Khotbah Minggu 26 Nopember 2017

Bimbingan Khotbah, Minggu 26 Nopember 2017

(Pendungi Tahun Gereja)

Invocatio    : “Engkau, ya TUHAN, bertahta selama-lamanya, tahtaMu tetap dari masa ke masa” (Ratapan 5 : 19)

Bacaan         : Mazmur 95 : 1 – 7a

Khotbah       : Matius 25 : 31 – 46

Tema           : “Karakter Kehidupan Yang Kekal”

     Pendahuluan

 

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus. Pada minggu ini kita telah dihantarkan Tuhan sampai kepada Minggu penutup Tahun Gereja. Ini berarti bahwa secara kalender Gerejawi minggu ini adalah minggu terakhir, minggu penutup tahun kalender gereja untuk tahun ini. Pada minggu depan kita akan memasuki awal tahun gerejawi yang diawali dengan minggu-minggu Advent. Minggu Penutup Tahun gerejawi mengingatkan kita sebagaimana tahun berakhir, berujung demikianlah hidup kita juga akan berakhir dan berujung. Tidak ada yang kekal di dunia ini. Ingatlah, jangan lupa bahwa hidup di dunia hanya sementara saja. Pengakuan iman kita berkata bahwa Tuhan Yesus akan datang kembali untuk kali kedua. Pada saat itu Dia akan menghakimi orang yang hidup dan mati. KedatanganNya memberikan kehidupan kekal bagi yang menjalankan firmanNya dan kematian kekal bagi yang mengabaikan firmanNya. Mari merenungkan hidup iman kita selama satu tahun kalender gerejawi yang telah kita jalani. Lihatlah dan evaluasilah bagaimana iman, pengharapan dan kasih kita kepada Allah dan sesama kita selama ini. Kita mau hidup dan kehidupan kita berkenan di hadapanNya dan kelak diterima di dalam KerajaanNya yang kekal.      

   ISI

 

Yesus Kristus akan datang kembali dalam kemuliaanNya (ayat 31-33)

     Yesus mengajar tentang Kerajaan Allah yang akan datang. Dalam pasal 24-25 Ia berkhotbah tentang akhir zaman. Kedatangan Yesus kali kedua adalah pasti. Ia sendiri mengajarkan dan memberitahukannya. Ia akan datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia. Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaanNya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapanNya. Ia akan memisahkan manusia di sebelah kanan dan kiriNya, yang benar dan yang tidak benar seperti gembala memisahkan domba dari kambing.

     Seperti pak Jokowi sang presiden kita datang mengunjungi rakyat, demikianlah Tuhan Yesus Presiden di atas segala presiden datang kembali kepada ke dunia kepada manusia. Itu janjiNya kepada umatNya (bnd Kisah Para Rasul 1:11). Kita hidup antara setelah kenaikan Tuhan Yesus ke surga dan sebelum kedatanganNya kembali ke dunia. Kita hidup dalam masa zaman akhir. Kita disuruh Tuhan sebagai saksiNya untuk mengabarkan Injil. KedatanganNya kembali adalah sukacita bagi orang percaya. Dia akan datang dalam kemuliaanNya. KedatanganNya untuk mengangkat kita secara penuh dan utuh sebagai anak-anakNya. KedatanganNya untuk memisahkan kita dari orang-orang yang tidak benar. Siapkah kita menyambut kedatangan Tuhan Yesus kembali? Siapkah kita menyambut kemuliaanNya? Siap atau tidak siap, sedia atau belum sedia yang pasti bahwa Dia akan datang. Kita harus siap sedia.

Tuhan Yesus menerima dengan sukacita mereka mengasihi sesamanya dalam KerajaanNya (ayat 34-40,46)

             Yesus dengan lembut menyambut dan menerima manusia dalam KerajaanNya. Yesus menyambut mereka yang beriman dan menunjukkan buah iman selama mereka hidup di dunia kepada sesama. Yesus memposisikan diriNya pada orang yang lapar, yang haus, orang asing, yang telanjang, yang sakit dan yang terpenjara (ayat 35, 36). Ketika manusia berbuat sesuatu, memberi makan yang lapar, memberi minum yang haus, memberi tumpangan bagi orang asing, memberi pakaian bagi yang telanjang, mengunjungi yang sakit dan yang dipenjara secara tidak langsung ternyata itu dilakukan terhadap Tuhan Yesus sendiri (ayat 40). Orang yang demikian disebut sebagai orang benar. Mereka akan masuk ke dalam hidup kekal (ayat 46b).

Disambut dan diterima dengan sukacita dalam KerajaanNya oleh Tuhan Yesus adalah dambaan dan harapan kita semua. Kita senang dan bahagia ketika orang lain menerima dan menyambut kita. Kesenangan dan kesukacitaan kita akan jauh lebih besar lagi karena kita diterima masuk dalam KerajaanNya. Masuk dalam KerajaanNya artinya menerima hidup kekal. Ada syarat untuk bisa diterima di dalam KerajaanNya. Syaratnya adalah iman yang berbuat, iman yang berbuah, iman yang disertai dengan kasih. Iman yang berbuat kasihlah yang membawa orang masuk ke dalam KerajaanNya. “Sungguh” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka”       (Why. 14:13). Adakah kaitan iman kita dan perbuatan kita selama ini? Seberapa jauh rasa perduli, simpati dan empati kita terhadap sesama kita? Ternyata Tuhan perhitungkan dan catat semua tindakan dan perubatan kita terhadap sesama kita terkhusus orang kecil yang sangat membutuhkan. Tunjukkanlah iman kita dengan hidup bersolidaritas.

     Tuhan Yesus menolak mereka yang tidak mengasihi sesamanya manusia dalam KerajaanNya (ayat 41-46).

           Selain Tuhan Yesus akan menempatkan orang benar di sebelah kananNya, yang lain akan dipisahkanNya di sebelah kiri. Mereka yang sebelah kiriNya adalah yang tidak mengasihi, yang tidak berbuat sesuatu yang baik dan berguna bagi sesamanya. Tuhan menolak mereka masuk ke dalam Kerajaan kemuliaanNya. Artinya, mereka tidak mendapatkan kehidupan kekal tapi hukuman dan kematian kekal. Mereka ditolak karena tidak memenuhi syarat yang dibuat oleh Tuhan Yesus. Mereka tidak menunjukkan buah iman yaitu perduli dan mengasihi. Segala sesuatu yang sepatutnya orang percaya lakukan tapi tidak mereka lakukan akan direkam dan dicatat Tuhan. Ketika manusia tidak melakukan yang sepatutnya dia lakukan itu artinya ia tidak melakukannya kepada Tuhan Yesus (ayat 45). Maka mereka akan masuk ke tempat siksaan yang kekal (ayat 46a).

Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai dengan perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak. 2:17). Iman tanpa perbuatan hasilnya hanya penolakan oleh Tuhan. Ditolak masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Jangan mencoba berdalih sama Tuhan. Tuhan maha tahu dan maha melihat. Kita tidak bisa membenarkan diri di hadapanNya.

Tema: “Karakter Kehidupan Yang Kekal”. Tidak ada yang tetap dan kekal. Hanya Tuhan dan firmanNya yang kekal. Dia bertahta dari masa ke masa. TahtaNya kekal selama-lamanya (Ratapan 5:19). Karena itu mari menghormati dan menaatiNya dengan hidup berguna bagi orang lain (bnd. Mazmur 95:1-7a). Untuk menerima kehidupan kekal diawali dengan memiliki karakter kehidupan kekal. Mustahil menerima hidup kekal kalau kita berkarakter dangkal. Adalah tidak mungkin menerima hidup abadi kalau kita hidup duniawi. Karakter hidup kekal yang Tuhan pinta adalah perduli, empati dan mengasihi. Milikilah karakter kehidupan yang kekal agar kita kini dan nanti menerima kehidupan yang kekal itu.  

       Penutup/ kesimpulan

       Seperti hari, bulan dan tahun berakhir, demikianlah hidup kita di dunia akan berakhir. Selanjutnya kita akan dihakimi dan dipisahkan. Yang satu sebagai orang benar dan diberi kehidupan kekal. Yang satu lagi sebagai orang yang jahat/ terkutuk dan dihukum dalam siksa kekal. Tujuan kita adalah supaya kita menerima kehidupan kekal. Supaya kita sampai kepada tujuan kita, milikilah karakter kehidupan kekal. Karakter kehidupan kekal terlihat melalui iman yang hidup, iman yang berbuat dan berbuah kasih. Mengasihi Tuhan tidak bisa dipisahkan dari mengasihi sesama. Mengasihi Tuhan, Allah kita terlihat dengan mengasihi sesama. Mengasihi sesama adalah wujud dari kita mengasihi Allah. Amin.

Pdt. Juris F. Tarigan, MTh

GBKP RG Depok - LA

081316879945

Khotbah Minggu 22 Oktober 2017

Minggu, 22 Oktober 2017 (Minggu Budaya II)

Invocatio             : “Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap” (1   Korintus 13:10)

Bacaan                  : Matius 15:1-9 (Tunggal)

Khotbah               : Yesaya 2:6-18

Tema                     : “Memperbaiki Tradisi Yang Tidak Baik”

Pengantar

            Tema yang diangkat dalam minggu ini berkaitan dengan tradisi. Sebelumnya perlu kita ketahui arti dari tradisi itu. Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, “diteruskan”) adalah sesuatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi. Beberapa waktu lalu ada studi yang menunjukkan susahnya mengubah kebiasaan buruk. Hasil sutdinya menunjukkan bahwa apapun hasil DNA-nya, mengubah kebiasaan buruk, meskipun tahu merugikan, merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. Disebutkan “Sangat sulit dilakukan”, bukan berarti tidak bisa. Yang diperlukan adalah keinginan kuat dan tentunya sebagai orang percaya kita diajarkan untuk memiliki pengharapan di dalam Tuhan ke depannya.

            Latar belakang yang terjadi pada masa di awal-awal Yesaya ini menunjukkan keadaan masyarakat yang terbiasa dengan perilaku pemimpin mereka yang tidak menjalankan kepemimpinan mereka berdasarkan kebenaran dan keadilan. Sudah menjadi terbiasa kalau penguasa dan imam-imam tidak lagi membela kehidupan rakyatnya. Dalam situasi inilah Nabi Yesaya hadir menyampaikan nubuatan Allah bagi bangsaNya.

Isi Yesaya 2:6-18

            Nubuat yang disampaikan Yesaya ini diawali dengan menyampaikan suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan bangsa ini. Bangsa yang disebut kaum keturunan Yakub itu telah mengikuti kebiasaan di Timur dalam melakukan tenung, sihir seperti yang dilakukan irang Filistin, dan bagaimana orang-orang asing di antara mereka banyak memberi pengaruh buruk atas mereka. Pengaruh buruk itu juga mempengaruhi para pemimpin bangsa ini baik penguasa maupun imam-imam yang ada pada waktu itu. Hal ini dapat dilihat melalui kehidupan mereka yang begitu mengandalkan kekuatan dan kekayaan (ay. 7) serta penyembahan berhala yang mereka lakukan (ay. 8).

            Yesaya memperingatkan mereka bahwa Tuhan tidak berkenan atas perilaku dan kebiasaan yang telah mereka lakukan selama ini. Dari kebiasan buruk yang mereka lakukan itu sesungguhnya mereka telah jatuh pada kesombongan dan keangkuhan. Tuhan akan memberi hukuman (ay. 10, 12-16) dan kalau kita lihat dalam Yesaya 2:6-18 ini dua kali Yesaya menyatakan bahwa “manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan” (lihat ay. 11 dan 17). Tentunya ini mau menekankan bahwa Tuhan tidak main-main dengan perilaku dan kebiasaan buruk yang mereka lakukan selama ini. Tuhan akan bertindak dengan menghukum mereka dan menghilangkan segala berhala yang ada pada mereka (ay. 18).

Aplikasi

            Seperti tema yang diangkat pada minggu ini, “Memperbaiki Tradisi Yang Tidak Baik” tentunya diminta bagi kita untuk bersikap. Harus dimulai dari kesadaran dulu, bahwa ada tradisi atau kebiasaan hidup kita selama ini yang tidak benar/salah. Terlebih lagi kalau ternyata ada tradisi atau kebiasaan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Seperti yang dilakukan Yesus dalam percakapan dengan orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem (bacaan bagian pertama, Matius 15:1-9), memberi penyadaran kepada mereka bahwa tradisi yang mereka lakukan selama ini tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Menjaga tradisi adalah penting dan itulah tugas kita sebagai masyarakat yang berbudaya tetapi adalah yang lebih penting, ujilah dan ukurlah apakah tradisi itu sesuai atau tidak dengan kehendak Tuhan. Tentunya kalau yang sesuai atau tidak melanggar kehendak Tuhan, tradisi itu dapat kita teruskan atau wariskan kepada anak cucu kita. Tetapi kalau itu melanggar atau tidak sesuai dengan kehendak Tuhan marilah lewat hikmat Tuhan kita memperbaikinya.

            Sebagai masayaraka Karo, tentu kita punya warisan tradisi yang begitu banyak dari leluhur kita. Dalam konteks kita sekarang sebagai orang percaya tentu perlu kritis akan semua tradisi itu. Sama seperti Kristus datang ke dunia sebagai terang, baiklah kita menerangi tradisi lewat menghadirkan Tuhan di dalamnya. Salah satu yang telah kita lakukan pada saat ini adalah “tradisi mbesur-mbesuri” (7bulanan) misalnya, sudah mulai dilaksanakan dengan terlebih dahulu membuat ibadah.

            Ada beberapa kebiasaan sikap lainya yang dapat kita soroti sebagai orang karo (mungkin juga ini kebiasaan yang diwariskan) seperti ungkapan yang terkenal dari kita “gelarna e teku lang”; “adi banci sada matawari pe teku lang ras ia”; “ACC: anceng, cian, cikurak”. Marilah kita memperbaiki bersama tentunya dimulai dari kesadaran bahwa kebiasaan sikap ini tidak baik bila terus-menerus ada dalam kehidupan kita sebagai masyarakat karo. Tentunya kita berpengharapan Tuhan pun akan turut campur tangan menolong kita meninggalkan kebiasaan sikap yang demikian. Sehingga yang baik sajalah kita wariskan sebagai tradisi atau kebiasaan hidup kepada keturunan kita. Supaya Tuhan berkenan dan memberkati kita sekalian.

Soli Deo Gloria

Pdt. Andinata Ginting

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD