahwa sang ayah memandang anaknya sebagai anak yang tidak perlu dikasihi atau dipertanggungjawabkan. Tetapi Allah, yang memberikan hajaran kepada kita manusia adalah Allah yang dari padanya kita menerima jiwa yang kekal, dan yang dalam kebijaksanaanNya selalu mengusahakan yang terbaik untuk kita. Tuhan mendisiplinkan kita karena IA mengasihi kita. Dengan mendisiplinkan kita, IA menegaskan lagi bahwa kita adalah bagian dari keluargaNya, kita adalah anak Allah. Ketika kita mendisiplinkan anak-anak, kita sedang mengisyaratkan bahwa kita mengasihi mereka. Berdasarkan surat Ibrani 12:5-8, marilah memperhatikan beberapa hal tentang didikan Tuhan atas orang-orang percaya dan kesukaran serta penderitaan yang diizinkanNya terjadi dalam kehidupan. Mari kita menilik beberapa hal berikut tentang didikan Tuhan : 1. Semuanya itu merupakan tanda bahwa kita adalah anak Allah (ayat 7-8) 2. Semuanya itu merupakan jaminan kasih dan perhatian Allah kepada kita (ayat 6) 3. Didikan Tuhan akan mendorong kita untuk tetap dapat bertahan dalam kesukaran dengan pimpinan Allah, tunduk kepada kehendak Allah dan tetap setia kepadaNya (ayat 5-6). Dengan melakukan hal ini, kita akan tetap hidup sebagai anak-anak rohani Allah (ayat 7-9). 4. Dalam kehendak Allah, kesulitan mungkin tiba bagi kita : Sebagai akibat perjuangan rohani untuk melawan iblis (Efesus 6:11-18) Sebagai ujian untuk memperkuat iman kita (1 Petrus 1:6-7). Sebagai persiapan untuk menghibur saudara seiman yang lain (2 Korintus 1:3- dan menyatakan kehidupan Kristus (2 Korintus 4:8-10,12,16). 5. Di dalam segala bentuk kesengsaraan kita harus mencari Allah, memeriksa kehidupan kita (2 Tawarikh 26:5; Masmur 3:5; 9:13; 34:18) dan meninggalkan segala sesuatu yang bertentangan dengan kekudusanNya (ayat 10, 14) Penjelasan di atas memperlihatkan betapa pentingnya didikan yang disampaikan oleh Tuhan kepada kita sebagai seorang yang percaya kepadaNya. Dia adalah Bapa kita yang penuh dengan hikmat dalam memberikan didikan untuk mendisiplinkan kita agar tetap setia serta mengandalkanNya dalam langkah kehidupan setiap hari. III. Aplikasi Jikalau Allah yang sedemikian mengasihi kita setiap orang yang percaya kepadaNya memberikan didikan yang sangat berguna dalam kehidupan kita, bagaimanakah kita selaku orang tua dalam mendidik anak-anak kita agar menjadi seorang yang disiplin? Salah satu pemberian terbesar yang dapat diberikan oleh orangtua kepada anaknya adalah disiplin. Tentu saja hal ini dimulai dari orang tua sendiri yang juga harus disiplin dalam memberikan pengajaran kepada anak. Keluarga menjadi kelas katekisasi. Anak-anak belajar katekisasi di rumah mereka. Gurunya adalah ayah dan ibu mereka sendiri. Kehidupan keluarga sehari-hari dijadikan kelas katekisai. Dengan demikian, ayah dan ibu memiliki peranan penting dalam pendidikan iman. Ayah dan ibu menjadi “guru dan pendeta” bagi anak-anaknya. Dalam kelas ini anak-anak dapat diajarkan tentang iman kepada Tuhan (Ulangan 6:4-9) sehingga anak-anak tumbuh dalam disiplin baik moral dan juga spiritual. Selain keluarga sebagai kelas katekisasi, keluarga dapat juga disebut sebagai Universitas, yaitu universitas keluarga sebagai tempat mendidik anggota keluarga setiap hari. Sedangkan dalam metode pendidikan yang akan diterapkan, sesungguhnya tidak ada satu metode yang khusus, yang dapat diteraplkan kepada anak-anak. Mengapa? Karena setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Itulah sebabnya, metode tertentu mungkin tepat bagi anak tertentu, tetapi tidak tepat dan mengakibatkan kegagalan bagi anak lainnya. Mari kita perhatikan beberapa hal berikut yang penting bagi kita untuk berdisiplin dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak kita : 1. Tanggung jawab utama ada pada kedua orang tua. Yang lain hanya membantu, pelengkap. 2. Keteladanan: Like father, like son. 3. Didik dalam kasih dan ajaran Tuhan (Ef.6:4) 4. Nyatakan penerimaan kepada anak, begaimana pun kondisinya 5. Namun demikian, harus tetap tegas dalam pengajaran dan mendisiplin (band: 1Sam.2:11-26, kisah anak-anak Eli) 6. Miliki ketekunan dan disiplin; bukan instant (bd. Ul.6:6-9). 7. Harus konsisten, baik dalam ajaran, maupun perilaku. 8. Gunakan setiap kesempatan (Ul.6:6-9) 9. Bila perlu, gunakan hukuman: Ams:13:4; 15:10; 22:15; 23:13-14; 29:15. 10. Jadilah guru 11. Miliki kedekatan dengan anak: jadilah teman bermain mereka. Cari dan ciptakan sebanyak mungkin jenis permainan yang membuat kita menjadi salah seorang ‘teman’ bermain mereka. 12. Sediakan waktu secukupnya bersama anak-anak. Tidak cukup hanya kwalitas, tapi juga kwantitas. Ingat: kasih menuntut waktu dan pengorbanan. Dan lagi, sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kita dapat diukur dari segi penggunaan waktu kita. Apakah anak-anak, keluarga penting bagi kita? Apakah hal itu terlihat dari waktu dan prioritas yang kita gunakan ? SELAMAT MENDIDIK ANAK-ANAK DENGAN DISIPLIN Pdt. Crismori Veronika br Ginting GBKP Yogyakarta

Khotbah Minggu 02 Juli 2017

KHOTBAH MINGGU 02 Juli 2017 (MINGGU III SETELAH TRINITATIS/MINGGU PESTA PANEN) Invocatio : “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Korintus 9:6) Bacaan : Ulangan 16:13-15 Khotbah : 2 Korintus 9:11-15 Tema : “Persembahkanlah Hasil Panenmu!” I. PENDAHULUAN Ada sebuah tradisi tidak tertulis bahwa ketika kita harus mentraktir orang yang dekat dengan kita ketika kita memperoleh gaji pertama. Banyak yang memberikannya kepada orang tua mereka sebagai tanda terima kasih atau kepada orang-orang yang dianggapnya ‘berjasa’ dalam hidupnya. Tradisi ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, orang biasa mempersembahkan atau memberikan hasil pertama dari penghasilan mereka kepada orang-orang tertentu dan kepada yang dianggap sesuatu adikodrati/ilahi. Di jawa misalnya, orang yang bercocok tanam dengan menanam padi akan memberikan sebagian padinya kepada dewi sri atau dewi padi. Nelayan yang menangkap ikan misalnya akan membuang ke laut sebagian hasil tangkapannya sebagai tanda syukurnya kepada ‘laut’. Intinya orang memberikan kembali sebagian dari yang mereka terima sebagai ucapan syukur mereka. Tradisi ini juga berlaku bagi “umat Israel”, hanya saja mereka memberikannya sebagai persembahan kepada Allah yang hidup, bukan kepada dewa-dewa tanah atau laut. Dan persembahan itu juga sebagai lambang keadilan sosial bagi umat Allah, dalam mereka berbagi atas berkat-berkat Tuhan. II. PENDALAMAN NAS Dalam Ul. 16:13-15 dikatakan tentang Hari Raya Pondok Daun. Dalam bahasa Ibrani Khag hasukkot (Im. 23:24; Ul. 16:13) atau khag ha’asif (Kel. 23:16; 34:22). Salah satu dari tiga pesta besar Yahudi, yang dirayakan dari tanggal 15-22 bulan ke-7. Inilah akhir tahun ketika panen dituai, dan merupakan salah satu dari pesta ketika setiap laki-laki harus muncul di hadapan Tuhan (Kel. 23:14-17; 34:23; Ul. 26:16). Pesta itu sangat meriah (Ul. 16:14). Nama “hari raya Pondok Daun” berasal dari kebiasaan bahwa setiap orang Israel harus diam di pondok yang dibuat dari cabang dan daun selama 7 hari pesta itu (Im. 23:42). Selama 7 hari pesta itu korban-korban dipersembahkan. Pada hari pertama 13 lembu jantan dan binatang-binatang lain, setiap hari jumlahnya dikurangi sampai pada hari ke tujuh maka 7 ekor lembu jantan dikorbankan. Pada hari ke-8 diadakan perkumpulan khidmat, yang dipersembahkan seekor lembu jantan, seekor kambing jantan dan 7 ekor anak domba (Bil. 29:36). Yoh. 7:37 menyebut hari ini ‘puncak perayaan itu’. Pesta ini yang ditetapkan pleh Allah tidak pernah terlupakan. Diadakan pada waktu Salomo (2 Taw. 8:13), Hizkia (2 Taw. 31:3; bnd. Ul. 16:16) dan sesudah pembuangan (Ezr. 3:4; Zak. 14:5, 18-19). Pesta ini mengingatkan orang Israel akan keluaran dari Mesir dan pengembaraan Israel di padang gurun pada saat mereka tinggal di pondok (Im. 23:43). Tapi ini tidak merupakan bukti bahwa suatu pesta berlatar belakang agraris telah diubah menjadi pesta yang bersifat historis. Malah, pesta ini menunjukkan bahwa kehidupan Israel didasarkan pada penebusan yang pada akarnya berarti pengampunan dosa. 2 Korintus 9:11-15, dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus bagian kedua ini, khusus pasal 9 ditekankan mengenai pengumpulan uang untuk membantu jemaat Yerusalem. Paulus memakai ilustrasi menganai pertanian, dimana seorang petani yang menabur benih, akan kehilangan benih itu dari tangannya ketika dia menaburkannya. Namun benih itu tidak hilang begitu saja, karena ada harapan bahwa benih itu akan memberikan hasil yang berlipat ganda kemudian hari. Jika si petani ingin terus menggenggam benih itu maka ia hanya akan memanen sedikit hasil. Sementara petani yang melepaskan lebih banyak benih akan menghasilkan panen lebih banyak pula. Korintus adalah kota besar, titik temu jalan perdagangan darat utara selatan di propinsi Akhaya. Lagipula Korintus adalah kota pelabuhan dimana semua penduduknya dalam keadaan makmur. Di Korintus hanya ada 200.000 penduduk, tetapi disana juga ada 600.000 tenaga kerja (pembantu, buruh dan budak). Kalau dibandingkan rasionya yaitu 1:3, untuk satu orang Korintus tersedia tiga orang pelayan atau tenaga kerja. Orang Korintus memang makmur tetapi mereka kurang suka memberi bantuan mereka kepada gereja di Yerusalem dan mereka tidak perhatian tentang gereja lain. Mereka hanya sibuk dengan urusan sendiri atau gereja lokalnya saja, mereka sibuk tentang persoalan rebutan kedudukan pemimpin, apakah dari golongan Paulus, Apolos atau golongan Kefas. Yang mereka persoalkan lainnya adalah mengenai makanan sembahyang, persoalan tutup kepala perempuan dalam ibadah, persoalan bahasa lidah, dan lainnya. Kalau urusan ‘memberi’ atau menyokong gereja lainnya seolah-olah mereka tidak perduli dan acuh. Sudah sekian lama jemaat Korintus memberi bantuan kepada jemaat di Yerusalem, tapi upaya itu tetap tidak dirampungkan (bd. 2 Kor. 8:10-11), karena itu Paulus memberi pengandaian sekaligus penekanan lewat kalimat, “orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga”. Bahwa apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituai (bd. Amsal 11:24-29; 19:17), bukan cuma persoalan menabur dan menuai secara materi/jasmani, tapi termasuk juga tuaian rohani (Gal. 6:7-10). Disini ditekankan tentang adanya sebab-akibat dari apa yang diperbuat umatNya. Dengan demikian setiap orang sepatutnya tetap mengawasi, mengontrol tingkah laku dan perbuatan diri sendiri. Mawas diri dan mewaspadai setiap apa yang diperbuat (yang ditabur), termasuk dalam praktek ‘memberi’. Selanjutnya Paulus menegaskan untuk “memberi dengan sukacita, bukan karena paksaan, bukan karena sebuah keharusan atau sebuah peraturan. Sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita serta mencukupkan, menyediakan, dan melipatgandakan apa yang perlu, baik materi maupun rohani dalam pelbagai kebajikan (bd. Filipi 4:19). Memberi adalah wujud pelayanan kasih dan itu bukan hanya mencukupi keperluan jasmani orang lain. Tapi juga sebagai wujud syukur kepada Allah yang adalah karunia ilahi yang mengilhami segala perbuatan. Dengan memberi orang lain pun akan merasa terberkati dan dengan perbuatan ‘memberi dengan sukacita’, maka orang lain pun semakin kuat dalam keyakinan-keyakinan pengakuan percaya kepada Yesus Kristus. Ini berarti bahwa perbuatan “memberi”, kita akan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang lain (bd. 2 Kor. 9:13). Pemberian yang terbaik bagi pelayanan dan pembangunan jemaat adalah pemberian yang dilandasi keterbukaan dan tanpa paksaan. Tuhan tidak melihat besar kecilnya persembahan, melainkan motivasi dan ketulusan hati kita dalam memberi. Jangan pernah hitung-hitungan dengan Tuhan, apalagi menahan berkat yang seharusnya kita salurkan kepada yang berhak dan yang membutuhkannya. Ketika kita memberi dengan kasih maka kita akan memperoleh kelimpahan anugerah dari Allah. III. APLIKASI Ada beberapa hal yang menjadi pusat perhatian kita dalam memberi persembahan dalam rangka ucapan syukur karena berkat Allah, baik oleh karena rejeki dalam pekerjaan, usaha, bisnis maupun dengan jalan lainnya yang kesemuanya itu kita katakan dengan “hasil panen”. Yang pertama adalah sikap kita dalam memberi. Dalam Ul. 16:14 dikatakan “haruslah engkau bersukacita pada hari rayamu itu”. Tuhan meminta kita untuk bersukacita dalam memberikan yang terbaik bagi Allah. Ini bukanlah kewajiban yang mendukakan, melainkan sebuah kesempatan untuk memberi dan bergembira. Bayangkan ketika kita baru saja menerima gaji (apalagi gaji pertama), maka kita pasti sangat berbahagia dan sukacita dan karena sukacitanya mentraktir ‘orang-orang terdekat’ juga kita sangat berbahagia. Perasaan ini jugalah yang harus ada pada kita ketika kita memberi persembahan kita kepada Tuhan. Yang kedua, hal penting yang harus kita perhatikan dalam hal memberi adalah kita diminta untuk memperhatikan yang lain. Kita juga harus membantu orang lain untuk bersukacita. Ada faktor kebersamaan, dalam hari raya pondok daun/pesta panen diingatkan kita harus bersukacita bersama dengan hamba laki-laki, hamba perempuan, orang Lewi, orang asing, anak yatim piatu dan janda yang ada di sekitar kita. Artinya, ketika kita bersukacita atas segala yang Tuhan berikan kepada kita, kita juga membagikannya kepada orang lain dan “Yerusalem-Yerusalem” yang membutuhkan dimanapun mereka berada. Irenaeus, seorang Bapa gereja berkata, “the jews were constrained to a regular payment of tithes; christians, who have liberty, assign all their possessions to the Lord, bestowing freely not the lesser portions of their property, since they have the hope of greater things”, yang berarti orang Yahudi diatur oleh Tuhan memberi pembayaran perpuluhan secara reguler; orang Kristen diberi kebebasan menyerahkan apa yang ada dari milik mereka kepada Tuhannya, tetapi memberi dengan kebebasan ini tidak berarti bahwa kita memberi kurang daripada apa yang diaturkan, sebab kita memiliki pengharapan yang lebih besar di sana. Untuk itu mari kita memberikan persembahan syukur kita bukan dengan terpaksa apalagi merasa rugi karena persembahan kita adalah buah dari berkat yang telah terlebih dulu kita terima dari Tuhan dan persembahan itu akan menjadi berkat yang melimpah apabila “ditaburkan” dengan cara yang baik. Pdt.Irwanta Brahmana,S.Th GBKP Surabaya

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD